46: PRAJURIT PERANG BIJAKSANA

141 31 23
                                    

Maaf part 45 jarinya kepleset wkwkwk. Aku gak tau ini bakal sedih atau enggak, tapi siapkan tisu hehe.

Part nya panjang lagi. 5000an kata lebih. Semoga gak bosan bacanya ya!

**

Yudha itu anak bungsu. Lahir di keluarga yang kurang beruntung. Ayahnya memutuskan pergi ke luar negeri dan menikah lagi dengan warga setempat—ketika Yudha masih lima bulan di kandungan sang ibu. Ibunya pun sama. Satu tahun setelah melahirkan, sang ibu pergi tanpa salam perpisahan dan sampai saat ini gak ada kabar sama sekali.

Yudha memiliki kakak perempuan dimana usia mereka terpaut tiga tahun. Mereka dibesarkan oleh nenek dari pihak ibu yang harus banting tulang menjadi pedagang nasi uduk.

Beruntungnya Yudha dan sang kakak mempunyai kecerdasan yang membuat mereka bisa sekolah gratis. Ranking satu selalu mereka babat habis.

Gak hanya berprestasi di sekolah, Yudha dan kakaknya punya pekerjaan part time buat menutupi biaya hidup mereka. Meskipun dapat uang saku dari beasiswa yang mereka dapatkan, gak cukup buat bertahan hidup di zaman yang apa-apa makin mahal.

Apakah Yudha baik-baik aja? Sama sekali enggak. Bayangin aja dia belum pernah ketemu langsung sama ayahnya. Belum lagi dia harus berpisah dari sang ibu padahal usianya baru satu tahun saat itu.

Tapi Yudha kuat. Dia gak pernah mengeluh bahkan GAK PERNAH benci sama kedua orang tuanya. Justru dia malah merasa kehadirannya jadi beban makanya dia gak pernah benci sama kedua orang tuanya.

"Yudhanta Ali Wicaksono mempunyai arti prajurit perang yang bijaksana. Nenek memberi nama itu supaya Yudha menjadi sosok yang kuat, tidak pernah lelah, dan selalu bijaksana dalam menjalani hidup," ucap nenek Yudha sambil mengelus rambut cucu laki-lakinya yang lagi tiduran di pangkuannya itu.

Yudha senyum dan menggenggam erat tangan kiri neneknya. Hatinya tersayat tapi dia gak nangis sama sekali. Mungkin udah kebal sama rasa sakit yang dia rasain.

Suatu hari, ketika Yudha baru aja pakai seragam putih abu-abu, dia dan neneknya menemukan kabar bahwa kakak Yudha ditemukan mengapung gak bernyawa di sungai yang gak jauh dari rumah mereka. Bukan cuma kakaknya yang kehilangan nyawa, melainkan calon keponakannya yang masih berada di perut sang ibu.

Hati Yudha semakin hancur. Apalagi waktu dia menemukan surat yang ditulis kakaknya di meja belajar. Intinya kakaknya minta maaf karena harus ninggalin Yudha kayak kedua orang tuanya. Kakaknya udah gak sanggup lagi menahan beban yang begitu berat.

Aku gak mau jadi aib keluarga kita yang udah berantakan, Dek. Maaf ya mbak gak pernah cerita. Takut bikin Yudha kecewa.

Tiba-tiba semuanya hitam. Yudha mau nyusul aja rasanya. Tapi lihat neneknya yang sendirian lagi nyiapin dagangan bikin dia mengurungkan niat itu. Dia memutuskan buat cari cara menyembuhkan semua luka yang ada di hatinya. Dan siapa sangka hal tersebut membawanya menemukan takdirnya yaitu masuk jurusan Psikologi dan bertemu sang cahaya, Savina Anjani.

"Permisi, Mas, saya mau tanya. Ruangan BEM sebelah mana ya?" tanya Savina kala itu. Wajahnya berseri dan aura positif yang terpancar membuat Yudha diam beberapa saat.

Baru beberapa detik kemudian Yudha menjawab, "ruangannya ada di lantai tiga. Kamu masuk sampai ketemu tangga terus naik aja ke lantai tiga dan belok kanan. Letaknya di paling pojok."

Savina ngangguk-ngangguk. Dia segera masuk ke dalam gedung Graha UKM setelah mengucapkan terima kasih.

Waktu itu baik Yudha maupun Savina masih belum tertarik satu sama lain. Mereka berdua kayak cuma ketemu orang asing secara gak sengaja buat tanya lokasi suatu tempat doang gitu. Gak ada istilah cinta pada pandangan pertama dan rasa mau ketemu lagi kayak di drama-drama.

BACK TENSION, RELEASE! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang