1: KEADAAN NORMAL

287 28 4
                                    

Satu bulan sebelum kejadian

"NICE SHOOT, MBAK!!!" teriak Alvin di tengah lapangan stadion kampus.

Savina yang baru aja melepaskan anak panahnya tersenyum bangga begitu melihat anak panah yang dia lepaskan mengenai tepat di dalam lingkaran kuning. Lagi-lagi 10 poin berhasil dia cetak.

"Gila! Hampir sempurna loh itu!" puji Alvin gak berhenti-berhenti. Rasanya Savina mau bungkam itu mulut pakai kresek hitam.

Erlan, salah satu teman satu angkatan Savina sekaligus satu UKM, menghampiri cewek itu. Seperti Savina, tangan kanannya memegang busur panah sedangkan punggungnya dihiasi tube yang berisi kurang dari sepuluh anak panah.

"Kebetulan anginnya nyambar pas anak panah lo udah melesat. Kalau enggak, bisa pas di titik hitam," komentar Erlan.

Savina mengangguk setuju. Dia kurang awas sama angin yang dateng tadi. Tapi ya gak masalah. Toh poinnya masih utuh.

Habis Savina tos ke Erlan, cewek itu beralih jadi penonton. Kali ini Erlan yang bakal melesatkan anak panah menuju target yang berada jauh di depan mereka.

"Jangan semangat, Mas. Nyerah aja!" seru Alvin dan gak lama mendapat pukulan dari Savina.

"Ganggu konsentrasi orang aja!"

Alvin nyengir kuda. Detik selanjutnya meneriaki Erlan lagi karena emang sengaja memecahkan konsentrasi Erlan. Gak ada dendam kok, cuma dia gak mau kalah aja hehe.

Alvin tadi udah memanah duluan dan hasilnya tiga anak panahnya ada di bundaran poin 8 dan 9—ada satu yang hampir 10. Sementara Savina satu anak panah di angka sembilan dan dua lainnya di angka 10—meskipun di pinggiran banget.

Eh fyi aja Alvin sama Savina masuk anggota Archery yang paling unggul. Mereka sering mendapatkan poin besar. Poin 10 udah biasa mereka dapatkan.

Masalahnya latihan hari ini agak beda. Mereka sepakat buat mencoba dengan target yang jauh dimana angin sore lagi kencang-kencangnya. Udah gitu targetnya gak kokoh berdiri. Jadi hasil mereka pun lebih rendah dari biasanya.

Satu anak panah Erlan berhasil melesat dan sampai di target warna kuning. Lagi-lagi 10 poin berhasil ia dapatkan. Buat yang kedua pun juga sama. Masih 10 poin meskipun agak minggir dikit. Nah pas yang ketiga nih gila banget.

Tanpa banyak persiapan, Erlan langsung gitu aja melepaskan anak panahnya dari busur—tepat setelah mata kirinya terpejam. Padahal waktu itu angin lagi bertiup kencang sampai membuat dedaunan berguling bebas di atas rumput. TAPI cowok itu mampu membawa anak panahnya terjun di titik hitam di tengah.

TEPAT DI TENGAH TARGET.

"Gila. Lo gila Mas!" pekik Alvin sambil tepuk tangan. Takjub luar biasa dengan kemampuan memanah Erlan yang melebihi atlet itu.

Gak melebihi atlet sih. Kalau melebihi mah dia jadi timnas bukan jadi tukang lukis gini.

"Gimana cara bikin bidikan lo pas di tengah? Padahal anginnya lagi gila?" tanya Alvin penasaran.

Dengan santainya Erlan ngomong, "feeling."

Yehhh males banget jawabannya gak serius gitu.

Tapi habis Savina tanya serius, akhirnya Erlan jawab serius juga.

"Tekniknya sama kayak lo membidik target bergerak. Pastiin kemana arah angin terus dikira-kira aja panah lo sampai di posisi itu butuh berapa lama. Samain jarak anak panah melesat sama target bergerak biar keduanya ketemu di tengah," jelas Erlan panjang lebar. "Terus sisanya pake feeling."

Yaudah iya yang paling pake feeling.

Tapi emang memanah harus dapat feel-nya sih. Kalau gak dapat, bakal susah ngepasinnya. Apalagi kalau ada keraguan dalam hati. Udah lah mending lu main Ludo King aja daripada main panahan.

BACK TENSION, RELEASE! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang