55: 17 DARI KAMI EXHIBITION

112 23 6
                                    

Dari awal Savina menginjakkan kaki ke dalam pameran, dia bisa merasakan auranya Erlan. Seperti sosoknya yang sederhana, Erlan memilih tema minimalis di ruangan cukup luas buat exhibition tunggal pertamanya ini.

Erlan mengangkat tema kejadian lima tahun yang lalu dimana dia dan enam belas orang lainnya harus bertahan dari monster ganas di kampus. Banyak cerita yang dia tuang dalam lukisannya. Setiap lukisan memiliki judul menarik dan deskripsi yang menjelaskan lukisan tersebut.

Suguhan pertama yang Savina lihat adalah sebuah lukisan berukuran besar dimana terdapat tujuh belas orang bersiluet hitam sedang berjejer di bawa langit senja.

17 Dai Kami merupakan judul lukisan tersebut, reflek membuat senyum Savina merekah. Memorinya kembali ke lima tahun yang lalu saat dia berjuang dengan kemampuan bela diri dan archery-nya. Saat dia dipertemukan kembali dengan sosok yang telah lama dia rindukan

Pameran ini saya dedikasikan kepada teman-teman saya yang sudah berjuang bersama.

Selamat datang di dunia penuh perjuangan.

Erlan itu romantis dan Savina tau itu. Lukisannya unik. Sekali lihat kita pasti tau kalau Erlan yang melukisnya. Cara dia memainkan paint brush membentuk gambar yang halus namun detail membuat lukisannya tampak enak dipandang. Ditambah dengan kemampuannya mengharmonisasikan warna pada setiap bagian. Dia lebih suka melukis dengan warna-warna netral dan hasilnya terlihat seperti lukisan vintage minimalis.

Savina menyelusuri lebih dalam lagi. Dia melihat tiga orang—dua cowok dan satu cewek—dengan panahnya lagi bersiap menembak ke sisi yang berbeda. Terlihat seperti dia, Alvin, dan Erlan. Ketiganya menggunakan baju tradisional jawa.

Lucu ya.

"Lihatin apa, Miss?" suara gak asing itu berhasil mengagetkannya.

Savina menoleh dan mendapati Danish yang sedang tersenyum. Pada detik itu, dia langsung memeluk cowok itu untuk melepaskan kangen.

"Apa kabar, Kak?" tanyanya. Krdua matanya berkaca-kaca. Dia kangen berat sama Danish. Terakhir ketemu waktu Danish pamit mau S2 ke USA.

"Good. How about you?"

"As good as you."

Danish pat-pat kepala Savina pelan. Senyumnya mengembang kayak adonan yang dikaish ragi. Dia juga kangen berat sama adik tingkatnya itu. Selama di USA kayaknya dia gak pernah ketemu sama cewek yang senyumnya semanis Savina deh.

Oke. Berhenti sampai disini permisa.

"Erlan belum kelihatan ya?" tanya Danish. Daritadi dia mencari-cari sosok Erlan.

Savina menggeleng. "Terakhir aku chat katanya masih menyambut tamu. Tadi aku disuruh lihat-lihat sendiri dulu sambil nunggu Vera."

"Tamu penting ya?"

Savina mengangguk. "Takashi Murakami. Seniman Jepang yang terkenal itu, Kak."

Wah gila. Erlan kok keren banget dah? Danish gak nyangka ada seniman contemporary art terkenal datang ke pameran ini.

Mereka lanjut ngobrol sambil lihatin semua lukisan. Mulai dari kabar orang tua masing-masing sampai tadi mereka kesininya naik apa.

"Eh aku baru tau kamu sama Alvin se kantor."

"Iya tapi beda profesi. Dia bagian site kalau aku structural. Tapi masih sama-sama engineer."

Alvin bukannya ketemu Savina ya guys. Mereka waktu gak sengaja ketemu di kantor aja kaget padahal posisinya mereka masih nerhubungan baik.

"I'd rather stay in the US. There's no one there to take care of dad's business, Vin."

Kalau Danish gak punya banyak pilihan selain ngurusin perusahaan ayahnya di US. Dia maunya sih balik ke Indonesia dan megang perusahaan induknya. Tapi nanti kalau udah ada yang gantiin dia atau pas ayahnya pensiun.

BACK TENSION, RELEASE! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang