48 - Suicide

226 20 0
                                    

Mohon memberikan dukungannya......







Vero terbangun di sebuah tempat asing, kepalanya sangat pusing mungkin saja efek obat bius yang sudah masuk ke tubuhnya. Wanita itu segera memasang radar waspada karena kamar yang dia tempati jelas-jelas sangat asing. Apakah saat ini dia sedang diculik? Yang jelas Vero yakin ini semua ulah Arvano, siapa lagi pria yang terobsesi padanya selain pria tua setengah sinting itu.

"Kamu sudah bangun? Makanlah jangan sampai kelaparan!"

Arvano datang membawakan sebuah nampan makanan. Pria tua itu terlihat sangat sumringah karena bawahannya bisa bekerja dengan baik. Berbeda sekali dengan dirinya yang tak bisa bekerja dengan baik dan selalu gagal mendapatkan Vero. Obsesinya yang besar pada wanita itu memang membuatnya jadi gelap mata.

"Kamu pikir aku mau makan makanan dari kamu? Bisa aja makanan ini dikasih racun!" Ucap Vero menahan marah.

"Terserah kamu saja asal jangan sampai mati karena aku masih membutuhkan tubuhmu! Berhubungan seks dengan mayat tidak menyenangkan tahu!!"

Arvano menjambak rambut Vero dengan kasar sampai beberapa helainya rontok. Tapi Vero tetap terlihat tegar dan tidak menunjukkan wajah lemah meski dia takut bukan main. Vero bertekad akan melawan Arvano sekuat tenaga meski dia harus mati. Lagipula mati jauh lebih terhormat daripada diperkosa pria sialan macam dirinya.

Arvano melepaskan jambakannnya dan segera pergi dari kamar tersebut. Entah kenapa Arvano pergi meninggalkan Vero padahal selama ini bukankah dia sangat menginginkan wanita itu? Mungkin saja karena pandangan mata Vero yang layaknya seorang pembunuh atau kondisi wanita itu yang penuh luka membuat hasrat Arvano meredup begitu saja.

Sekuat tenaga Vero tidak menyentuh makanan yang dihidangkan meski merasa lapar bukan main. Dia takut ada obat bius dalam makanan itu hingga membuatnya tak sadar diri yang mana bisa saja saat tak sadar Arvano kembali memperkosa dirinya. Vero sangat takut dan mulai menangis... dia juga sangat merindukan Theo dan menggenggam liontin pemberian Theo dengan erat. Hanya benda itu yang membuat dirinya kuat meski dia tak tahu esok atau lusa apakah masih bisa hidup atau tidak.

Vero hanya berharap semua penderitaan ini segera berakhir walaupun dia harus mati. Sudah terlalu lama dia hidup menderita meskipun Vero tak pernah menyesal lahir ke dunia ini karena bisa merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya pada Theo.




**********





Semalaman Theo tak tidur dan menunggu kabar dari kantor polisi. Dia bahkan masih mengenakan kemeja yang sama seperti tadi malam dan menginap di kantornya. Semua pesan dari sang mami Theo abaikan begitu saja. Dia saat ini hanya menginginkan Vero kembali, sungguh dalam hatinya hanya Vero yang dia inginkan. Pekerjaannya yang menggunung Theo abaikan juga meskipun Abraham berkali-kali mengingatkannya bahwa dalam beberapa hari ada kasus yang mesti Theo selesaikan karena sudah masuk meja hijau. Apalah arti semua itu jika orang yang dia cintai tidak ada.

Dia merasa cemas bukan main dan kepalanya terasa mau pecah. Theo saat ini hanya bisa berdoa dan berharap ada sebuah keajaiban, sungguh momen tak biasa seorang pengacara kondang seperti dirinya mau berdoa karena selama ini Theo merupakan sosok yang sekuler. Tak lama ada telepon dari Arkana dan secepat mungkin Theo mengangkatnya, dia berharap ada kabar baik dari kepolisian. Dia takut terjadi sesuatu dengan Vero jika dibiarkan terlalu lama seperti ini.

"Lo udah dapet kabar dimana posisi Vero sekarang?" Tanya Theo tanpa basa-basi.

"Gue cuma mau bilang kalau Arvano udah pindah dari apartemen yang kemarin digeledah sama anak buah gue... katanya mereka juga liat kalau apartemen itu benar-benar bersih dan gada petunjuk apapun" balas Arkana menyesal.

"Ah sial..."

Theo menghempaskan tubuhnya ke sofa dan tak tahu harus bagaimana. Apalagi kalung liontin yang dia berikan untuk Vero pun tak ada tanda-tanda memberikan petunjuk yang berarti. Theo yakin saat ini Vero tengah menangis ketakutan dan membuat Theo semakin tak bisa membiarkan kasus ini berlama-lama.

Tak lama ponsel pria itu berbunyi lagi dan dengan ogah-ogahan Theo mengeceknya. Dia pikir ada yang mengirimnya pesan namun siapa sangka pelacak yang ditanamkan dalam kalung berlian Vero telah memberikan sebuah sinyal. Sontak Theo segera membuka laptopnya dan mencari tahu dimana posisi kalung berlian itu berada. Ternyata kalung tersebut berada di Bogor dan tepatnya di area puncak yang tak padat penduduk. Bahkan lokasinya hampir mengarah ke hutan.. sialan!! Ternyata Arvano hebat sekali tapi Theo tidak akan pernah mau kalah dari bedebah sial itu. Lihat saja hari ini juga dia pasti bisa menyelamatkan Vero! Hingga Theo kembali menghubungi Arkana karena tak mungkin juga dia bisa menyelamatkan Vero seorang diri.

"Lo dan bawahan lo itu sekarang juga datang ke firma hukum gue!"

"Anjir lo gak ada sopan-sopannya!! Masa nyuruh gue kesana sih, lo lupa pangkat gue letnan?"

"Bodo amat nyet sama pangkat lo!! Sekarang juga lo kesini gak pake lama" ucap Theo emosi.

"Iya iya gue sama anak buah gue sekarang kesana"

Theo memutar otaknya dan membuat sebuah taktik yang jenius agar bisa segera membebaskan Vero. Setengah jam kemudian polisi datang ke firma hukum Theo dan mereka berjumlah 10 orang. Tentu saja tim lainnya menunggu di luar dan ditugaskan sebagai pemantau saja.

"Gue udah tahu dimana posisi Arvano, dia ada di bogor dan tepatnya daerah puncak!"

"Oke sekarang kita meluncur kesana tapi tim inti yang jumlahnya 4 orang duluan kesana bareng Theo!" Balas Arkana segera melayangkan perintah.

Tanpa membuang banyak waktu, Theo masuk bersama mobil polisi setelah dia membersihkan tubuh dan berharap-harap cemas. Dia juga memberikan lokasi akurat dimana Vero saat ini supaya mereka bisa bekerja dengan baik. Sepanjang perjalanan Theo memberikan pendapat apa yang harus dilakukan setibanya disana meski bawahan Arkana sedikit tak setuju. Pada akhirnya saat sampai di tempat tujuan waktu sudah sangat malam dan diam-diam polisi yang ditunjuk langsung oleh Arkana masuk ke rumah tua tersebut lewat belakang. Tadinya Theo mau masuk ke rumah itu juga namun dicegah karena ini adalah tugas polisi. Akhirnya Theo duduk di mobil saja dan memantau para polisi.




**************






Vero terpaksa mandi dan mengganti pakaian karena tubuhnya sudah sangat lengket. Dia tidak mau tidur dan hanya duduk di kasur memohon sebuah keajaiban. Tak lama Arvano datang ke kamarnya lagi dan dia mulai memojokkan tubuh Vero. Pria itu mencium Vero dengan paksaan dan leher wanita itu digigitnya sampai berdarah. Arvano hendak memperkosanya lagi bahkan kancing piyama wanita itu hampir semua terlepas. Sambil menangis keras Vero sekuat tenaga menolaknya, jika dia dilahirkan kembali Vero hanya memohon dijauhkan dari bajingan bangsat macam Arvano.

Saat gigitan pria itu semakin turun ke dadanya, Vero melihat di sebelah ada gelas kaca. Sekuat tenaga wanita itu mengambil gelas tersebut dan memecahkannya tepat di kepala Arvano sendiri sampai pria tua itu kesakitan bukan main. Setelah itu Vero segera melepaskan diri dan segera membuka pintu balkon.

"Haha lihatlah kamu tidak bisa pergi kemana-mana jalang sial!!" Ucap Arvano tertawa menyeramkan.

Vero menangis dalam diam dan dia memang tidak punya pilihan. Jika dia lompat maka dia akan mati namun jika diam saja maka Arvano akan memperkosanya lagi. Namun tentu saja wanita itu memilih mati daripada harus mendapatkan trauma tak berkesudahan......

"Kalau begitu aku ucapkan selamat tinggal karena aku memilih mati daripada harus menyerahkan tubuhku padamu Arvano..."

Vero tersenyum puas dan melompat ke bawah, dia berharap saat mati semua penderitaan ini berakhir.......




Bersambung.....

Mr Lawyer Wants MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang