Setelah membersihkan bekas makanan mereka tadi, disinilah sekarang Ara dan Chika. Duduk disudut jendela kamar berbalut selimut di tubuh masing-masing. Kamar yang seharusnya Ara dan Adel tempati menjadi Ara dan Chika.
Saling diam dengan pandangan ke luar jendela. Di temani salju yang masih setia turun dari hari mereka tiba negara ini.
Tadi Chika sudah mau balik ke kamarnya, karena merasa tidak enak berlama-lama dengan Ara, selain karena canggung mereka juga tidak dekat. Tapi karena mendengar perkataan Chika tadi tentang Ashel dan Adel, Ara tidak mengijinkan Chika balik ke kamarnya.
"Udah jam berapa?". Chika meninggalkan ponsel di kamarnya, karena hal yang terjadi dia dengan Ara sewaktu di kamarnya tadi Chika jadi lupa membawa hp nya, karena sebelumnya diburu oleh Ara.
"Jam 12 mungkin". Ara hanya menebak karena dia juga meletakkan ponselnya di nakas jauh dari mereka duduk saat ini.
Terlihat dari keadaan diluar jendela hotel yang tidak terlalu jauh dari jalanan yang ada dibawah sana, karena mereka menetapi lantai 7, jadi masih jelas terlihat keadaan di bawah sana yang sudah mulai sepi.
Hampir sama seperti di Indonesia. Bila di Indonesia ada sebagian kota yang ketika jam 12.00 malam sudah tidak terlihat lagi lalu lalang orang berkeliaran di jam-jam seperti ini.
Nah kalau di Swiss bagian ini bukan karena waktunyanya tapi karena ada badai salju. Bila badai salju turun kebanyakan orang dari negara ini juga akan berdiam dirumah, kecuali ada hari-hari perayaan tertentu yang mengharuskan mereka keluar rumah saat salju turun.
Chika menoleh ke Ara.
"Sebentar". Ara bangun, rupanya dia mengambil hp nya. "Iya jam 12 lewat 6 menit tapi, betul kan gue". Ara tersenyum sendiri.
Chika yang melihat itu jadi terdiam. Pasalnya dia hanya melihat Ara tapi Ara seolah tau kalau Chika seperti tidak yakin dengan apa yg dia ucapkan, sehingga dengan spontan Ara bangun saat tadi Chika menoleh kepadanya.
Padahal memang benar tadi Chika sedikit ragu dengan kalimat Ara, tapi dia tidak mempermasalahkan itu. Atau memang Ara yang terlampau peka.
"Kenapa liatin gitu?" Ara bertanya pada Chika.
Chika langsung membuang wajahnya ke arah lain."Kenapa?". Ara bertanya lagi.
"Gak kenapa-napa".
"Hemm..." Ara hanya berdehem tidak tau mau melanjutkan apa lagi.Ara bangun, dan kembali membawa satu botol minuman ber alkohol tadi dan 2 gelas cangkir kecil.
"Mau?" Ara menawari Chika.
"Takut". Jawaban Chika membuat sebelah alis Ara naik.
"Takut kenapa?" Ara kembali bertanya sambil menuangkan alkohol itu ke gelas miliknya."Gue nyusahin orang kalo mabuk".
"Se nyusahin apa?". Ara masih bertanya lagi, sambil meminum alkohol itu.
"Susah pokonya". Pandangan Chika masih lurus kedepan.Ara yang merasakan sedikit perih di tenggorokannya, berdehem dan batuk-batuk kecil
Chika melihat ke arah Ara. "Kenapa?"
"Hmm" Ara memandangi Chika dengan tangannya yang mengelus leher bagian depannya."Perih dikit, soalnya udah lama gak minum, jadi pengen aja sekarang"
"Kalo gak bisa jangan diminum". Chika menambah ucapannya.
"Bisa kok, cuma udah lama aja gak nyentuh""Ya makanya jangan diminum lagi, udah lama gk minum ya bagus kan, jadi gak perlu diminum lagi". Chika secara tidak langsung terdengar seperti melarang Ara untuk tidak meminum alkohol itu lagi.
Ara jadi menatap Chika. Dia mendengar jelas ada rasa tidak sukaan Chika saat dia minum itu atau perasaannya saja.
"Ehem". Chika berdehem, seperti tersadar dari perkataannya beberapa saat lalu Chika jadi ingin meluruskan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HOPE IS YOU (END)
RandomDia periang tapi tidak senang, dia gembira tapi juga penuh luka. Hanya berbagi kisah bahagia tanpa kesedihan. Menceritakan kasih sayang yang penuh damba. Munafik? menutup kesedihan dengan kebahagiaan? Menunjukkan "Aku kuat aku bisa, ya aku mampu...