Ara sampai di parkiran Apart Chika lebih dulu, baru saja kakinya ingin masuk ke lobby Apart, Ara melihat ada beberapa orang yang sedang berjalan dengan tergesa gesa dan mendorong Strecher Ambulan dengan seorang yang berada di atasnya.
Ara sempat memaku sesaat sebelum seseorang menariknya ikut bersama meraka.
"Fiony". Panggil Ara, yang melihat seorang itu rupanya Fiony.
"Nanti aku jelasin". Ucap Fiony tulus yang menggandeng Ara berjalan bersamanya.
"Naik mobil aku aja Ra, tunggu sini ya aku ambil mobil dulu". Ara mengangguk begitu saja tanpa bantahan. Jiwanya benar benar melayang entah kemana.
Ara sudah berada dalam mobil Fiony. Mengikuti mobil ambulan yang membawa Chika kerumah sakit. Tidak tau entah kenapa Fiony begitu saja menelpon ambulan. Menunggu Ara dan teman temannya takut kelamaan. Jadi Fiony dengan inisiatif sendiri membawa Chika ke RS, takut terjadi hal hal yang tidak di inginkan. Apalagi dia bisa dikatakan akan menjadi saksi jika Ara dan teman temannya mau menuntut si pelaku.
"Maaf aku bawa Chika langsung ke Rs. Aku takut dia kenapa napa". Ada rasa tak enak pada Fiony yang dengan lancang membawa Chika ke rumah sakit. Tapi untungnya Fiony sempat memotret keadaan Chika sebelumnya.
Ara menunduk, mengepal jarinya.
"Terimakasih Fiony". Ucap Ara yang memang tulus.
Ara terdiam lagi. "Siapa dia Fiony?". Tanya Ara setelah diamnya beberapa saat lalu.
"Gak tau Ra, aku gak kenal". Fiony menggeleng, karena memang dia tidak mengenali lelaki biadab itu.
Air mata Ara mengalir lagi.
"Nanti kita minta cctv Apart, kamu tenang aja, aku akan bantu itu". Ucap Fiony seraya membelokkan setir mobilnya ke arah parkiran rumah sakit, mereka telah sampai.
Ara menarik napas lebih dulu kemudian membuka pintu mobil dan berjalan masuk ke rs. Disusul oleh Fiony yang memainkan ponselnya memberitahu Azizi jika Chika sudah dibawa kerumah sakit.
Ara dan Fiony sampai ke IGD. Kembali meremas kesepuluh jemari tangannya, gugup, gelisah, marah bercampur aduk. Kepalanya seakan mau pecah.
Fiony mengusap bahu Ara. "Tenang Ra".
Terdengar langkah kaki dari ujung koridor. Ashel terlihat berada di posisi paling depan. Berjalan sangat cepat dengan hentakan sangat kuat.
"Chika". Lirih Ashel sesaat sampai didepan IGD. Menoleh ke Fiony dan tersenyum. Adel telah menjelaskan pada nya semuanya jika Fiony yang memberitahu tentang ini.
Ashel dengan gontai berjalan ke arah Fiony dan memeluknya. "Makasih Fiony". Fiony tertegun. Semua orang terlihat sangat menyayangi Chika. Sepertinya sudah tidak ada tempat di hati Ara untuk dirinya.
"Aku liat pelakunya, tapi karena aku gak kenal jadi aku gak tau dia siapa". Jelas Fiony.
"Nanti kita minta rekaman cctv nya, ya". Sambung Fiony yang di anggukkan Ashel.
Tak lama Dokter keluar. "Keluarga pasien?". Tanya Dokter.
Ara lebih dulu maju dan berdiri paling depan. "Kita Dok". Ara tak mengatakan dirinya saja. Karena bukan dia saja disini yang dekat dengan Chika tapi teman temannya yang lain juga.
"Pasien sudah sadar, tapi tadi sedikit mengalami ketakutan. Takut menjadi trauma untuknya. Tadi saya mendengar kalau pasien menjadi korban pemerkosaan? Betul?". Tanya Dokter.
Ara mengangguk tak rela. Belum bisa dia terima jika Chika baru saja mengalami pemerkosaan.
"Pasien harus mendapatkan perawatan yang insentif. Apalagi jika ketakutannya itu berlanjut akan bisa mengganggu kejiwaannya juga" Jelas Dokter yang lagi lagi membuat Ara tertunduk. Semua emosi dan kemarahannya sudah menumpuk di dalam kepalanya siap untuk di ledakkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY HOPE IS YOU (END)
AléatoireDia periang tapi tidak senang, dia gembira tapi juga penuh luka. Hanya berbagi kisah bahagia tanpa kesedihan. Menceritakan kasih sayang yang penuh damba. Munafik? menutup kesedihan dengan kebahagiaan? Menunjukkan "Aku kuat aku bisa, ya aku mampu...