"Morning". Ucap Ara yang tengah menonton televisi di ruang tv apart Chika. Melihat Chika yang berdiri di depan pintu kamar dengan wajah bantalnya baru bangun tidur. Sangat menggemaskan.
Chika mendekati Ara duduk di sampingnya dan memeluk Ara erat.
"Kenapa gak bangunin aku?". Suara Chika terbenam dalam pelukan Ara. Chika menghirup dalam dalam aroma yang sangat menyegarkan. Apakah Ara sudah mandi?.
"Kamu udah mandi ya?". Chika mengangkatkan wajahnya menatap Ara yang matanya mengarah ke tv.
Ara menggeleng. Seraya memberi kecupan selamat pagi di pucuk kepala Chika.
"Kok wangi?". Tanya Chika tak percaya.
Ara tertawa kecil. Mengangkat Chika duduk di pahanya.
"Ya gak tau, tadi cuman cuci muka sama gosok gigi aja". Jujur Ara menatap Chika.
"Tadi cuma cuci muka sama gosok gigi aja". Ucap Ara lagi mengusap kedua pipi Chika.
Chika kembali merebahkan kepalanya ke dada Ara. "Kenapa cepet banget bangunnya?". Tanya Chika lagi yang memejamkan matanya kembali.
"Udah jam 9 sayang. Ini udah kesiangan bukan lagi cepet". Ara mengeratkan pelukannya pada Chika.
Chika mendongak melihat lagi Ara yang lebih tinggi sedikit dari padanya. Memegang kedua sisi pipi Ara. Memonyongkan bibir Ara dan memberi ciuman di sana.
"Morning Kiss". Ucap Chika setelah melepaskan ciuman singkatnya itu.
Ara mengerutkan dahinya. "Apa itu tadi? Cepet banget?". Ara mendengus sepertinya tak puas.
Chika tertawa. Mencium sekali lagi bibir Ara dan kemudian melepaskannya. Namun sayang tindakan Ara siapa yang bisa tebak, menahan leher Chika dan memperdalam ciuman mereka lebih intens lagi.
Chika menepuk pundak Ara saat merasa nafasnya sudah di ujung.
"Ara". Chika protes seraya menghirup oksigen banyak banyak.
Ara tetap dengan senyumannya. Mengelap bibir Chika yang sedikit basah olehnya. Bibir Chika benar benar sangat merah alami. Jangan salahkan dia yang tidak bisa melihat itu.
"Ara kebiasaan deh". Chika turun dari pangkuan Ara dan merebahkan tubuhnya di atas sofa dengan kaki yang terjulur naik ke paha Ara. Dengan sigap Ara memijit betis Chika pelan. Chika keenakan dia menutup matanya kembali.
Tak bertahan lama, mata itu terbuka kembali saat mendengar Ara berbicara.
"Aku bentar lagi balik ya". Ucap Ara membuat Chika bangun dan duduk.
Chika menatap Ara dengan bibir melengkung ke bawah.
"Aku kayaknya gak mau di tinggal kamu deh, Ra". Membalikkan tubuhnya menjadi kepala yang dia letakkan di pangkuan Ara. Ara mengusap sayang rambut Chika.
Ara tersenyum. "Terus gimana?". Tanya nya.
Menarik nafasnya panjang, Chika juga tidak tau. Dirinya juga berkerja di Jakarta.
"Mau kerja di kantor aku?". Tawar Ara. Menangkup pipi Chika mencium keningnya beberapa detik.
"Gak semudah itu, lagian aku mau jadi apa di tempat kamu?". Tanya Chika. Dirinya benar benar tidak mau jauh dari Ara. Dia sudah sejatuh itu pada perempuan satu ini.
"Mudah". Ucap Ara enteng. "Aku bilang ke Kak Jinan, mau?". Ara mulai bernegosiasi dengan Chika.
"Kok Kak?". Chika malah fokus ke panggilan Ara ke Jinan, yang notabennya adalah Boss Chika di kantornya.
Ara menunduk melihat raut wajah Chika yang terlipat.
"Ya emang Kak. Kan umur kita gak jauh beda. Sejak perusahaan kamu kerja sama dengan aku, lebih nyaman panggil Kak Jinan dari Bu. Lagian Kak Jinan enjoy2 aja". Jelas Ara pada Chika.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY HOPE IS YOU (END)
RandomDia periang tapi tidak senang, dia gembira tapi juga penuh luka. Hanya berbagi kisah bahagia tanpa kesedihan. Menceritakan kasih sayang yang penuh damba. Munafik? menutup kesedihan dengan kebahagiaan? Menunjukkan "Aku kuat aku bisa, ya aku mampu...