44

1K 105 12
                                    

Chika menatap ponselnya yang ada di tangannya. Seharusnya malam ini Ara sudah sampai di Jakarta. Ingin menghubunginya tapi dia masih malu.

Nomor Ara yang dia dapat dari Ashel. Tentunya Chika belum mempunyai nomor ponsel Ara.

Masih tidak menyangka apa yang terjadi pagi tadi. Dia dan Ara telah bersatu kembali bukan? Benar benar Chika tidak bisa menebak apa yang ada di pikiran Ara. Dia yang tenang dan tanpa kata itu tadi pagi telah mengubah duninya secepat kilat.

Pipi itu bersemu lagi sampai ke telinganya yang sudah ikut memerah ketika mengingat itu kembali. Tak tau telah berapa banyak dia tersenyum hari ini.

Tengah asik dengan rasa bahagianya itu, sebuah nomor dari Indonesia menghubunginya. Tanpa pikir panjang Chika mengangkat panggilan tersebut.

Tak ada yang memulai percakapan. Chika menatap layar ponselnya, masih terhubung tapi tidak ada suara dan mematikannya langsung. 

Chika mendengus, orang iseng mana malam tengah malam begini berani menghubunginya, mengganggu waktu kesenangannya saja.

Merebahkan tubuhnya jadi terlentang, ponselnya berdering lagi. Chika berdecak saat melihat nomor tadi.

"Hallo. Ini udah malam, kalo mau iseng besok aja". Chika yang hendak mematikan ponsel itu lagi jadi terdiam saat mendengar deheman dari seberang sana.

seperti pribahasa, Pucuk dicinta ulam pun tiba.

Baru dehemannya saja Chika sudah hafal itu suara siapa. Jantungnya langsung berpacu sangat kencang mengalahkan balap kuda di area pacuan kuda.

"Ara?". Sebut Chika pelan.

Terdengar dehaman lagi dari sana. Chika menjauhkan ponselnya sebentar dari wajahnya dan menelengkup kan wajahnya kebantal. Dia berteriak di bawah sana menyalurkan rasa bahagianya yang tiada tara.

Dia jatuh cinta lagi bahkan berkali kali pada pemilik suara yang ada di seberang sana. Menormalkan kembali sikapnya dan meraih ponselnya itu lagi.

Chika yang berdehem. "Udah sampe ya?". Tanya Chika gugup.

Ara hanya mengangguk saja, meski Chika tidak dapat melihatnya, dia tetap melakukannya. "Iya". Sangat singkat jawab Ara.

"Udah bersih bersih belum?". Tanya Chika lagi, menunjukkan rasa perhatiannya.

Ara, lagi lagi hanya berdem saja. Entah kenapa dia jadi gugup dan mlau sendiri saat berbicara dengan Chika. Teringat apa yang dia lakukan tadi di Bandara pada Chika dengan menciumnya serta memakai kannya Cincin, itu diluar rencannya.

Tidak tau kenapa dengan spontan, Ara meraih benda itu yang selalu dibawanya kemana pun dan langsung memasangkannya pada Chika. Dia takut kejadian dulu terulang kembali. Jadi saat dikira Ada kesempatan, Ara langsung melakukannya.

Apa bisa itu dikatakan sebuah lamaran? Ah tapi tidak ada persiapan sama sekali dan terkesan sangat tidak romantis. Sepertinya dia harus mereka adegan ulang tindakannya itu.

"Kenapa hhem hhem aja dari tadi? Kamu sakit?". Chika bersuara lagi saat Ara tidak berkata apapun ketika dia menanyakannya, hanya hem hem saja.

Ara menggeleng, dan saat sadar Chika tidak akan melihatnya diapun menjawab.

"Aku malu". Suara Ara terdengar sangat pelan di sana.

Chika berbalik menjadi menyamping dengan ponsel masih setia di pipi kirinya.

"Malu kenapa?". Tanya Chika yang sedikit tidak habis pikir dengan pikiran Ara barusan. Terus yang tadi di Bandara, Ara tidak malu? Chika meraba lagi pipinya yang memanas kembali saat mengingat ciuman singkat tapi panas mereka tadi.

MY HOPE IS YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang