27

667 66 12
                                    

Disini sekarang Chika berada di dalam mobilnya. Membentur kan kepalanya berkali kali di setir mobil itu. Sungguh Chika merasa bersalah pada Ara. Harusnya dia tidak perlu berucap seperti tadi. Tapi Ara benar benar menguji kesabarannya. Maafkan dirinya yang belum bisa mengimbangi keadaan Ara.

Tersulit emosinya begitu saja. Chika juga sedang tidak baik baik saja sebenarnya. Namun lebih baik dia memendam itu. Biarkan dirinya di katakan munafik kerana mengatakan Ara yang memperlihatkan kalau dirinya kuat namun ternyata lemah. Chika tidak jauh beda dari itu juga.

Bahkan tekanan nya berasal dari keluarganya sendiri. Terlahir menjadi anak tunggal ternyata tidak membuat Chika bahagia. Beban yang dia pikul jauh dari yang seharusnya.

Pagi tadi saat Chika selesai dari kamar mandi. Dia lagi lagi mendapat telpon dari Mamanya menyuruh Chika pulang kerumah karena ingin membahas masalah pernikahannya.

Hari ini sepertinya Chika ingin sendiri dulu. Tidak ingin menjumpai siapa siapa apalagi Ara, takut dirinya terlibat adu mulut lagi dengan.

*

Setelah Chika pergi dengan kemarahannya, Ara tak bergeming barang sedikit pun dari tadi. Dia masih tidak percaya apa yang terjadi tadi. Ucapan Chika menusuk dadanya. Dia mulai takut jika Chika pergi meninggalkannya. Ara sendiri tadi tidak tau kenapa dia seperti itu. Menyebabkan Chika marah dan meninggalkannya.

Apakah sebegitu keras kepala dan egois dirinya? Ara sudah menelpon Chika tetapi tidak ada jawaban dari sana. Ara sungguh cemas. Kepalanya bercabang sekarang. Takut akan Mamanya dan satunya lagi Chika.

Adel dan Azizi masih di dekat Ara. Mereka juga kasihan melihat Ara seperti ini. Ara benar benar kacau. Sedari tadi hanya diam saja sembari menatap ponselnya itu.

Ara berdehem, akhirnya dia bersuara. "Mama gimana Zee?". Ara melirik Azizi yang rebahan di sofa.

"Masih sama aja, belum ada perkembangan". Jawab Azizi tengah memainkan ponselnya. Ada pesan masuk di ponselnya Azizi, itu dari Chika.

"Ara gimana Zee?". Tanya Chika di seberang sana.

"Ngelamun aja dari tadi, diam dia". Zee menjawab seraya melirik Ara yang memang masih dalam kondisi seperti tadi.

"Titip Ara ya Zee. Gue gak tau tadi gue kelepasan ngomong gitu. Gue minta maaf ke kalian juga. Gue gak bermaksud apa2. Mungkin gue belum terbiasa dengan keadaan Ara".

"Tenang Chik, Gue ngerti kok, aman itu".

"Thanks Zee, tolong jagain Ara ya".

"Oke". Setelah balasannya itu, Azizi tidak mendapatkan balasan lagi dari Chika.

Terdengar suara dari Ara. "Chika marah banget sama gue kayaknya". Ara menunduk. Padahal di saat saat seperti ini dia sangat membutuhkan wanita itu. Tapi dirinya sendiri malah mengacaukan semuanya. Jika seperti ini tidak ada yang mampu bertahan dengan dirinya.

Adel yang mendengar itu juga tidak tau harus berkata apa.

"Udah lah Ra, fokus sama kesehatan lo dulu dan Mama lo. Tentang Chika, tenang aja gua bisa jamin dia baik baik aja dan gak bakal tinggalin lo". Adel mencoba menyemangati Ara.

"Gue takut". Lirih Ara

"Azizi, Adel datang menghampiri Ara dan memeluknya dengan kuat serta menggoyang goyangkan badan Ara.

"Seorang Ara takut? Gak banget". Adel berkata di barengi dengan tawa ke tiganya.

"Gue sayang banget sama kalian, sumpah". Ucap Ara dalam tangisnya yang sudah tertawa juga sekarang.

"Ihh jijai gua". Seru adel bersamaan dengan Azizi.

*

Terhitung sudah dua hari Chika tidak berjumpa dengan Ara. Hanya mendengar kabar Ara dan Mama Ara dari Adel dan Azizi. Dan Malam ini Chika sudah berada di kediaman orang tuanya. Dirinya ingin menyelesaikan permasalahan itu secepatnya. Chika masuk, di dalam sudah ada Mamanya, Mama Rian dan si bre brengsek Rian itu juga, minus hanya papanya yang bahkan tidak perduli tentang ini sama sekali.

MY HOPE IS YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang