"Kalian tau nyokap Chika kabur anjr, gak keliatan batang hidungnya. Bahaya banget wanita tua itu, sumpah. Gue kasihan sama Chika". Azizi merasa sedikit kasihan pada Chika, meski perbuatannya tempo hari tidak bisa di tolerir tapi Chika tetap bagain dari mereka.
"Kanape lo tiba tiba ngomongin Chika? Kangen Lo?". Tanya Ashel yang sedang menyeruput minumannya.
Azizi mengangguk. "Gue kangen makian dia tau, biasa tiap kita ngumpul tu nenek sihir ngintilin lo mulu, sekarang udah kagak ya?". Ucap Azizi lesu.
"Ih, tau Marsha lo kangenin Chika habis lo". Ucap Ashel lagi.
"Kangen doang apa salahnya". Sanggah azizi membela diri.
"Kangen doang apa kangen masa2 suka lo ke dia?".
Azizi membulatkan matanya, bangun dan kemudian mengapit Ashel dengan keteknya. Sambil melirik Ara yang ada di sampingnya.
"Gak gitu ya Shel, Lo bener2 ya mulut lo lemes banget, sumpah. Gak gitu Ra". Azizi bergedik ngeri melirik Ara saat Ara menegakkan punggungnya.
Azizi berdehem. "Siapa sih yang gak suka liat Chika, mulus, cantik langsing, semampai". Azizi malah mendeskripsikan personal Chika. Tapi niatnya hanya ingin meluruskan biar tidak ada kesalahpahaman diantara mereka.
"Gak, gua shock aja dikit. Chika bilang dia nolak lo terang terangan karena dia gak suka cewek tapi sama Ara gak ada alasan apapun anjir, langsung iya aja". Ashel sudah tertawa melihat wajah merah Azizi.
Ya, Azizi dulu memang menyukai Chika sebelum dirinya mengenal Marsha. Tapi melihat bagaimana Chika menanggapinya dan sering mencacinya membuat Azizi mundur 1000 langkah.
Ara mendengar semua perkataan Azizi dan Ashel tanpa ekspresi. Ternyata Azizi sempat menaruh hati kepada Chika. Padahal Azizi kaya dan juga sangat menawan. Kenapa Chika tidak tertarik?. Ara menggeleng kepalanya tidak ingin memikirkan hal yang menyangkut Chika lagi. Tidak penting baginya.
Suasana menjadi hening gara gara Ashel tadi.
Azizi berdehem lagi. "Maaf Ra, gue gak bermaksu-". Azizi seketika terdiam saat Ara bangun.
"Bukan urusan gue". Ara pergi begitu saja menuju kasir.
"Udah gue bayar, kalian gak mau balik?". Suara Ara yang jauh agak sedikit kencang.
"Balik lah, ya kali kita jalan kaki". Adel berlari ke arah Ara.
"Azizi yang gak mau balik Ra, katanya dia jalan kaki aja". Ashel tertawa lagi yang langsung berlari lebih dulu menuju pintu keluar.
Azizi berjalan menyamakan langkah dengan Ara. "Lo marah Ra?". Ucap Zee.
Ara melirik Azizi di sampingnya. "Untuk?".
"Soal Chika tadi". Azizi menggaruk tengkuknya.
"Lo mau? Ambil gih, murah tuh kayaknya dia". Ucap Ara yang membuat Azizi ternganga tidak menyangka ternyata Ara juga bisa berucap pedas.
"Gue udah ada Marsha asal lo tau".
Ara hanya mengangkat bahunya. "Yakali lo butuh cadangan, bisa kali dia". Ara tersenyum remeh.
Adel mendengar penuturan Ara hanya diam saja. Ara, ucapannya mulai kasar pada Chika. Memang yang dirasakan Ara kini tidak bisa di anggap remeh. Tapi Adel juga tidak membenarkan semua ucapan Ara untuk Chika yang menurutnya kelewatan.
Adel juga tau, pasti Chika yang melakukan itu tidak dengan kesadaran penuh. Chika terlanjur sakit hati dengan tindakan Ara yang meninggalkannya tiba tiba.
Adel melirik Ashel yang sudah terdiam. "Kenapa sayang". Tanya Adel.
"Mulut Ara pedas banget. Aku tau Chika salah, tapi Ara gak harus merendahkan Chika kayak gitu. Aku tau kayak apa Chika. Dia ngurung diri seminggu setelah apa yang dia lakukan itu". Ashel menunduk.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY HOPE IS YOU (END)
De TodoDia periang tapi tidak senang, dia gembira tapi juga penuh luka. Hanya berbagi kisah bahagia tanpa kesedihan. Menceritakan kasih sayang yang penuh damba. Munafik? menutup kesedihan dengan kebahagiaan? Menunjukkan "Aku kuat aku bisa, ya aku mampu...