7

836 81 2
                                    

Ara akhirnya balik dari persembunyiannya beberapa menit lalu. Setelah kejadian yg sungguh sangat tidak mengenakkan tadi bersama Adel dia memilih untuk pergi. Dan sekarang dia kembali dikarenakan banyak panggilan di ponselnya dari teman-temannya yang menyuruh dia untuk balik ke kamar lagi.

Ara duduk bersila bersama dengan yang lain. Dengan makanan yang sudah tersedia.

Niatnya hari ini mereka akan check out dari hotel ini dan akan mencari tempat nginap baru dan pastinya lokasi wisata yang baru.

Namun sayang harus diurungkan niat itu dikarenakan badai salju yang menutupi jalan dan tidak ada satu mobil travel pun yang beroperasi hari ini. Mau tidak mau mereka harus menunggu esok dan semoga sudah kembali normal lagi.

Sarapan pun selesai. "Jadi sekarang kita mau ngapain?". Pertanyaan Azizi mengubah suasana.

"Apa ya?". Adel mengelus dagunya sambil memikirkan sesuatu rencana. Semuanya saling memikirkan hal apa yang cocok dilakukan saat ini. Tiba suara dering ponsel terdengar. Chika lebih dulu bangun dari duduknya dan mulai bernjak. Itu bunyi dering ponsel Chika.

"Guys bentar ya". Chika keluar dari kamar itu dan mengangkat teleponnya dia koridor depan pintu kamar.

"Ya". Suara Chika terdengar. 

"Gak tau, belum tau dan bukan urusan kamu".

"Ya itu hak kamu, aku juga udah bilang berapa kali jangan hubungi dan ganggu aku lagi".

"Terserah, sebarkan, maluin seperti yang kamu bilang itu lakukan sesuka hati lo, SAMPE LO PUAS. Terdengar nada suara Chika yang mulai tinggi.

Terdengar balasan lagi dari sana.

"OK". Panggilan terputus oleh Chika.

Chika kemudian berjongkok didepan pintu kamar. Menaruh sepasang tangan depan wajah. Sepertinya di menangis. Sungguh dia sekarang sedang menghadapi masa lalunya yang menjadi penyebab dia menjadi seperti ini. Padahal itu semua juga bukan karena dirinya. Dia dijebak.

Chika masuk melirik teman-temannya yang malah sedang bercanda satu sama lain. Dia tengah meliat Ashel yang merengek dan sepertinya ulah Adel. Terlihat dari Ashel yang sedang menjambak rambut Adel sangat erat sambil sedikti menggoyang-goyangkannya.

"Adel setan, resek banget kamunya, jahat banget". Tapi Adel yang malah tertawa sambil tangannya juga menggenggam tangan Ashel di rambutnya.

"Sakit Shel, bercanda aku tuh, lepas ya". Ashel malah semakin menarik rambutnya yang kini disusul dengan pukulan yang bertubi-tubi dibahunya.

"Biarin rontok sampek botak"

"Emang kamu mau kalo nanti aku botak?".

"Enggak".

"Makanya lepas sayang". Setelah sesaat Adel mengucapa kalimatnya itu. Semua teman-temannya menatapanya

"Jadian kalian? huuuu tai, kagak bilang-bilang". Ya, semalam setealh perang yang terjadi diantara mereka akhirnya Ashel menerima Adel. Suara Azizi lebih dulu terdengar, kemudian melempar sendal kamar ke arah Adel.

"Baru semalam loh". Adel melihat Ashel yang sudah menghilang dari sampingnya yang kini sudah berada diatas kasur dan menutup tubuhnya dengan selimut. Tampaknya dia malu dengan apa yang terjadi sekarang. Kenapa Adel dengan mudah bicara seperti itu dan tidak malu. Masalahnya dia lah yang malu sekarang.

"Gua mager banget". Suara Zee terdengar. Sayang aku mager banget".

"Terus?". Marsha menjawabnya.

"Balik kamarnya aja yuk, aku mau rebahan aja seharian ini, tunggu malam kalo cuacanya bagus kita keluar jalan-jalan dekat-dekat sini aja". Mau gak kalian guys?". Azizi bertanya pada yang lainnya. 

MY HOPE IS YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang