Mi'a Wa Thalathah

7 0 0
                                    

Kebahagiaan yang dirasakan kana dan juga aga setelah merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang pertama , ternyata berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan winda dan keluarganya , bahkan si winda ini benar – benar tidak bisa merasakan kebahagiaan yang dirasakan kana , aga dan juga keluarga mereka berdua .

Lima bulan setelah dipulangkan dari rumah sakit PrIH setelah menerima dan menjalani perawatan psikologi selama beberapa minggu , kondisi anak bungsu ustad aris dan ustadzah retni yang merupakan pemilik pesantren Ash – Shiddiq ini bukan membaik , malah semakin memburuk , si anak bungsu dari empat bersaudara ini semakin sering melamun .

Tapi di hari ini , tepatnya beberapa menit sebelum adzan subuh dikumandangkan oleh salah satu santri senior di pondok pesantren . mendadak pondok pesantren Ash – Shiddiq ini gempar dan heboh karena terdengar suara teriakan yang berasal dari rumah pasangan pemilik pesantren ini

Alasan kenapa teriakan heboh yang berasal dari salah satu kakak iparnya winda ini terdengar menggema sampai ke asrama santri putri ini , adalah karena si perempuan ini memberanikan diri membuka pintu kamar untuk membangunkan adik iparnya untuk bangun dan bersiap shalat .

Sedetik setelah istri dari kakak sulungnya winda ini membuat kegemparan , ustadzah retni yang merupakan mertuanya pun segera keluar dari kamar utama dan mendatangi kamar winda , sesampainya beliau disana , beliau juga histeris saat melihat winda terbaring diatas ranjang tidak bernyawa dan berlumuran darah dengan pisau ditangan kanannya .

Ustad aris yang baru saja selesai memimpin pelaksanaan shalat tahajjud ini pun bergegas pulang kerumah , tanpa sempat memimpin zikir dan doa , si pemilik pondok pesantren ini setelah mendengar teriakan histeris yang berasal dari rumahnya . hengkangnya si pemilik pondok pesantren ini segera diikuti oleh ketiga anak laki - lakinya ini .

" ada apa umi sama hulfa teriak – teriak ? " si ustad yang belum tahu kalau putri bungsu tersayangnya sudah meninggal karena bunuh diri pun segera bertanya setelah mengucap salam

" winda bi , winda udah gak ada " dengan suara yang sesenggukan , ustadzah retni berkata dan menarik tangan suaminya untuk memasuki kamar winda yang selama tiga bulan ini tidak pernah bisa dibuka , karena selalu dikunci dari dalam oleh si pemilik

" udah gak ada gimana ? bukannya dia gak kemana – mana ? " sembari mengikuti langkah istrinya ini , ustad aris bertanya , seketika ustad ini terdiam seribu bahasa saat memasuki kamar anak bungsunya ini .

Dengan kaki yang bergetar , ustad aris mendekati tubuh winda yang tergeletak diatas ranjang dalam kondisi tidak bernyawa . awalnya pemilik tunggal pondok pesantren Ash – Shiddiq ini sama sekali tidak percaya dengan penglihatannya . tapi setelah si ustad ini memeriksa kondisi anak bungsunya ini , beliau merasa badan winda sudah dingin .

Bukan cuma ustad aris dan keluarganya saja yang menyaksikan pemandangan mengerikan seperti ini di subuh hari ini , tapi juga beberapa pengurus masjid yang juga ikut shalat tahajjud , ditengah suasana yang kacau , salah satu abang kandung winda dengan cepat menghubungi pihak rumah sakit terdekat untuk segera mengirimkan ambulans .

Kehadiran ambulans di pesantren Ash – Shiddiq di jam empat lewat di subuh hari ini , menimbulkan jeritan tertahan dari beberapa santriwati yang kebetulan asrama mereka berada didekat rumah si pemilik pesantren ini , tidak cuma kedua mobil van itu saja yang berada didepan rumah pemilik pesantren ini , tapi ada juga mobil polisi disana .

Tepat setelah shalat subuh selesai dilaksanakan , para santri dan santriwati pondok pesantren Ash – Shiddiq ini bubar dan kembali ke asrama untuk bersiap ikut melakukan shalat jenazah untuk mendiang winda , sedangkan pihak keluarga mendiang winda dengan terburu – buru , mereka menjahit beberapa puluh meter kain kafan .

Selagi petugas medis mengurusi jenazah winda , polisi dengan segera memasang garis polisi di sekitaran rumah ustad aris dan ustadzah retni ini . adanya garis polisi yang berwarna kuning dan melintang mengelilingi kediaman sederhana dan berlantai satu ini membuat semua santri dan santriwati ini menjadi bertanya – tanya .

Jeritan tertahan kembali keluar dari mulut para santriwati ini , ketika mereka melihat empat petugas medis mendorong brankar yang diatasnya terdapat tubuh jenazah winda yang sudah kaku , satu petugas kepolisian membawa beberapa barang bukti , seperti pisau dapur , sampel darah dan satu botol obat anti – depresan .

Samar – samar mereka mendengar salah satu petugas medis ini berkata pada ustad aris

" sebelum kami bawa jenazah anak bapak kerumah sakit , kami ingin bertanya apakah bapak bersedia kalau jenazah putri bapak kami autopsi ? " tanya si petugas medis ini pada ustad aris yang sampai sekarang masih bungkam , karena laki – laki ini masih shock dan tidak percaya atas apa yang menimpa putri bungsunya ini .

" bawa saja pak , kami juga ingin tahu apa yang terjadi pada winda " bukan ustad aris yang bertanya , melainkan si sulung , abang pertama winda ini dengan berat hati mempersilakan jenazah adiknya di utak – atik oleh pihak rumah sakit

" baik , terima kasih , kalau begitu , bisa saya minta nomor ponselnya pak ? biar saya bisa mengabarkan hasil autopsinya kalau sudah keluar nanti " sembari berkata seperti itu , si petugas medis ini pun mengeluarkan ponselnya .

Tidak butuh waktu lama untuk laki – laki berseragam biru ini mendapatkan nomor si ustad ini , setelahnya mereka semua berpamitan , perginya ambulans dan mobil polisi dari depan rumah pemilik pesantren ini tentunya menimbulkan pertanyaan tersendiri di benak para santri dan santriwati ini .

Awalnya mereka mengira kalau kematian winda memang karena sudah waktunya , tapi kemunculan kedua pihak yang belum pernah sekalipun datang ke pesantren ini mematahkan spekulasi awal mereka , mereka yakin kalau meninggalnya winda bukan karena memang sudah waktunya , tapi karena ada hal lain .

Meskipun saat ini jenazah winda sedang dibawa kerumah sakit untuk di autopsi , pihak keluarga tetap mempersiapkan segalanya , mulai dari kain kafan , wewangian , area untuk memandikan jenazah dan segalanya , kecuali kuburan , mereka berencana menggali kubur setelah jenazah winda dikembalikan .

" kok jenazah ning winda dibawa ke rumah sakit ? bukannya ning winda meninggal biasa aja ? " tanya salah satu santriwati sembari berjalan bersama teman – temannya menuju salah satu ruangan yang ada di gedung sekolah yang berada di sebelah kanan masjid , tidak butuh waktu lama untuk para santriwati ini membahas masalah ini

" ntar kita juga tau sendiri , tapi kayaknya sih ya , ning winda bunuh diri , soalnya kalo gak bunuh diri , gak bakal ada polisi , dibunuh juga gak mungkin " sahut santriwati lain yang juga menyimak pembicaraan ini sambil menunggu ustadzah yang akan menyimak setoran hafalan Al – Qur'an mereka pagi ini .

Sementara itu , tepatnya di ruangan autopsi rumah sakit umum yang lokasinya tidak jauh dari pesantren ini , seorang dokter forensik sedang melakukan autopsi terhadap jenazah winda , beliau juga menghubungi dokter kareena karim , karena keluarga winda mengatakan kalau winda sempat dirawat oleh dokter non – muslim ini selama tiga minggu lamanya .

Dokter forensik dirumah sakit ini tidak harus menunggu lama , karena dalam waktu satu jam , kareena karim yang berprofesi sebagai dokter spesialis kejiwaan dan trauma ini sudah datang . melalui berkas ini , dokter kareena ini bisa tahu siapa dokter terakhir yang menangani winda setelah dibawa pulang kerumah oleh keluarganya .


My Boss My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang