"Gimana tadi, Mas? Dia beneran Clarissa?" Tanya Sarah dengan hati-hati. Dia baru berani menanyakan ketika Arka sudah selesai mandi dan sudah akan beristirahat.
"Hm," Arka hanya bergumam malas. Dia terlalu muak jika harus membahas mengenai semua hal tentang perempuan itu.
Setelah selesai mandi, Arka merebahkan tubuhnya tengkurap di atas ranjang. Bukan hanya fisiknya yang lelah, namun pikirannya pun tak kalah lelah. Pikirannya seolah berkelana entah kemana.
"Kamu capek?"
Sarah yang baru keluar dari kamar mandi sudah di sambut dengan pertanyaan dari Arka.
"Nggak terlalu, kenapa?"
"Bisa tolong pijat saya?" Meski pada awalnya ragu untuk meminta tolong, namun akhirnya Arka tetap menyuarakan keinginannya. Pundaknya terasa pegal dan dia butuh bantuan Sarah untuk meringankan tubuh lelahnya. Beruntungnya kali ini Areksa sudah tertidur, jadi dia bisa meminta tolong pada Sarah sebentar. "Badan saya pegal."
Sarah mengangguk, "Boleh. Sebentar ya."
Sarah segera menghampiri Arka, dia mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang.
"Yang mana?"
"Pundak dulu." Ujar Arka sembari memegang pundaknya yang terasa berat.
Sarah menurut, dia lekas memijat pelan pundak Arka. "Capek banget ya?"
"Hm." Gumam Arka merespon. Matanya spontan memejam menikmati pijatan Sarah. "Lebih kuat lagi."
Lagi-lagi Sarah menurut. Dia sedikit menguatkan pijatannya lebih dari sebelumnya.
"Tenaganya jangan terlalu diforsir, Mas. Ada kalanya butuh istirahat." Sepulang kerja pukul lima sore, tak jarang juga suaminya itu masih lembur hingga larut. Dia yang hanya melihatnya saja rasanya lelah dan penat. "Kerja itu di kantor, kalau di rumah ya istirahat. Mas Arka sering banget loh di rumah masih kerja. Saya yang cuma lihatin aja kerasa banget capeknya."
Tanpa sadar Sarah berbicara panjang lebar menasihati Arka. Nalurinya sebagai seorang istri yang tidak ingin melihat suaminya memforsir tubuhnya membuatnya mengeluarkan kecerewetannya untuk pertama kalinya di depan suaminya sendiri.
"Mau bagaimana lagi, kalau tidak dikerjakan ya semakin menumpuk."
Benar juga, apapun yang ditunda, akan semakin menumpuk di esok hari. Tapi, setidaknya Sarah tidak ingin Arka lupa diri hingga membuat tubuhnya sendiri tersiksa. "Setidaknya jangan lupa sama kesehatan Mas Arka sendiri."
"Iya, terimakasih perhatiannya." Tak bisa dipungkiri, Arka merasa dihargai atas perhatian Sarah padanya, sesuatu hal yang tidak pernah dia dapatkan dari siapapun kecuali ibunya, dan sekarang Sarah-istrinya. Dua perempuan yang berarti bagi hidupnya.
Tak terasa beberapa menit berlalu. Sangking menikmatinya, Arka sampai tidak sadar sudah berapa lama Sarah memijatnya.
"Sudah," Arka bangun dari posisinya menjadi terduduk dengan kaki menyilang.
"Mau gantian?" Arka memperhatikan wajah Sarah yang sepertinya sudah menahan kantuk.
"Hm?" Gumam Sarah tak paham, "Apanya?"
"Pijatnya." Ujar Arka memperjelas, "Kamu mau saya pijat juga?"
••••••••
Oek oek oek
Spontan Sarah mendorong dada Arka, melepaskan tautan bibirnya ketika mendengar suara tangisan Areksa. Dengan tergesa, dia turun dari ranjang dan berlari menuju baby box Areksa.
"Anak Mama kenapa nangis, hm?" Sarah mengambil Areksa kedalam gendongannya, berusaha menenangkan Areksa dengan memberinya ASI.
Sedangkan Arka terkejut luar biasa. Kepalanya nyaris menghantam kepala ranjang akibat dorongan Sarah yang cukup kuat. Mungkin sedikit kuat lagi, dia akan benar-benar terbentur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
General FictionSarah Arabella Risty adalah gadis rantau dari desa. Selama bertahun-tahun dia hanya hidup berdua dengan sang Ibu. Sedangkan Ayahnya telah tiada sejak dia duduk di sekolah dasar. Hidup di kota besar dengan bermodalkan ijazah SMA bukanlah hal yang mud...