Bukan hanya soal masak-memasak yang Sarah ambil alih dari pekerjaan para pelayan. Tapi juga soal keperluan Arka semuanya dia yang akan mengurus, termasuk soal pakaian. Menurutnya, semua keperluan dan kebutuhan Arka tentu menjadi tanggungjawabnya. Sarah tidak ingin melimpahkan tanggungjawab yang seharusnya tugasnya kepada orang lain. Selagi dia bisa, dia akan melakukannya.
Hal itu tentunya mendapatkan teguran dari sang suami. Arka tidak mengijinkannya sebab suaminya itu takut terjadi apa-apa dengan anak mereka seandainya dia kelelahan karena banyak beraktivitas berat.
Sarah tau pasti seberapa kapasitas tubuhnya. Dia tidak sebodoh itu untuk sengaja membahayakan bayinya. Melakukan aktivitas seperti itu adalah hal biasa semasa dia ngekost dulu. Jadi, jika hanya mencuci dan menyetrika bukanlah apa-apa.
Sarah hanya perlu memasukkan pakaiannya dan pakaian Arka kedalam mesin cuci, lalu sembari menunggu dia bisa duduk-duduk santai. Dan saat menyetrika pun dia melakukannya dengan duduk. Jadi, hal itu sama sekali tak membuatnya lelah.
Untuk saat ini, setidaknya Sarah ingin melakukan sebagaimana tanggungjawabnya sebagai istri. Mungkin saat nanti dia melahirkan, dia belum tentu bisa melakukannya lagi karena pastinya dia akan di sibukkan dengan mengurus anaknya.
"Mas Arka mau di buatkan kopi?" Tawar Sarah ketika dia sudah selesai menata pakaian Arka ke dalam lemari. Suaminya itu seperti tengah mengerjakan pekerjaannya, terbukti dengan laki-laki itu yang berkutat dengan laptop sejak selesai makan malam.
Sejenak Arka menghentikan aktivitasnya, "Boleh, kalau kamu merasa tidak di repotkan."
"Sebentar ya."
Sarah melangkahkan kakinya keluar untuk turun ke bawah menuju dapur. Tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikannya, Sarah kembali naik ke atas untuk mengantarkan kopinya.
"Silahkan, Mas."
Arka melirik Sarah yang meletakkan kopinya di meja depannya, "Apa kamu keberatan kalau malam ini kamu tidur di sini?"
Mendadak Sarah terdiam, tidak menduga kalau Arka secara gamblang memintanya untuk tidur di sini.
"Kalau kamu keberatan-"
"Nggak kok, Mas, nggak keberatan."
Sudah beberapa kali berada dalam satu kamar membuat Sarah mulai membiasakan diri. Dia tidak perlu khawatir Arka akan berbuat macam-macam, sebab sejauh ini Arka tidak melakukan apapun selain tidur. Kontak fisik pun hanya sekedar mengelus perutnya ketika suaminya itu menginginkannya. Ah sekarang Sarah tau, alasan Arka menginginkannya tetap di sini pasti karena dia ingin mengelus perutnya seperti yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.
Sarah menjatuhkan tubuhnya, duduk di pojok sofa panjang yang Arka duduki. Dia belum mengantuk, hingga dia memilih memainkan ponselnya sembari menemani suaminya bekerja, barangkali ini bisa membuat mereka terlibat lebih banyak interaksi.
"Ya ampun," Tanpa sadar Sarah mengeluarkan suaranya di tengah keheningan yang melingkupi.
Arka sontak menoleh, "Kenapa?"
"Mama kasih info di grup katanya Mbak Gistara baru saja keguguran." Jelas Sarah memberitahukan kalau kakak iparnya–istri dari kakak suaminya itu baru saja keguguran.
Spontan Sarah mengelus perutnya sendiri, "Pasti sedih banget."
"Di rawat di rumah sakit mana?"
"Belum tau, nanti coba saya tanya Mama."
"Kita ke sana besok."
Tanpa ragu Sarah mengangguk. Bagaimanapun juga mereka semua sudah menjadi keluarga. Dalam keadaan apapun, harus ada satu sama lain, termasuk ketika tengah di landa kesedihan seperti saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
Ficção GeralSarah Arabella Risty adalah gadis rantau dari desa. Selama bertahun-tahun dia hanya hidup berdua dengan sang Ibu. Sedangkan Ayahnya telah tiada sejak dia duduk di sekolah dasar. Hidup di kota besar dengan bermodalkan ijazah SMA bukanlah hal yang mud...