44

38.4K 3K 260
                                    

"Jadi benar, selama ini mereka membodohiku?"

Seorang laki-laki yang berdiri di depan Regio mengangguk, "Begitulah berdasarkan informasi yang saya dapatkan, Tuan."

Dari luar, Regio tampak tenang, namun jauh di dalam hatinya emosi begitu menggelora dalam dirinya. Rasanya dia ingin menghabisi semua orang berperan membohonginya selama ini.

"Kenapa baru kamu dapatkan informasi sepenting ini sekarang?"

"Maaf, Tuan." Laki-laki yang merupakan orang kepercayaan Regio menundukkan kepalanya, "Mereka benar-benar menyembunyikan fakta ini baik-baik, sehingga sangat sulit mendapatkan kebenaran ini."

Benar, bukan hal mudah untuk mengulik informasi terkait kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Orang dibalik kecelakaan itu benar-benar merancang skenario hingga membuat kesalahpahaman dan dendam tidak berdasar.

Regio mengangguk singkat. "Keluar."

Sepeninggalan orang kepercayaannya, tangan Regio terkepal erat sampai kulit tangannya berdarah lantaran tertancap oleh kukunya sendiri.

"Sialan!"

••••••••

"Makasih ya, Ma, udah mau direpotin buat jaga Areksa."

Terbangun di malam yang sudah larut menjadi sebab Sania memutuskan menginap tadi malam. Dia memutuskan akan pulang pagi ini setelah sarapan.

"Iya, nggak papa, santai aja." Sania memutar bola matanya malas, entah sudah berapa kali sejak kemarin Sarah mengucapkan terimakasih padanya. "Kamu ini kayak sama siapa aja. Jangan sungkan-sungkan dong, Areksa juga kan cucu Mama."

Sarah terkekeh, "Iya, Ma."

"Yaudah, Mama pulang dulu ya. Takut dicariin Papa." Ujarnya diakhiri dengan kekehan geli.

Sarah menganggukkan kepalanya setelah sampai di depan mobil ibu mertuanya yang sudah ditunggu oleh sopirnya. "Hati-hati ya, Ma."

Setelah mobil ibu mertuanya menghilang dari pandangannya, barulah Sarah kembali memasuki rumahnya dan langsung menuju meja makan yang masih ada Arka di sana.

"Ada apa, Mas?" Tanya Sarah ketika menyadari raut wajah Arka yang terlihat serius dengan tangannya yang berkutat dengan handphone-nya.

Arka mendongakkan kepalanya, lantas menggeleng, tangannya meraih kopi yang masih tersisa setelah, lalu menyesapnya. "Aku berangkat sekarang."

"Loh, nggak dihabiskan dulu sarapannya?"

"Aku buru-buru, ada sedikit masalah di kantor." Ujar Arka sembari memakai jasnya yang semula masih dia sampirkan pada kursi meja makan.

"Ooh, yaudah hati-hati ya, jangan ngebut bawa mobilnya." Sarah memejamkan matanya sejenak ketika bibir hangat Arka menyentuh keningnya.

"Iya,"

Sarah menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan suaminya yang tergesa-gesa. Entah apa masalah yang tengah terjadi, dia hanya berharap semuanya akan selesai tanpa membuat suaminya kesulitan mengatasinya.

••••••••

Di tengah kesepian yang selalu menjadi kebiasaan hari-harinya, Sarah dibuat sumringah ketika mendapatkan kabar bahwa teman-teman butiknya akan datang. Dengan semangat empat lima, dia meminta Bibi dan beberapa pelayan untuk menyiapkan jamuan, sekedar cemilan dan makanan.

"Woah, gede banget rumahnya. Nggak perlu olahraga ini mah kalau mau langsing, tinggal keliling rumah aja pasti langsung turun berat badan."

Sarah terkekeh mendengar Tari-temannya yang berlebihan dalam memuji rumahnya.

Wedding Accident Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang