22

58.7K 4.2K 138
                                    

Arka dan Sarah tiba di rumah sakit tempat kakak iparnya di rawat saat pukul setengah empat sore. Arka sengaja pulang lebih awal dari kantor karena sudah berjanji pada Sarah untuk pergi ke rumah sakit bersama.

Ketika memasuki ruang rawat Gistara, ternyata di dalam ada beberapa orang, termasuk ibu dari Gistara dan juga Mama Sania.

"Permisi," Sarah tersenyum ketika kehadirannya menarik perhatian mereka yang ada di dalam.

"Eh, Arka, Sarah." Gistara tersenyum pada Sarah yang baru datang, "Silahkan masuk."

Sarah menyalami ibu Gistara dan juga ibu mertuanya serta suami Gistara. Setelahnya, dia berjalan mendekat ke arah Gistara, sedangkan Arka, dia mendudukkan tubuhnya di sofa yang berada di ruang rawat Gistara, tepatnya berada di sebelah Raka yang juga tengah duduk di sana.

"Saya bawa buah buat Mbak Gistara." Sarah meletakkan paper bag ke atas meja nakas sebelah brankar.

"Ya ampun, jadi ngerepotin kamu. Makasih ya."

"Saya turut berduka dengan apa yang menimpa Mbak Gistara dan Mas Raka, semoga Mbak Gistara bisa kuat dan ikhlas ya."

"Terimakasih, Sarah. Saya sedang berusaha mengikhlaskan."

"Saya yakin, ada sesuatu istimewa yang akan Mbak Gistara dapatkan sehingga Tuhan mengambil salah satu hal berharga dari Mbak Gistara." Ujar Sarah meyakinkan.

Gistara tersenyum mendengar kata-kata penyemangat dari Sarah, "Aamiin, semoga Tuhan cepat menggantinya kembali."

Tatapan Gistara jatuh pada perut membuncit Sarah, ada keinginan memegang dan mengelusnya, "Boleh saya pegang perut kamu?"

Sarah menganggukkan kepalanya, "Silahkan, Mbak."

Gistara tersenyum, dengan antusias dia memegang perut Sarah, "Usianya sudah berapa bulan?"

"Lima bulan lebih, Mbak."

"Pasti nggak sabar menunggu dia lahir ya."

Sarah terkekeh kecil, "Benar, Mbak. Rasanya sudah nggak sabar."

"Ngeyel banget sih kamu Kak?! Kan udah aku bilang kalau tukang martabaknya belum-eh," Ucapan secepat kereta dari seseorang yang baru membuka pintu berhasil mengejutkan semua orang. Laki-laki itu seketika menghentikan ucapannya ketika menyadari ada orang lain di dalam. "Maaf, kelepasan."

Tatapan laki-laki itu mengedar, menatap satu persatu orang di sana dengan cengiran khasnya. Kemudian sesosok orang mampu membuat matanya melebar. "Loh, Mbak Sarah?" Ketika memandang perempuan yang berdiri di dekat brankar, laki-laki itu segera mendekat.

Seketika Sarah tersenyum kikuk, "O-oh, hai,"

"Mbak Sarah kenal sama kakakku?" Tanya laki-laki itu tak menyangka.

"Jevan, kamu kenal sama Sarah?" Tanya Gistara pada laki-laki yang dia panggil Jevan, yang tak lain adalah adiknya.

Laki-laki yang bernama Jevan itu mengangguk, "Pernah waktu itu aku nggak sengaja nyerempet Mbak Sarah, terus kenalan deh."

"Mbak kemana aja sih? Aku cari di tempat kerja katanya udah resign."

Dengan senyum manisnya laki-laki itu memandang perempuan di depannya, dua detik kemudian senyum itu luntur saat matanya tak sengaja menatap perut yang seperti orang tengah ... hamil?

"Mbak kok hamil?"

Gistara seketika melebarkan matanya, "Jevan,"

"Mbak udah nikah?" Jevan sama sekali tak memperdulikan teguran dari sang kakak.

Sarah mengangguk kaku, dia tak mengira kalau laki-laki yang berusaha dia hindari dari beberapa bulan yang lalu ternyata adalah adik dari kakak iparnya.

Tingkah Jevan tentu saja menarik kebingungan pada orang-orang yang ada di sana.

Wedding Accident Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang