"Sebenarnya lusa saya ada pekerjaan di luar kota."
Kini mereka berdua tengah berada di ruang keluarga. Arka tengah mengerjakan pekerjaannya dengan duduk bersila di bawah, sedangkan Sarah duduk di sofa sembari menonton televisi.
"Oh, ya? Berapa hari, Mas? Nanti saya bantu menyiapkan barang-barang Mas Arka selama di sana."
"Belum tau pasti, tapi mungkin satu minggu lebih?" Balas Arka ragu, dia memang belum mengetahui pasti kapan pekerjaannya selesai di luar kota.
Sarah mengangguk paham, "Berangkatnya lusa?"
"Tapi saya nggak bisa ikut."
Kening Sarah mengernyit samar, sebelum dia membuka mulut untuk bertanya, Arka terlebih dahulu berbicara. "Dalam keadaan seperti ini, tidak mungkin saya meninggalkan kamu jauh-jauh. Apalagi saya di sana tidak sebentar."
"Tapi pekerjaan Mas Arka juga penting, kan?"
"Saya sudah bicara dengan Mas Saka. Dia paham posisi saya, jadi dia mengijinkan saya untuk tidak ikut ke sana."
"Saya yakin kalau Mas Saka bisa menangani pekerjaan yang di sana."
"Pasti pekerjaannya cukup banyak ya sampai membutuhkan waktu lebih dari satu minggu? Dan kalau Pak Saka menanganinya sendiri, apa nggak terlalu lama selesainya?" Bukan bermaksud menyuruh Arka pergi ke luar kota, hanya saja, Sarah tidak ingin menghalangi pekerjaan dan tanggungjawab Arka pada perusahaan.
"Dia nggak sendiri, ada sekretarisnya dan juga sekretaris saya. Setidaknya, mereka berdua bisa membantu Mas Saka."
"Lagipula, ada Mbak Selina juga yang menemani Mas Saka. Pasti dia lebih semangat di sana."
"Ooh, jadi ada Mbak Selina juga?"
Arka mengangguk pelan, tangannya masih sibuk mengetik laporan-laporan perusahaan di laptopnya, "Mana mungkin dia bisa jauh-jauh dari istrinya."
Sarah mengangguk-anggukkan kepalanya, "Mereka memang couple goals."
Arka hanya bergumam sebagai respon. Dia kembali memfokuskan diri pada pekerjaannya.
"Leher belakang Mas Arka luka?" Kening Sarah mengernyit begitu matanya tanpa sengaja melihat tiga garis luka memanjang yang memerah pada tengkuk suaminya. Dia bisa melihat dengan jelas lantaran posisi duduknya di atas, sedangkan Arka di bawah.
Tangan Arka spontan memegang tengkuknya, lantas dia berdehem pelan, "Bukannya ini karena kamu?"
"Hah?"
Arka melirik Sarah sekilas, lalu pandangannya kembali pada laptop di depannya. "Kamu lupa kemarin malam–"
"Okay, cukup." Begitu tau arah pembicaraan Arka, buru-buru Sarah menghentikannya sebelum dia benar-benar akan dibuat malu. "Saya nggak tau."
"Karena kamu terlalu menikmati." Balas Arka asal.
Sarah melebarkan kedua matanya terkejut, "Mas, saya–"
"Saya paham, tidak perlu dijelaskan." Potong Arka cepat.
Sarah hanya mampu menggerutu dalam hati. Niatnya tidak ingin memikirkan kejadian kemarin malam, namun sepertinya pembicaraan mereka kali ini mengarah ke sana.
"Bukan seperti yang Mas Arka katakan, saya hanya berusaha belajar dengan kewajiban saya." Benar-benar sial, dengan membahas hal sensitif baginya, kepala Sarah menjadi berputar-putar lantaran terbayang mengenai kemarin malam.
"Saya tau." Arka berdiri dari duduknya, dia lantas berganti posisi dengan duduk di sebelah Sarah dengan laptop yang dia letakan di atas pangkuannya. Matanya melirik Sarah yang tengah memukul kepalanya sendiri dengan pelan. Sepertinya karena fokus pada dirinya sendiri, Sarah tidak menyadarinya yang sudah berada di sebelahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
Narrativa generaleSarah Arabella Risty adalah gadis rantau dari desa. Selama bertahun-tahun dia hanya hidup berdua dengan sang Ibu. Sedangkan Ayahnya telah tiada sejak dia duduk di sekolah dasar. Hidup di kota besar dengan bermodalkan ijazah SMA bukanlah hal yang mud...