"Ini kamar kamu, kamar saya ada di sana." Arka menunjuk pintu kamar yang berada di sebelah kamar Sarah yang saat ini dia tunjukkan pada sang pemilik.
Sejak dua minggu menjelang acara pernikahannya, Arka resmi membeli rumah ini sebagai rumah yang akan dia dan Sarah tempati. Rumah yang terdiri dengan tiga lantai ini baru saja selesai dibangun di kawasan perumahan yang cukup strategis di tengah-tengah ibu kota. Begitu selesai dibangun, Arka langsung membelinya sebab tanpa melihat lebih dalam pun dia langsung menyukainya.
Rumah yang sebelumnya, Arka sudah menjualnya dari lama. Dia tidak butuh lagi rumah yang menyimpan kenangan buruk untuknya.
Sarah menganggukkan kepalanya, dia tak masalah jika harus pisah kamar. Karena dia juga masih sedikit was-was jika harus satu kamar dengan Arka.
"Terimakasih."
"Kamu bisa panggil saya kalau membutuhkan sesuatu." Arka meninggalkan Sarah menuju kamarnya setelah mengatakan itu.
Mengingat soal rumah ini yang lumayan besar, Arka sudah mengambil beberapa pelayan yang dulu pernah bekerja di rumahnya untuk dia pekerjakan lagi di sini.
Seperti janjinya pada ibu mertuanya, Arka akan berusaha menjaga Sarah. Dia akan membuat Sarah nyaman dengan lingkungannya. Salah satunya dengan cara pisah kamar. Arka menyadari kalau karena kejadian itu pastinya Sarah tidak mau berada satu kamar dengannya, maka dari itu dia memutuskan memberi Sarah kamar yang berbeda. Namun masih berada di dekat kamarnya.
Selain karena takut Sarah tidak nyaman, Arka juga belum bisa satu kamar dengan perempuan yang menurutnya masih begitu asing. Dia juga masih terkejut dengan kejadian ini, dia belum bisa melakukan hal-hal seperti suami istri normal lainnya. Setidaknya untuk saat ini Arka masih belum terbiasa. Namun dia yakin kalau suatu saat entah kapan dia pasti akan terbiasa. Istilahnya dia hanya butuh waktu untuk menerima kejadian yang tiba-tiba ini. Lagipula membangun kepercayaan lagi bagi orang-orang tidak semudah itu. Dia harus benar-benar memberikan kepercayaannya pada orang yang tepat agar tidak mudah untuk di manfaatkan oleh orang lain lagi.
Soal tanggungjawabnya sebagai suami dan calon ayah, Arka tidak akan melalaikannya. Dia akan bertanggungjawab sepenuhnya pada Sarah dan anak mereka.
••••••••
Sarah menatap kamarnya yang begitu luas. Tempat tidur yang dulunya sempit kini berganti dengan tiga kali lipatnya. Bahkan dia rasa untuk berguling-guling ke kanan kiri tidak akan membuatnya terjatuh.
Selain ranjang yang luas, ada juga dua sofa besar berhadapan dengan satu meja di tengahnya. Ada juga meja rias yang lumayan besar beserta kursinya yang empuk. Di setiap sisi tempat tidur ada meja nakas yang bisa digunakan untuk meletakkan sesuatu.
Pandangan Sarah beralih ke pojok ruangan, ada satu pintu yang berhasil mengundang rasa penasarannya.
Begitu di buka, terdapat beberapa lemari besar dan kecil yang masih kosong. Sepertinya ini di buat untuk ruangan pakaian dan juga ruang ganti.
Sarah kembali menutup pintunya, lalu kembali berjalan menyusuri luasnya kamar. Kamarnya ini terletak di lantai dua, jadi dia bisa melihat bagaimana halaman luar dan samping rumah ini melalui balkon kamarnya.
Setelah puas menyusuri kamarnya, Sarah mendudukkan tubuhnya di ranjang. "Aku harus menganggap apa semua ini? Keberuntungan atau justru kesialan?"
Sedetik kemudian Sarah menggelengkan kepalanya, "Aku nggak bisa menganggap ini keberuntungan karena ini jelas merugikanku."
"Tapi ini juga nggak bisa di sebut kesialan. Rasanya terlalu kejam kalau aku menganggapnya seperti itu."
"Mungkin lebih tepatnya kesialan itu di tujukan untuk kejadian malam itu. Kalau untuk kehadiran anakku bukan sebuah kesialan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
Ficción GeneralSarah Arabella Risty adalah gadis rantau dari desa. Selama bertahun-tahun dia hanya hidup berdua dengan sang Ibu. Sedangkan Ayahnya telah tiada sejak dia duduk di sekolah dasar. Hidup di kota besar dengan bermodalkan ijazah SMA bukanlah hal yang mud...