Sudah lebih dari empat jam Sarah menunggu pembukaan bertambah yang kini masih berada di pembukaan enam. Semakin lama kontraksi pada perutnya semakin intens, namun nyatanya pembukaan belum lagi bertambah. Segala upaya sudah Sarah lakukan dari jalan-jalan ringan sampai berkali-kali menaikki gymball, tapi sepertinya anaknya masih ingin berlama-lama di sana.
Awalnya dari pembukaan satu sampai tiga, Sarah benar-benar tidak menyadari, dia kira itu hanya kontraksi biasa lantaran belum waktunya dia melahirkan. Kurang lebih masih ada delapan hari lagi sampai waktunya hari perkiraan lahir. Namun ketika kontraksi itu semakin terasa, dia segera menghubungi Arka dan memintanya segera membawanya menuju rumah sakit.
Ketika sampai di sana, Sarah cukup terkejut karena ternyata dia sudah berada di pembukaan tiga. Rasa bahagia begitu memenuhi hatinya, artinya dalam kurun waktu beberapa saat lagi dia akan bertemu dengan bayinya yang sudah dia nanti-nanti. Tapi sepertinya Sarah lupa, melahirkan tidak akan semudah itu. Untuk sampai dari pembukaan tiga menuju pembukaan enam, dia membutuhkan waktu empat jam yang menurutnya sangat-sangat lama. Hingga kini, untuk mencapai pembukaan lengkap, dia tidak tau harus merasakan sakit sampai berapa lama lagi. Rasanya dia tidak sanggup lagi untuk sekedar menggerakkan tubuhnya.
"Butuh berapa jam lagi untuk sampai di pembukaan lengkap?" Sarah bertanya dengan lemas. Keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuhnya. Sungguh, rasanya benar-benar menyiksa.
"Sabar ya, anak kita pasti tidak ingin lebih lama membuat ibunya kesakitan." Arka menggerakkan pelan gymball sembari mengelus-elus perut Sarah, seolah lewat usapan itu dia ingin menenangkan anaknya yang berada di dalam sana.
Sarah meremas kuat-kuat kedua bahu Arka, air matanya menetes karena kontraksi pada perutnya. "Sakit sekali."
"Lampiaskan rasa sakit kamu pada saya." Pinta Arka lembut. Meski tidak mengurangi rasa sakitnya, tapi setidaknya Sarah bisa puas dengan membuatnya merasakan hal yang sama.
"Anak Papa sudah nggak sabar ya ketemu Papa dan Mama?" Arka bergumam di depan perut Sarah, tangannya masih setia mengelusnya di sana. "Tapi, Papa minta tolong jangan buat Mama kesakitan ya."
"Saya nggak sanggup, Mas." Lirih Sarah dengan mata terpejam kuat.
"Sarah, jangan bilang seperti itu. Saya yakin kamu pasti bisa, demi anak kita, ya?" Arka berusaha menenangkan Sarah, dia tau pasti tidak mudah untuk melewati ini, tapi dia yakin Sarah bisa. Dia sangat berharap keduanya sehat dan selamat sampai selesai persalinan nanti.
Meski tak yakin, namun Sarah mengangguk, "Mas Arka sudah menghubungi Ibu?"
"Saya sudah menyuruh Pak Hilman menjemput Ibu."
Tak lama kemudian terdengar suara pintu yang dibuka, begitu menoleh, ada Mama Sania yang datang bersama Kania.
"Sayang, gimana keadaannya?" Tanya Sania khawatir.
"Ma ... sakit."
Sania memeluk Sarah yang masih terduduk di gymball, tangannya mengusap air mata sang menantu yang kian mengalir, "Tenang ya, Mama yakin kamu pasti bisa."
Sarah menggeleng pelan, dia tau melahirkan itu sakit, tapi ketika tiba dia merasakan, dia tidak bisa mendeskripsikan lagi rasa sakit yang teramat ini.
Sarah mencoba menarik nafasnya guna meminimalisir kontraksi yang kian intens, tangannya mengusap perutnya pelan, "Sayang, kalau sudah mau keluar tolong cepat-cepat ya, Mama dan Papa sudah tidak sabar menanti kamu."
"Kira-kira hari ini atau besok ya Ma lahirannya? Kontraksinya sudah terasa sekali, tapi masih berada di pembukaan enam."
"Mama rasa, dalam beberapa jam ke depan cucu Mama sudah lahir." Sania berusaha memberikan jawaban yang bisa membuat Sarah semakin semangat, "Harapan Mama, semoga bisa secepatnya pembukaan lengkap supaya kamu tidak terlalu lama merasakan sakit."

KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
General FictionSarah Arabella Risty adalah gadis rantau dari desa. Selama bertahun-tahun dia hanya hidup berdua dengan sang Ibu. Sedangkan Ayahnya telah tiada sejak dia duduk di sekolah dasar. Hidup di kota besar dengan bermodalkan ijazah SMA bukanlah hal yang mud...