17

60.1K 3.6K 91
                                    

"Maaf, lupakan-"

"Boleh, kok." Sarah segera memotong ucapan Arka sebelum laki-laki itu menyelesaikannya. Dia lantas bangun dari posisi tidurnya, lalu mengubahnya menjadi menyandar pada kepala ranjang.

Sejenak mereka berdua sama-sama terdiam, sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Arka yang berusaha mencerna apa yang terjadi, sedangkan Sarah tengah berusaha bersikap biasa saja, yang sebenarnya dalam hatinya merasa tidak bisa tenang.

Arka buru-buru mengembalikan kesadarannya sebelum Sarah mengubah posisinya kembali. Dia menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat dengan posisi Sarah bersandar, tangannya terulur menyentuh perut Sarah yang terlapisi dengan gaun tidur.

Arka merasakan darahnya berdesir hebat kala tangannya sudah sepenuhnya menyentuh perut istrinya. Ada perasaan yang menggebu-gebu seakan tak sabar menanti kehadiran anaknya lahir ke dunia.

Tidak hanya menyentuh, secara naluri tangannya bergerak mengelusnya pelan. Kepalanya dia condongkan agar lebih dekat dengan perut istrinya.

"Hai, sehat-sehat di sana, ya." Mulut Arka terasa gatal jika dia hanya terdiam. Dia ingin mengajak anaknya berbicara. Dia ingin menemani pertumbuhan dan perkembangan anaknya meski masih di dalam perut.

Berbanding terbalik dengan Arka yang tampak mengelus perutnya dengan tenang, Sarah nyaris tidak bernafas akibat terlalu menahannya karena tindakan Arka yang tidak dia prediksi sebelumnya.

"Lahirlah dengan selamat, kami di sini sudah menunggu."

Belum cukup sampai di sana, rasanya Sarah ingin pingsan ketika Arka mencium perutnya setelah laki-laki itu menyelesaikan percakapannya dengan sang anak.

Arka melirik wajah Sarah yang tampak terdiam dengan raut wajah yang sepertinya terkejut. Lantas dia menjauhkan tubuhnya setelah dia bubuhkan kecupan untuk anaknya di sana.

Sulit bagi Arka berinteraksi dengan anaknya karena interaksinya dengan Sarah tidak sedekat itu. Maka dari itu, ketika dia mendapatkan kesempatan hari ini, tak perlu berpikir jauh untuk mengelus, mengajak berbicara, bahkan mencium anaknya. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada di depan mata.

"Terima kasih."

Sarah mengangguk kaku. Dia masih berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi. Kejadian yang cukup mengejutkan. Namun kenapa dia justru merasa nyaman? Elusan tangan lembut Arka pada perutnya membuatnya sejenak merasakan kantuk. Tapi kantuk itu seketika menghilang karena laki-laki itu menggantinya dengan sebuah kecupan di sana. Rasanya, Sarah tidak ingin elusan itu berakhir. Bolehkan dia berharap Arka melakukannya lagi?

Mereka masih berada di posisi yang sama. Posisi yang masih berdekatan, dengan pemikirannya masing-masing.

"Apa kamu keberatan seandainya saya mau pegang perut kamu lagi?" Sepertinya Arka harus menyampaikan apa yang ingin dia katakan. Kesempatan tidak datang dua kali. Dia ingin menjadi saksi pertumbuhan dan perkembangan anaknya, termasuk ingin mengelus-elusnya setiap saat.

Sepertinya mereka merasakan hal yang sama. Mereka sama-sama nyaman dengan apa yang baru saja terjadi. Sarah nyaman karena sepertinya calon anaknya di dalam sana pun menginginkan ayahnya untuk mengelusnya. Arka pun nyaman karena dengan itu, dia bisa merasa dekat dengan anaknya. Bukankah tidak ada jawaban lain bagi Sarah selain menjawab 'ya'?

Tapi bukan menjawab dengan suara, Sarah menjawabnya dengan gelengan kepala yang masih terasa kaku. Sepertinya dia tidak sadar kalau sedari Arka menyentuh perutnya, dia sama sekali tidak bergerak. Efek dari tindakan Arka benar-benar menimbulkan gejolak luar biasa.

Arka tersenyum tipis, dia bergerak ke posisi semula. Lalu memejamkan matanya meninggalkan Sarah yang masih terdiam membisu.

Setelah cukup lama terdiam, Sarah membuang nafasnya kasar. Ayolah, kenapa dia hanya terdiam seperti patung? Apa yang Arka pikirkan tentangnya atas responnya yang bisa dikatakan berlebihan?

Wedding Accident Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang