25

81.2K 4.7K 130
                                    

Pekerjaan Arka hari ini lumayan banyak, dia terlalu malas untuk keluar hanya sekedar makan siang. Maka dari itu, dia lebih memilih menghubungi sang istri untuk membawakan makan siang untuknya ke kantor.

"Bawa apa?"

"Ada banyak," Sarah mengeluarkan satu persatu lauk dari kotak makan yang dia bawa, "Ada daging, ayam, cumi, jamur sama tumis sayur."

"Banyak sekali."

Sarah terkekeh kecil, dia memang sengaja memasak banyak menu lantaran dia juga menginginkannya. Apalagi ini kali pertama Arka sendiri yang menyuruhnya datang mengantar makan siang, dia harus memberikan yang terbaik. Rasanya tidak mungkin jika dia membawanya hanya sedikit. "Cemilannya saya tadi buat martabak telur sama puding cokelat."

Arka menerima kotak makan yang sudah Sarah siapkan dengan berbagai macam lauk di dalamnya.

"Kamu sudah makan?"

Sarah mengangguk, "Sudah, tadi sempat nyicip sedikit."

"Nyicip?"

"Iya, waktu masak suka nyicip sedikit-sedikit, waktu lauknya sudah matang keburu kenyang jadinya." Memang benar, entah kenapa Sarah sudah kenyang sendiri melihat masakannya saat sudah matang semua. Seolah rasa lapar yang dia rasakan selama memasak lenyap begitu saja dengan rasa bangga karena dia berhasil menyelesaikan masakannya dengan rasa yang luar biasa.

"Itu bukan makan namanya."

"Sama saja." Sarah tersenyum tipis menanggapi. Melihat suaminya lahap memakan masakannya juga membuat rasa bangga tersendiri pada dirinya. Tidak sia-sia dia berkutat lama di dapur.

"Makan lagi sekarang, ini masih banyak."

Sarah menggeleng pelan, "Nanti saya bisa makan di rumah. Saya bawakan ini memang untuk Mas Arka."

Secara naluri, Arka menggerakkan tangannya menyuapkan sesendok tepat di depan mulut Sarah. "Setidaknya jangan sampai telat makan."

Sarah yang mendapatkan perlakuan ini secara tiba-tiba, mendadak mematung. Matanya memandang sendok di depannya dengan kening yang mengernyit.

Tidak mendapatkan respon dari Sarah, Arka memberikan kode agar Sarah menerima suapannya. Setelah itu barulah Sarah membuka mulutnya.

"Mau saya suapi?" Tanya Arka setengah menyindir.

Sarah menguyah makanannya pelan, bibirnya tersenyum kikuk, "Em, s-saya bisa makan sendiri."

Dengan canggung, Sarah mulai ikut menikmati makan siangnya.

"Kamu suka di pancing, ya?"

"Hm?" Sarah mendongakkan kepalanya, dia hampir saja tersedak mendengar pertanyaan tidak jelas dari Arka. Apanya yang di pancing? Dia bukan ikan.

Arka hanya mengedikkan bahunya, dia terlalu lapar untuk banyak bicara. Pekerjaannya dari pagi tanpa henti benar-benar menguras tenaga dan pikirannya.

Tak lama kemudian, suara deringan dari ponsel menginterupsi sepasang suami istri itu. Segera, Sarah mengambil handphone-nya dari dalam tas ketika menyadari suara itu berasal dari dalam tasnya.

Senyum Sarah melebar ketika membaca nama yang tertera di atas layar handphone-nya. Panggilan berupa video call, begitu menggeser tombol hijau, Sarah sudah di hadapkan dengan wajah sang ibu yang tersenyum di sana.

"Halo, Ibu."

"Halo, Nak." Di seberang sana, Farah tersenyum melihat anaknya. "Nggak lagi di rumah ya?"

"Enggak, Bu. Sarah lagi di kantor Mas Arka." Sarah menyorotkan kameranya ke arah Arka, "Kebetulan kami sedang makan siang."

Arka menatap kamera Sarah dengan kikuk, "Selamat siang, Ibu."

Wedding Accident Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang