37

59.1K 3.9K 104
                                    

Arka melempar tubuh Clarissa dengan kasar. Amarah serta dendam yang telah lama berusaha dia kubur, seolah kembali menggelora dalam dirinya.

"Arka sayang, kenapa kamu jadi kasar sih?" Clarissa yang sudah tidak menggunakan penyamarannya itu meringis ketika tubuhnya di lempar ke lantai kotor dengan kasar.

Arka berdecih, merasa jijik lantaran namanya di sebut oleh perempuan tidak tau diri ini. "Brengsek! Menjijikkan!" Dia lantas memundurkan langkahnya guna memberikan Saka kesempatan untuk maju ke depan.

"Belum puas bermain-main denganku?" Saka menundukkan tubuhnya menjadi berjongkok di depan perempuan yang sudah tersungkur itu.

Clarissa terkekeh sinis, "Tentu saja belum, sayang." Tangannya hendak meraih wajah Saka, sebelum itu Saka terlebih dahulu menyentaknya.

"Kendalikan tanganmu sebelum aku memotongnya!" Bentak Saka keras. Dia kembali berdiri, menjaga jarak agar tubuh sucinya tidak tersentuh oleh bakteri kotor.

Lagi-lagi Clarissa tertawa, seolah tidak ada ketakutan sedikit pun meski dia sudah kembali tertangkap. "Kalian tidak mengingat apa yang telah kita lalui dulu?"

"Sebelum kalian membenciku, kalian pernah menjadikan aku wanita yang berarti di hidup kalian."

Arka dan Saka sama-sama mengepalkan kedua tangannya. Kenyataan itu, benar-benar menjijikkan. Rasanya mereka ingin membenturkan kepalanya keras-keras agar ingatan menjijikkan itu hilang dari kepalanya.

"Ah iya, kalian juga-"

"Sepertinya aku perlu memotong lidahmu agar mulut kotormu tidak bisa bicara menjijikkan lagi." Terdengar santai, namun Saka mengucapkannya dengan penuh penekanan.

"Silahkan," Tantang Clarissa dengan berani.

Tangan Saka yang terkepal kuat semakin kuat ketika tidak mendapat ketakutan sama sekali di wajah perempuan itu. Kebalikannya, wajahnya justru seolah menantangnya.

"Aku tidak pernah main-main, Clarissa!" Saka meraih pisau yang sedari tadi berada tak jauh darinya.

Clarissa mengangguk-anggukkan kepalanya, "Apa kamu pikir aku juga main-main?"

"Sebenarnya apa lagi tujuanmu, hah?!" Saka melempar pisaunya kasar sebelum dia benar-benar kehilangan kendali. Dia sudah berjanji pada istrinya agar tidak melakukan pembunuhan lagi. Setidaknya tidak dengan tangannya sendiri. Dia masih mempunyai puluhan bahkan ratusan bodyguard-nya yang bisa menggantikannya membasmi tikus menjijikkan ini.

"Apa perlu aku jelaskan kembali?" Wajah Clarissa berubah menajam, "Aku benci kalian semua. Kalian menghancurkan hidupku!"

Saka terkekeh keras, "Apa otakmu tidak bisa berfungsi?"

"Kamu hancur, karena ulahmu sendiri!" Lanjut Saka penuh penekanan.

"Semua gara-gara istrimu!" Teriak Clarissa dengan dikuasai emosi.

Secepat kilat, Saka maju ke depan, tangannya langsung bergerak mencekik leher Clarissa dengan emosi yang menguasai diri. "Jangan pernah sekalipun menyalahkan istriku atas kesalahanmu, bitch!"

Keempat orang bodyguard yang Arka dan Saka bawa bergerak maju, berniat menghentikan aksi bos mereka agar tidak langsung membunuhnya. Wanita itu, harus mendapatkan pelajaran terlebih dahulu sebelum pergi ke neraka.

"Biarkan saja." Ujar Arka menghentikan mereka dengan tangan yang bersedekap di dada.

"Tapi-"

"Mas Saka lebih tau apa yang harus dia lakukan." Arka tidak menyukai kekerasan, namun dengan alasan tertentu dia membenarkan tindakan kakaknya kali ini. Jika cara biasa tidak bisa menghentikan kejahatan perempuan itu, lantas cara apa lagi yang harus digunakan untuk memberinya efek jera selain kekerasan itu sendiri?

Wedding Accident Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang