Sudah satu bulan berlalu sejak kejadian mengerikan itu. Sejak saat itu pula hari-hari Sarah terasa suram. Semangat yang selalu menggelora di dalam dirinya seketika padam setiap mengingat kejadian itu.
Sekuat tenaga dia sudah ingin melupakan hari itu, namun nyatanya justru kejadian itu lah yang paling melekat di dalam otaknya. Hari-hari di penuhi rasa penyesalan yang begitu menyesakkan.
"Sar, nanti kalau Bu Lidia datang, pesanannya saya letakkan di sini ya." Bahkan suara dari bos-nya tidak membuat Sarah berhenti melamun. Perempuan berusia 21 tahun itu tetap melakukan pekerjaannya, namun tatapannya begitu kosong menatap ke depan.
"Sar?" Sekali lagi, bos-nya memanggil saat tak mendapatkan respon dari Sarah.
Dengan pelan, bos-nya yang bernama Selina itu menepuk pundak Sarah hingga membuat Sarah mengerjapkan matanya.
"Eh, maaf Mbak." Sarah meraup wajahnya dengan kedua tangannya. "Aku nggak fokus."
"Kenapa Mbak?" Tanya Sarah sesaat setelah sudah bisa menguasai dirinya.
"Kamu kenapa?"
Pertanyaan Selina justru memancing Sarah untuk kembali mengingat hal menyakitkan itu.
"Saya perhatikan, akhir-akhir ini kamu selalu melamun. Ada apa, Sar? Kalau ada masalah, kamu bisa cerita sama saya. Siapa tau, saya bisa membantu."
Sarah menggelengkan kepalanya, matanya tiba-tiba memanas saat mendengar pertanyaan lembut dari bos-nya. "Nggak papa kok, Mbak."
Selina menatap Sarah, mencoba mencari kejujuran dari ucapannya. Selina menyadari kalau ada yang Sarah sembunyikan hingga membuat perempuan itu tidak fokus akhir-akhir ini.
"Saya tau, pasti ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan. Kalau nggak mau cerita nggak papa, tapi kalau kamu butuh tempat cerita, di sini ada saya. Ada juga teman-teman yang bisa mendengarkan cerita kamu."
"Jangan merasa kalau kamu itu sendiri. Kami semua di sini adalah keluarga. Jadi, jangan sungkan kalau kamu mau cerita. Mungkin saja dengan kamu berbagi masalah, kamu bisa merasa tenang dan tidak terbebani lagi."
Mata Sarah sudah berkaca-kaca, jujur dia bingung akan menceritakannya atau tidak. Di sisi lain, dia tidak ingin semuanya tau, namun dia juga tidak bisa memendam semuanya sendiri. Pikirannya yang kalut telah merengut semangatnya.
Apa dia harus menceritakannya pada bos-nya ini yang sekaligus kakak ipar dari laki-laki itu?
"Yasudah, kalau kamu lagi nggak fokus mending istirahat aja ya. Kamu bisa kerja lagi kalau kamu sudah merasa tenang."
Pikiran Sarah berkecamuk bingung. Selama sebulan ini dia sudah menyembunyikannya sendiri. Dia terlalu takut untuk bercerita pada orang lain.
Sarah mencekal pergelangan tangan Selina setelah melihat perempuan itu akan beranjak. "Mbak."
"Aku butuh Mbak Sel sebagai pendengar."
Selina membimbing Sarah untuk duduk di sofa yang ada di ruangan ini. "Kamu duduk dulu."
Sarah mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Banyak karyawan-karyawan lain yang berlalu lalang. Dia tidak ingin semuanya tau, setidaknya untuk saat ini dia hanya ingin bercerita pada bos-nya saja.
Seolah mengerti arti dari pandangan Sarah, Selina menggenggam tangan Sarah. "Kita bicara di ruangan saya saja."
••••••••
"Apa?"
Sarah semakin terisak setelah mengucapkan dan mengingat kembali kejadian satu bulan yang lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
Ficción GeneralSarah Arabella Risty adalah gadis rantau dari desa. Selama bertahun-tahun dia hanya hidup berdua dengan sang Ibu. Sedangkan Ayahnya telah tiada sejak dia duduk di sekolah dasar. Hidup di kota besar dengan bermodalkan ijazah SMA bukanlah hal yang mud...