Normal POV
"Elo gila!" Decih Tera, ia lebih baik keluar dari sini dari pada harus bersama bos yang tidak tahu diri ini.
"Jika keluar aku akan memberikan nilaimu di bawah rata-rata."
Tera meninju udara, kesal sekali dengan Varel yang semena-mena dengan jabatannya itu.
"Sabar, Tera .... sabar, orang sabar jodohnya Rose." Tera hanya bisa mengusap dada, untuk tiga bulan ini, ia harus bersabar karena magangnya akan segera berakhir.
Varel hanya memejamkan matanya, ia menantikan pijatan dari Tera.
"Jangan melempariku dengan bunga itu."
Tera langsung menurunkan bunga yang berada di meja, ternyata Varel tahu apa yang ingin ia lakukan.
"Pengen gua jambak." Tera menarik rambut Varel membuat sang empu meringis.
"Kurangi satu poin."
"Aaaaa! Emak! Gua mau pindah tempat magang!"
* * *
Tera berjalan dengan langkah pelan menuju kafetaria, ia sangat lapar sekarang, tapi tidak bertenaga untuk pergi dengan cepat kesana.
Ia mengambil beberapa makanan dan setelah itu mencari meja kosong.
Ia meletakkan dengan kasar makanan itu, "Varel keterlaluan tahu nggak! Masa gua disuruh ini itu! Mijetin dia, ambilin minum, dia kira gua pembantu apa ya!"
"Jangan mengumpati aku."
"Elo lagi!" Tera bertambah kesal sekarang karena Varel berada di hadapannya, kenapa Varel harus makan di meja yang sama dengan dirinya.
"Udah ya, Varel. Gua mau makan, jangan ganggu ngapa, mood gua rusak tahu nggak!"
"Makan."Varel memberikan potongan ayam yang ada di piringnya ke piring Tera.
Tera menaikkan alisnya, ia tidak menolak, Varel terus memberikan dirinya bagian ayamnya karena ia tidak suka ayam, itulah yang Tera herankan, jika tidak suka ayam kenapa terus mengambilnya, tapi jawaban yang diberikan berikan Varel pasti selalu saja, 'Sayang jika bagianku tidak ada yang memakannya.'
Alasan yang sedikit masuk akal bagi Tera.
"Makasih."
Varel memperhatikan Tera sebentar sebelum memakan makanannya, "Apa tempat tinggalmu juga habis karena meteor itu?" Tanyanya.
Tera menelan makanan yang ada dimulutnya, "Kenapa? Emang elo mau ngasih duit buat gua pindah ke kos'an lain?" Acuhnya.
Tera ingin meminum minumannya tapi ia lebih dulu tersedak karena melihat Varel memberikan uang merah yang banyak di atas meja.
"Pindah ke tempat lain." Varel melanjutkan makannya.
"Elo serius? Ngasih gua duit segini?" Tera tahu jika Varel kaya, tapi bukankah ini terlalu royal.
"Aku tidak mau kau datang terlambat lagi, gunakan sisanya untuk ongkos."
"Orang kaya emang beda, gua terima ya, tapi nanti jangan diambil lagi." Tera menghitung uang yang diberikan Varel hati-hati, "Lima juta! Ini serius?"
"Kembalikan."Varel ingin mengambil uang itu tapi Tera lebih dulu menyimpannya.
"Nggak usah, elo kan udah kasih ke gua, jadi ini milik gua, tadi bercanda aja." Walaupun Varel menjengkelkan, tapi dia cukup royal saat bersama Tera, tak jarang ia akan memberikan Tera seperti uang dan makanan.
Tera sungguh senang hari ini, sepertinya ini hari keberuntungan miliknya, di pagi hari mendapatkan uang dan sekarang juga mendapatkan uang, siapa yang tidak senang dengan itu. "Gua nggak perlu cari kontrakan lagi, kan gua udah tinggal di kontrakan Oren, jadi ni duit buat beli mie ayam, sisanya buat ... nanti aja gua pikirin."
Sorenya, setelah Tera menerima uang, ia tidak berhenti untuk senyum-senyum sendiri, bahkan tanpa di suruh Tera membuatkan kopi untuk Varel, entah dimana kekesalannya tadi.
Jam sudah menunjukkan pukul lima, jadi Tera bersiap untuk pulang.
Ia menaiki ojol yang sudah dia pesan, Varel yang baru saja ingin mengejar Tera hanya bisa berdecak, ia ingin mengantar Tera, tapi anak itu malah pergi lebih dulu.
Dijalan, saat ingin melewati jalan pintas yang ia lewati pagi tadi, tiba-tiba saja motor yang dinaiki Tera berhenti.
"Yah .... kok bisa mobil masuk sini! Udah tahu jalannya sempit! Macet lagi!" Ia membuka helmnya, ternyata jalan ini pun harus ramai seperti jalan utama, sepertinya para wartawan dan yang lain sudah tahu jalan lain, jadi mereka juga melewati jalan ini.
"Sampe sini aja, saya nggak bisa anter ke sana, macet susah lewatnya." Kata ojol itu.
"Nggak apa-apa deh bang, jalan kaki aja, ini ongkosnya, makasih ya bang."
Setelah memberikan uang, ojol itu berbalik dan pergi. Walaupun tidak jauh tapi tetap saja melelahkan jika harus jalan kaki, ia malas untuk berjalan.
"Kalo gini terus tiap pagi, bisa-bisa gua telat ke kantor! Kapan sih hilangnya ni berita! Masa udah lama gini belum juga ngilang! Ini kan namanya nyusahin masyarakat kek gua gini!"
Tera berceloteh sepanjang jalan, ia sungguh kesal dengan orang-orang ini, bahkan ingin berjalan saja Tera harus memepetkan dirinya dengan mobil agar tidak bersentuhan dengan semak-semak dan dahan berduri yang tumbuh liar disana.
"Akhirnya sampe juga ...."
Tera bisa menghela nafas sekarang setelah ia tiba di kos'an itu, membutuhkan waktu lama agar ia bisa ke sini.
"Gila capek banget, untung ada lima juta, kan jadi ilang capeknya." Tera mengeluarkan uang yang diberikan Varel tadi, ia berbaring di kasur dan memeluk Moci.
"Beli apa ya nanti, pokoknya jangan yang aneh-aneh, nanti Emak curiga gua dapet duit dari mana."
Prang...
"Anjing!"
Tera melambung karena terkejut, suara itu mengagetkan dirinya. "Lah apa? Mak! Emak ada disini? Kenapa piringnya?" Tadi Tera tidak melihat ke dapur, apakah Emak Epa memang ada disini.
"Ko nggak jawab? Tunggu sini, Ci. Jagain duri gua, gua takut Emak kenapa-napa." Tera meletakkan uangnya di atas Moci, ia segera pergi kearah dapur.
"Mak? Emak! Mak ada disini? Kamar mandi ya? Piringnya kenapa bisa pecah?"
Masih tidak ada jawaban, Tera melihat bukan hanya satu piring, tapi satu rak piring, ia sungguh terkejut dengan itu, takut jika Emaknya kenapa-napa, ia membuka pintu kamar mandi, tapi disana kosong.
"Emak jangan becanda ya! Nggak lucu tahu nggak!"
"Nggak ada, tapi kenapa bisa jatoh? Janson juga nggak ada disini, mati gua kalo gini! Bisa diomelin tujuh hari tujuh malem!"
Rasanya Tera ingin menangis melihat piring hadiah sabun itu, Emaknya sangat marah jika satu piring saja yang pecah, jika seperti ini, bagaimana Tera mengatakannya.
"Tapi kok pintu dapur ke buka? Perasaan sebelum pergi magang gua udah kunciin, nggak mungkin angin kan? Nggak lah! Mana bisa!"
Tera melihat keluar, jika begini ia jadi merinding,"Apa tempat Oren ada hantunya kali?"
Setelah mengamati cukup lama, Tera mengenyahkan pikirannya, ia segera membereskan piring-piring itu, takut jika Emaknya bertambah marah nantinya, saat dia berjongkok dan ingin mengambil pecahan piring, ia seperti melihat sesuatu disudut ekor matanya.
"Apa bener-bener hantu?" Tangannya sudah mengigil ketakutan, Tera sedikit demi sedikit menoleh.
"Aaaa! Tuyul!"
Vote →comment →follow
Typo? Tandai!
KAMU SEDANG MEMBACA
ALIEN (BL)
הומורTera Parama. -Siswa SMK yang lagi magang. -Suka Drakor. -Anak kesayangan Emak. -Nggak suka Lava. Phi Lava -Alien nyasar ke Bumi. -Melindungi harta berharga. -Tidak terlalu mengerti dunia manusia. -Suka Tera. Semesta itu rahasia, kehidupan didalamny...