Alien-8

283 47 1
                                    

Mata Lava berbinar kala mendapati ada Phere di atas meja, tapi sayangnya makanan itu bercampur dengan makanan manusia.

"Bagaimana cara aku memakannya, Piyo?"

Piyo mengetuk-ngetuk tentakelnya, ia meneliti makanan di depannya ini, "Memang benar, Pitu. Phere manusia ini sudah di campur dengan beberapa tumbuhan dan makhluk bumi lainnya, ada garam yang berasal dari laut, cabe yang berasal dari tumbuhan, penyedap yang berasal dari sari tebu, dan ada makhluk bumi yang disebut dengan ikan Teri. Makhluk bumi benar-benar menjijikan! Kenapa mereka mencampurkan semua itu? Huh jika begini bagaimana Pitu memakannya?"

"Aku akan mengambil Phere nya saja, Piyo. Yang lain biarkan saja."Lava ingin mengambil Pete tapi tangannya di tangkap oleh Piyo.

"Begini saja, Pitu. Piyo akan mencobanya terlebih dahulu, jika ini bisa di makan maka Pitu bisa mencobanya!"

Terdengar bagus, Lava mengangguk sebagai jawaban.

Ekspresi jijik Piyo sematkan pada wajahnya, tentakelnya menyentuh sambel ikan Teri itu dengan perlahan, dia mengambil sedikit Pete dan memilah agar tidak mengenai ikan Teri.

Ia memakannya, mengunyah secara perlahan, "Pitu!"jerit Piyo sambil memperlebar matanya.

"Ada apa, Piyo?"

Lava sedikit panik saat Piyo berteriak.

Piyo melompat-lompat dan menutup matanya, "Rasa makanan manusia yang ini sangat enak! Perpaduan rasa Phere dan bumbu yang manusia berikan begitu memanjakan lidah, ternyata ikan Teri ini juga tidak seburuk yang Piyo duga! Ikan Teri ini begitu renyah! Cepat Pitu! Rasakan! Ini sangat menggugah selera."

Piyo berputar-putar, tentakelnya mengambil sambel Pete itu dan memberikan pada Lava.

Lava membuka mulutnya, dia memakan Pete dengan merasakan perlahan, matanya langsung tertutup saat merasakan hal yang baru, rasa Phere yang begitu dominan bercampur menjadi satu dengan makanan lain.

Energinya seketika terisi perlahan, ternyata benar Pete ini berkhasiat untuk membuat energinya kembali.

Piyo juga melakukan hal yang sama, ia mengambil dan memakan sambel Pete itu, dan selanjutnya akan melompat kegirangan.

* * *

Motor Rendy sampai ke tempat magang Tera

Tera turun dan memberikan helm yang ia pakai ke pada Rendy.

"Makasih ya, Oren."

Senyum Tera tidak pernah luntur, bagaimana ia tidak senang jika hari ini ia mendapatkan uang dari Rendy.

"Nyengir ae lu, kering nanti tu gigi,"ucap Rendy yang melihat itu.

"Ya iyalah, kan udah dapet fulus!"

"Ya udah, mau pergi ke pasar dulu, nanti pulang naik ojek aja ya, gua mau liat tanah di kampung sebelah."

Tera mengangguk, ia memberikan tangannya pada Rendy.

"Apaan nih?"alis Rendy naik saat melihat tangan ternyata terbuka itu.

"Duit, minta duit ongkosnya,"cengir Tera yang tak pernah lepas dari wajahnya itu.

"Kan tadi Udah ..."

"Yang tadi lain dong! Itu untuk jajan sekarang untuk pulang, jadi beda."

"Hedeh ... bisa ae lu!"

Walaupun kesal, Rendy tetap mengeluarkan dompet dan memberikan uang merah satu lembar ke Tera.

"Jangan marah-marah, Oren. Nanti gua tambah ganteng!"

Rendy mengeplak tangan Tera, "Kebalik! Harusnya gua yang tambah ganteng, ada-ada aje lu ya bocah, ya udah pergi dulu."

Tera tertawa, seru sekali mengejek omnya itu.

"Tera."

Tera menoleh ketika ada yang memanggil namanya, ternyata orang yang selalu membuat ia kesal, Varel.

"Rel ..." sapa Rendy saat melihat teman keponakannya itu.

Varel hanya diam dan menatap tidak minat, ia lebih fokus pada Tera. Tapi saat itu juga ia merasakan lehernya sakit, ia dipukul oleh Tera.

"Orang nyapa juga, bukannya di jawab,"kesal Tera pada bosnya ini.

"Tahu nih, sombong beut, tapi nggak apa-apa, bos besar mah udah biasa kalo sifatnya gitu!"Rendy mengedipkan matanya pada Varel, ia tertawa melihat Varel yang sedang di omeli oleh keponakannya itu.

"Masuk, ini sudah masuk jam kerja."Varel tidak memperdulikan Rendy yang terus saja berbicara aneh.

"Jangan galak-galak napa bocah, nanti jodohnya same baru tahu rasa,"Rendy senang saat bisa melihat ekspresi Varel yang selalu kesal saat bertemu dengannya, "Ya udahlah, pergi dulu,"ia menghidupkan motor dan pergi dari sana.

"Baru aja dateng, tahu kok ini udah masuk jam kerja, jadi Bapak Varel ... hari ini kita berkerja apa? Pijitin punggung lo lagi atau mukul kepala elo sampe waras? Yang bener lah, Varel! Magang gua udah tinggal beberapa bulan lagi, kita udah mau selesai, masa nggak ngelakuin apapun, nggak masuk juga nggak apa-apa kali dah, orang kerjanya mijit badan lo, tangan gua sampe pegel!"Tera ingin sekali meninju wajah songong dan datar milik Varel itu.

Melihat Tera yang misuh-misuh sendiri, bibir Varel terangkat sedikit, ia tersenyum tipis.

"Kali ini kita akan pergi untuk melihat tanah perusahaan,"

Perkataan Varel membuat Tera terdiam, "Nah gitu dong! Beda dari yang lain! Ngukur tanah kek! Kan ada kegiatan yang gua lakuin, ini kek gadis mendem di kamar aja, diem sambil mijetin lakinya, yok dah! Nggak sabar ngukur tanah!"

* * *

Tera terdiam saat melihat hamparan tanah di depannya ini."Jadi tanah perusahaan yang mau di bangun gedung ini juga kena meteor itu?"

Varel mengangguk, ada lubang yang berderet hingga membuat tanah itu tidak rata lagi. "Serpihan meteor."

"Kalo gini perusahaan nggak akan di bangun kan, tapi kok disini nggak ada orang? Bukannya orang-orang pada ngeliput bikin berita soal ini?"

"Aku tidak tahu, tapi kebijakan perusahaan tidak mengizinkan orang-orang luar masuk karena dapat membuat perusahaan rugi, lagi pula ini hanya serpihan kecil."

Tera melangkahkan kakinya untuk mendekati lubang yang cukup besar itu, tapi tangannya di genggam oleh Varel.

"Panas, itu akan membakarmu,"

Benar juga, dari jauh saja Tera merasakan hawa panas dari serpihan meteor itu.

"Kalo nggak boleh dekat ngapain kita kesini?"

"Kita akan mengambil beberapa foto, dan setelahnya kita kembali."

Setidaknya mereka ada kegiatan,"Mana kameranya, gua jago kalo ini, biasa gua kalo ngambil gambar, sering ambil foto emak buat di upload di fesbuk, udah ahlinya ini."

Varel memberikan kamera yang dibawanya pada Tera."Jangan terlalu dekat, nanti ..."

"Tahu-tahu, panas kan? Gua bakal ati-ati kok, tenang aja ... aman!"

Varel mengikuti Tera dari belakang, ia mengambil ponselnya dan sesekali memotret apa yang di lakukan Tera.

Mungkin sudah belasan foto yang Tera ambil dan hasilnya juga memuaskan, gambarnya terlihat cantik dan terang.

Mata Tera tertuju pada sebuah jejak aneh, dia menunduk dan mendekati, melihat dengan teliti, ada jejak semacam jejak kaki manusia, tapi jari kakinya hanya ada tiga, "Rel! Rel! Sini coba liat, menurut lo ini apa?"

Varel menyembunyikan ponselnya kala Tera memanggilnya, ia mencoba bersikap biasa, dan mendekati Tera.

"Liat, kek jejak kaki nggak sih?"tunjuknya pada Varel.

ALIEN (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang