Alien-11

246 44 3
                                    

Tera hanya bisa menghela nafas kala maling didepannya ini tidak berbicara sama sekali.

"Oke gua akan nanya sekali lagi, elu siapa? Orang di kampung ini atau bukan?"

Lava hanya berkedip mendengar itu, ia tak tahu harus melakukan apa.

"Keknya ada yang salah, elo nggak bisa ngomong ya? Maap dah kalo lo emang nggak usah ngomong."

Tera jadi tidak enak hati jika begini, sepertinya laki-laki yang berada di depannya ini memang tidak bisa bicara.

Jadi ia harus melakukan apa, "Laporin ke, Emak? Atau ... laporin ke Pak RT? Atau RW atau polisi? Mana dulu nih?"

"Bingung gua ..."

Tera menatap maling itu lagi, "Kenapa lo maling Pete gua?"tanyanya yang sekarang duduk lesehan.

"Itu ... aku lapar, maaf ..."

Tera menaikkan alisnya, melihat wajah maling ini benar-benar memelas.

"Elo lapar? Miskin ya lo?"Tera menepuk bibirnya, "Jangan kasar, Tera! Nggak boleh ngomong gitu, nanti di marahin, Emak! Nggak boleh ngehina orang!" Tera menatap maling itu penuh selidik, "Elo ... kelaperan?"

Lava tidak tahu apa yang di katakan oleh Tera, tapi ia mengangguk saat pertanyaan terakhir Tera.

Tera menggeleng pelan, "Kalo lo minta makan baik-baik pasti gua akan kasih, tapi nggak maling juga! Lo tahu kan apa yang lo lakuin itu dosa? Nggak boleh! Nanti Emak lu marah lagi, oh iya dari mana juga lo bisa masuk ke sini? Gua selalu ngunciin pintu, kok lo bisa masuk?"

"Maaf, aku ... aku hanya kelaparan saja, aku tidak bisa menemukan Phere di manapun untuk memulihkan tenagaku, Piyo mengatakan tidak apa-apa jika aku memakannya."

Tera hanya bisa tercengang dengan ucapan Lava, "Mulihin tenaga apaandah? Phere apa lagi? Maksudnya Pete! Typo ya lo? Aneh banget ngomongnya, jangan formal-formal dah! Jangan jadi si Varel! Lagian aneh, makan Pete kagak pake nasi, sanggup bener lu ngabisin semua Pete gua."

"Udahlah nggak penting! Yang paling penting nih! Kenapa elu kagak pake baju pe'a! Mau mamerin gajah elu itu! Jangan di depan gua lah! Di kira gua doyan kali ya, merinding gua liatnya."

"Aku tidak punya seperti yang kau pakai itu."

"Hah? Gimana? Gimana? Yang gua pake?"Tera melihat dirinya sendiri, "Nggak punya baju maksudnya?"Tera menggeleng tidak percaya, "Lo semiskin apa sampe kagak punya baju? Nggak habis pikir gua!"

"Jangan bilang elo juga nggak punya tempat tinggal maka dari itu lo maling! Iya kan! Atau lo buronan lagi! Lo di kejar sama polisi ya?"

"Aku ... aku tidak mengerti apa yang kau katakan, tapi aku hanya datang untuk beristirahat saja."

Tera memandang prihatin ke arah Lava, "Kasian bener lo, udahlah nggak ada tempat tinggal, nggak ada baju pula, kelaperan lagi, dan yang paling ngenes lo kayaknya stres, keknya lo lepas dari rumah sakit jiwa ya?"

Lava menggeleng, ia juga tidak tahu tempat apa itu.

"Bentar-bentar geleng, bentar-bentar geleng ... kagak sakit tu apa kepala? Lu kagak bisa nganguk aja ya? Gua yang puyeng liatnya! Kalo lo bukan dari rumah sakit jiwa, terus elo dari mana?"

"Aku tinggal jauh dari planet bumi ini. "

Tera mengangguk, ia sudah paham sekarang, "Keknya elo emang lepas dari rumah sakit jiwa, sayang banget ganteng-ganteng sakit jiwa, karena elo sakit jiwa gua maapin, tapi bukan berarti gua bebasin elu ya, gua mau ngasih liat Emak dulu kalo elu yang malingnya, gua mau buktiin kalo gua kagak boong!"

Tera bangkit ia ingin pergi tapi seketika berhenti, "Jam berapa ni?"

Ia melihat jam yang berada di dinding.

"Kagak jadi lah, nanti gua di geplak lagi pake panci, bengkak gua aja belom hilang, pagian dikit baru kasih tahu, Emak."

"Jangan kemana-mana, awas aja kalo lu kabur!"

Tera ingin masuk ke kamarnya, tapi setelah dipikir-pikir, "Nanti kabur lagi, mendingan tidur di sana aja."

Ia mengambil bantal dan guling, ia juga mengambil selimut dia dalam lemari. Lalu meletakkannya di sofa.

"Jauh bener lu, nanti kagak bisa mantauin elu lagi."

Tera menarik kursi yang diduduki Lava, ia sekuat tenaga menarik kursi itu agar lebih dekat ke sofa.

"Berat banget badan elu, banyak dosa nih pasti."

Tera berbaring di sofa ia beristirahat sebentar, "Ngomong-ngomong nama lo siapa? Elo dari rumah sakit mana?"

Lava sesekali menoleh ke belakang, ia berharap agar Piyo tidak muncul, bahaya jika Piyo juga tertangkap.

"Aku Phi Lava, aku datang dari planet PiPhi, aku tersesat di bumi ini, saat itu kendaraan yang membawaku rusak."

Tera mengangguk, "Dari cara bicara elo, gua yakin elo udah ada di tahap gila banget, keknya elo lari dari rumah sakit yang di ujung sana'kan? Keknya iya, emang kagak beres ni anak, kasian bener, mana masih muda lagi."

"Tapi nama lu unik juga ya, Phi Lava."

Tera bangkit dan makan cemilan yang ada di atas meja, seketika ia sedikit lapar sekarang.

"Kalo elo emang gila, gua nggak bisa laporin elo ke polisi, tapi gua harus bawa Lo bagi ke rumah sakit jiwa."

Lava melihat mulut Tera yang sedang mengunyah itu, ia juga ikut lapar.

"Napa lu? Laper juga?"

Tanpa sadar Lava mengangguk, hal itu membuat Tera menghela nafas pasrah.

"Nih makan nih! Karena gua orangnya Baek hari dan tidak sombong, gua suapin, mangap tu mulut." Tera memasukkan basreng itu ke mulut Lava.

Lava awalnya tidak mau, tapi ketika ia merasakan makanan itu masuk ke dalam mulutnya, ia mulai mengunyah, ternyata tidak buruk juga, tapi sedikit menyakitkan di lidah. Menurut Piyo ini adalah rasa pedas saat ia makan Pete tadi, tapi ini lebih peda lagi.

"Kasian bener lu, jangan bilang elo juga nggak pernah makan basreng?"

Lava menggeleng, ini kali pertamanya ia memakan makanan manusia seperti ini, selain Pete sambal ikan teri tentunya.

Tera tidak bisa berucap lagi, sungguh Lava ini sangat aneh.

Karena rasa kasihan, Tera menyuapi Lava, mereka berdua makan cemilan dan menonton Drakor, karena Tera tidak tahu harus melakukan apa menunggu pagi.

Lava juga tidak melakukan apapun, ia hanya membuka mulutnya untuk basreng yang di suapi oleh Tera.

Satu kata, 'enak' itu lah yang dirasakan Lava saat ini, basreng ini sangat enak dan ia menyukai makanan manusia yang satu ini.

Hingga mereka sama-sama tertidur sampai pagi, Tera yang tidur di sofa dan Lava yang tertidur di kursi dengan badan yang masih terikat dan tertutupi selimut.

Sementara Piyo, ia tengah berusaha agar bisa membuka ikatan tali yang mengikat tubuh Lava.

"Pitu sedang tidur pulas, bagaimana ini?"Piyo mencoba mengigit tali itu, tapi ia dikejutkan dengan suara pintu yang terbuka dengan kerasnya, ia langsung bersembunyi lagi.

"Tera! Lu yang semalem ngambil Pete ... eh ini siapa!"

Tera yang terkejut juga terbangun dengan linglungnya.

"Tera! Lu nyulik anak orang!"

ALIEN (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang