Sebagian makanan yang berada di atas meja, dihabiskan oleh Piyo, Lava hanya memakan beberapa karena sudah kenyang.
Tampak Piyo mengusap mulutnya yang belepotan.
"Jadi, apa yang kau mau bicarakan Piyo?"
"Astaga Piyo lupa! Pitu harus menjauhi manusia-manusia itu! Piyo tadi melihat Pitu di sakiti oleh manusia seperti ini!"Piyo mencubit pipi Lava, seperti yang dia lihat tadi.
Lava diam sebentar, sepertinya Piyo salah paham, memang manusia-manusia itu mencubit pipinya tapi mereka juga mengucapkan dirinya tampan, bukankah itu sebuah pujian.
"Tapi Emak memberikan ini pada kita, ku rasa manusia tidak sepenuhnya jahat Piyo."
Piyo mengangguk, benar juga tapi hanya Epa saja yang memberikan mereka makanan, yang lain tidak, berarti hanya Epa saja yang baik.
"Tapi Pitu!"
"Miauw!"
Piyo melompat karena terkejut mendengar suara itu, ia melebarkan matanya saat melihat ada makhluk aneh yang berada didepannya itu.
Makhluk berbulu dan bertaring, "makhluk apa ini Pitu! Kenapa dia terlihat marah!"
Lava juga tidak tahu, kenapa Piyo malah bertanya padanya sedangkan dia bisa mendeteksi sendiri.
"Miauw!!"
Janson, kucing itu mengeluarkan cakarnya, bulu-bulu nya naik saat melihat Piyo, dia menatap Piyo dengan permusuhan.
Piyo melompat ke meja hingga piring yang ada di atas meja itu jatuh dan pecah.
Piyo dan Janson kejar-kejaran hingga mereka sama-sama berlari keluar.
Lava sedikit khawatir melihat Piyo yang dikejar oleh makhluk aneh dan berbulu itu.
Ia ingin menolong Piyo, tapi melihat piring yang berada di lantai, ia tidak jadi mengejar Piyo. Ia harus memperbaiki piring ini dulu.
Lava memejamkan matanya, ia meletakkan tangannya tak jauh dari piring-piring itu.
Tak lama keluar cahaya ungu yang menerpa pecahan piring itu, satu per satu pecahan piring itu bersatu dan utuh kembali.
Lava menghentikan aksinya setelah melihat piring itu sudah utuh.
"Lava! Piring Emak pecah ya!"
Lava terkejut mendengar itu, ia langsung meletakkan piring itu ke tempat semula.
Epa baru saja keluar, tadi ia mendengar jika ada suara pecahan, satu lagi yang Epa sayangi adalah barang-barang kaca, seperti piring. Jika itu pecah maka dia akan memarahi siapapun yang memecahkannya, itulah mengapa Tera panik saat itu waktu piring-piring yang berada di kosannya pecah.
Epa melihat ke lantai, tapi tidak menemukan apapun.
"Tadi apa yang bunyi! Elu sembunyiin ya?"
Lava menggeleng, ia tak tahu harus menjelaskan apa.
Epa menatap Lava Dnegan curiga, ia menghitung semua piring yang berada di atas meja, utuh! Sama seperti yang terkahir ia anter ke Lava.
"Jadi kalau bukan piring apaan dah yang bunyi?"
"A-ku tidak tahu."
"Apa salah denger ya?"Epa mengorek kupingnya, mungkin benar dirinya salah dengar.
"Ngomong-ngomong elu kuat beut makannya, pada habis gini!"Epa tercengang, ia menatap Lava tidak percaya.
Lava hanya bisa tersenyum canggung, semua makanan ini dihabiskan oleh Piyo.
"Tapi nggak apa-apa, asalkan besok elu bantuin Emak lagi, mau kan? Awas saja kalo kagak mau!"Epa memukul udara seolah dia ingin memukul Lava.
"Iya, Mak."
"Ya udah, dan makan kan? Sono lu pulang lagi ke kosan Tera. Emak mau belanja dulu untuk besok, kagak lupa kan dimana kos'annya Tera?"
"Tidak, aku ingat."
"Nah pinter, sono kalo gitu, Emak mau siap-siap."
Lava mengangguk, ia dengan cepat pergi keluar, tapi tidak pergi kekos'an Tera melainkan mencari Piyo disekitar rumah Epa.
Dia khawatir Piyo akan di apa-apakan oleh makhluk aneh itu.
Epa yang sudah melihat Lava pergi menutup pintu, ia mengambil piring-piring itu dan ingin mencucinya. "Anak Emak! Kemana nih anak Emak, kagak keliatan dari tadi?"
Epa melirik kesana-kemari tak melihat Janson sedari tadi, anak kesayangannya itu entah pergi kemana.
"Hedeh! Pasti kerumah Siti ni pasti! Udah dibilang jangan mau sama tuh janda, banyak kucing lain tapi malah suka sama Siti!"
Siti itu adalah kucing betina yang sudah mempunyai anak, dia kucing yang berada di rumah ujung jalan ini. Janson selalu saja kabur ke sana karena menyukai kucing berwarna putih itu.
Epa akan mencari kucing kesayangan itu sebelum pergi ke pasar nantinya.
* * *
Tera tak hentinya tersenyum saat melihat barang-barang yang berada di dekapannya, baik sekali Varel memberikan apa yang dia mau.
"Gua kagak minta ya, elo yang kasih jadi jangan nyalahin gua nanti."
"Baiklah ..."Varel hanya mengiyakan saja, ia tidak mempermasalahkannya karena semua yang dibeli oleh Tera memakai uang pribadi miliknya.
"Makasih ya udah ngaterin pulang, gua masuk dulu kalo gitu, elo pulang aja sono."
Varel tersenyum kecut, padahal ia juga ingin bersama Tera, tapi setidaknya ia sudah berjalan-jalan bersama Tera hari ini.
"Kan gini seneng, kagak kesel lagi kalo ngeliat muka Lava!"Setidaknya ia tak kesal lagi sekarang karena emaknya malah memilih Lava dibandingkan dengan dirinya.
Lava? Varel menatap Tera dengan penasaran, siapa Lava? Baru pertama kali ia mendengar nama itu, Varel mendekat dan memegang tangan Tera, ia menatap Tera dengan serius.
"Tera, siapa orang yang kau sebutkan tadi?"tanyanya tegas.
Pitu = Tuan
Bonus(◕દ◕)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.