Alien-14

170 37 7
                                    

Tera berdecak karena harus berjalan kaki dari kos'an menuju warteg emaknya, padahal warung emaknya sangat dekat.

Dari kejauhan terlihat banyak orang, Tera yang melihat itu segera berlari mendekat, ia kepo apa yang terjadi.

"Gantengnya, tong pesen es tehnya ya."

"Aku dulu ganteng, pesen nasi campur ayamnya ya."

"Aku dulu, aku udah ngantri dari tadi!"

Tera tercengang, banyak sekali ibu-ibu yang berada di sini, jika biasanya yang nongkrong di sini bapak-bapak maka kali ini berbeda, dan apa-apaan! Mereka semua malah mencubit dan memegang wajah Lava.

"Kalo gua yang jaga kagak ada yang beli! Ini Lava cuma bantuin Emak malah dua kali lipat lebih rame!"

Begitu juga dengan Epa, dia tak hentinya tersenyum karena dari tadi terus saja banyak gadis dan ibu-ibu yang datang karena ada Lava, sungguh target marketing yang bagus.

"Kalo tiap hari gini bisa kaya nih!"Epa mengibaskan uang biru dan dan merah yang ia dapatkan, bahkan nasi dan lauknya hampir habis, mungkin hanya tersisa untuk lima orang lagi.

"Lava maha sumber rejeki! Kagak apa-apa kalo dia inget lama, yang penting duit lancar!"

Lava juga hanya bisa pasrah saat dirinya diperlakukan seperti itu, kumpulan manusia-manusia ini sungguh sangat aneh, mereka tidak mau berhenti memegang wajahnya dan mengatakan dia ganteng atau tampan.

Lava menoleh saat melihat seseorang yang dia kenal, ia berjalan mendekat ke arah Tera.

"Apa lu deket-deket! Sono lu!"

Lava menggeleng, ia ingin bersama Tera saja, walaupun Tera banyak bicara tapi dia tidak seperti manusia-manusia yang berada di sana.

Bisa Tera lihat jika warteg emaknya sudah tutup, bisa dikatakan di paksa di tutup karena makanan di dalamnya sudah habis.

"Ayo tong nanti elu di culik lagi sama emak-emak di kampung ini!"Epa menarik tangan Lava dan meninggalkan Tera yang hanya bisa melongo.

"Ini yang anakny Emak  siapa sih! Gua baru aja dateng masa pulang lagi! Emak!"Ini seperti anak tiri ditirikan lagi! Sudahlah ia di anak tiri kan oleh Janson sekarang emaknya malah lebih sayang sama Lava dibandingkan dengan dirinya.

"Pak! Bini elu kagak sayang sama anaknya lagi!" Tera berteriak menghadap langit, mengadu pada ayahnya itu.

"Kenapa bisa?"

"Anjing!"Tera memegang dadanya yang hampir saja copot, "Bego! Kenapa elu bisa ada di sini sih!"Ia memelototi Varel yang tiba-tiba saja berada di belakangnya.

"Kau tidak datang ke perusahaan, jadi aku ingin melihatmu,"jawabnya tanpa tahu jika Tera sudah sangat kesal.

"Kan dah izin Varel! Lo mah gitu sama gua, nggak bisa izin sekali malah di samperin! Jangan bilang kalo elu malah mau nyuruh gua balik  magang! Kagak-kagak, gua mau santai hari ini, udah mumet ni kepala!"

Varel tersenyum tipis, "Tidak, aku tidak akan menyuruhmu untuk itu, aku ke sini karena khawatir padamu."

"Alah! Khawatir-khawatir! Elu pikir gua hilang malah dikhawatirin!"

Hanya helaan nafas yang terdengar dari Varel, ia mengusap lehernya pelan. "Mau jalan-jalan?"

Tera melirik ke arah Varel, "Kemana? Kalo ke taman kagak mau gua! Sekali-kali belanjaain gua napa! Elu kan kaya."

Varel mengangguk setuju, ia tidak keberatan."Tentu, kita mau kemana?"

"Ha?! Beneran? Rel gua tadi becanda aja, kagak serius."Tera jadi tidak enak hati jika begini walaupun dalam hatinya ia menginginkan itu, Varel adalah teman yang bisa di manfaatkan karena dia kaya.

"Tidak, ayo ke mall."Varel memegang tangan Tera mengajaknya masuk ke dalam mobil.

"Lepas! Lepas! Lo kira gua kakek-kakek yang kau nyebrang jalan apa! Bisa jalan sendiri gua. Kagak usah deh, Rel. Gua nggak enak, gua tadi cuma becanda aja."Tera hanya cengengesan, nanti jika pulang emaknya bisa marah karena terus memanfaatkan marah kekayaan Varel.

"Tidak apa-apa."

"Ya udah deh kalo maksa, yok!" Tera bersemangat dan masuk ke selama mobil meninggalkan Varel sendiri.

Hanya bisa menggeleng saja melihat kelakukan Tera, tapi setelah itu Varel juga ikut masuk ke dalam mobil.

Tak jauh dari sana, di dekat semak-semak ada sesuatu yang bergerak, dia melihat ke arah kanan dan kiri memastikan jika tidak ada manusia yang melihat dirinya.

"Pitu sudah pergi! Bagaimana ini, kenapa manusia jahat sekali membuat Pitu melakukan apa yang mereka suruh!"Pito kesal saat melihat para ibu-ibu itu menyentuh Lava, jika terjadi sesuatu pada Lava maka ia tidak akan membiarkannya.

Menurut pencariannya, manusia itu kejam! Dan ia bisa melihat jika manusia tadi mencubit pipi Lava.

Sungguh sangat kejam!

Piyo melewati semak-semak itu dan menuju rumah Epa, ia harus bertemu dengan Lava, enak saja Pitu'nya diperlakukan seperti itu!

* * *

"Nah ini Pete lu tong, jangan makan  Pete aja! Ni sama yang lain juga."

Epa memberikan Lava banyak lauk, tenang saja ia sudah memisahkan lauk untuk Lava tersendiri.

"Banyak sekali, terima kasih em ..."

"Panggil aja, Enak! Sono lu makan, Enak mah ngitung duit dulu!" Epa melangkahkan kakinya ke kamar, ia tak sabar melihat hasil yang ia dapatkan hari ini.

Lava tahu untuk mencoba lauk yang lainnya, warnanya memang sangat cantik, tapi tidak tahu apakah makanan manusia ini enak atau tidak.

Ia mengambil ayam dan ingin memakannya tapi saat itu ia mendengar suara yang ia kenal.

"Pitu! Pitu Pitu! Ini Piyo!"

"Piyo?"

Piyo melompat dan berada dipangkuan Lava.

"Piyo, kau kemana saja? Kenapa tidak terlihat?"

"Nanti saja di jelaskan Pitu! Ini terlihat enak! Piyo ingin memakannya!"Mata Piyo berbinar melihat makanan yang berada didepannya.

"Nanti saja di jelaskan Pitu! Ini terlihat enak! Piyo ingin memakannya!"Mata Piyo berbinar melihat makanan yang berada didepannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ALIEN (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang