"Emak! Emak buka! Cepet Mak! Bukan pintunya, ini Tera! Emak buka! Kok lama banget sih buka pintunya!"
Tera bersedekap dada, kenapa emaknya itu lama sekali membuka pintu.
Karena Epa tidak mengangkat telepon dari Rendy, alhasil Tera bersama Rendy dan Varel segera datang ke rumah Epa untuk memastikan apakah ada Lava atau tidak di rumah Epa.
"Emak Epa yang paling cantik! Buka pintunya dong!"
Klang!
"Aduh!"Tera mengusap kepalanya karena Epa yang memukulnya dengan panci.
"Tera Parama! Kenapa elu berisik hah?! Udah tahu ini udah malem masih aja berisik, di kira bagus apa suara lu! Cempreng Tera! Sakit telinga Emak dengernya, orang lagi asik-asiknya tidur malah di bangunin! Kagak punya kerjaan lu!"
Varel dan Rendy menjauh. Mereka takut terkena pukulan panci kesayangan Epa itu. Lebih baik mereka bersembunyi saja.
"Emak mah! Sakit tahu, kenapa kasar banget,"Tera mengusap kepalanya pelan.
"Ya salah elu! Kenapa teriak malem-malem gini,"Epa berkacak pinggang."Kenapa malem-malem dateng ke sini!"
Tera mengerucutkan bibirnya kesal."Kita ke sini mau nanyain Lava, Mak. Lava ada di sini?"
"Kenapa nyari Lava ke sini, ya jelas lah kagak ada, Tera. Kan Lava di kos'an elu! Tadi kan dia masih di sana,"
"Loh, jadi Lava nggak ada di sini, jadi kemana tu anak?"
"Emangnya kenapa dah? Kok pada nyari Lava?"Epa bingung sekali saat ini.
"Mak, keknya Lava hilang deh,"
"Apa?! Kenapa Lava bisa hilang! Bukannya dia sama elu. Aduh Tera! Elu tahu nggak kalo Lava itu bawa hoki, kalo dia hilang gimana sama warteg Emak! Bisa-bisa bisa rugi ini!"
Tera menatap datar pada Epa yang terlihat panik itu,"Gitu doang khawatir. Iri banget gua! Si Lava pinter bener ngambil hati Emak."
"Elu harus cari dia, Tera. Dia kagak tahu daerah sini,"Epa menguncangkan bahu Tera.
"Ngapain dah pake di cari segala, udah bagus itu, Mak. Mungkin dia pulang ke rumahnya kali, mana tahu dia udah inget di mana dia tinggal, tapi agak kagak sopan ya, masa pulang kagak ngasih tahu sama pamitan."
Epa menjewer telinga anaknya itu,"Cari Tera! Emak kagak percaya dia pulang gitu aja, keknya dia pergi bentar tapi kagak tahu jalan pulang. Mendingan sono elu cari, kasian anak orang, kalo hujan gimana, kalo di culik janda gatel gimana? Cepet Tera! Harus dapet pokonya!"
"Tapi, Mak ..."
"Kagak ada tapi-tapian, cepetan! Nanti dia hilang beneran!"
Tera menghela nafas, jika Epa sudah menyuruhnya seperti ini sudah pasti akan di turuti, jika tidak pasti emaknya itu akan mengamuk nantinya.
"Iya iya, Tera cari! Apa liat-liat! Cepetan cari, nanti kena marah lagi!"Tera memelototi Varel dan Rendy yang bersembunyi di sana.Memang Rendy dan Varel ini tidak mau sama-sama terkena jeweran dari Epa.
* * *
Lava tengah menatap tanah yang sudah di gali itu dengan kecewa. Kendaraan yang membawanya kini hilang entah kemana.
"Manusia jahat! Berani sekali mengambil hak orang lain! Apa yang mereka mau dari kendaraan kita! Pitu, kita harus mengambilnya lagi!
"Bagaimana caranya? Memangnya Piyo tahu tentang keberadaan kendaraan itu?"
"Tahu Pitu! Piyo sudah mencari titik keberadaan kendaraan itu. Memang agak jauh dari sini, jika hanya berjalan kaki saja maka kita akan sampai besok pagi."Piyo memukul-mukul tanah dengan tentakelnya itu dengan kesal."Manusia memang egois!"
Lava menyentuh tanah itu, tapi sedetik kemudian terdengar bunyi ledakan di dekat mereka.
"Gawat! Pitu cepat lari! Ada banyak manusia yang membawa senjata! Pasti dia juga ingin menangkap kita!"
Lava juga bisa melihat jika ada sinar laser yang mengarah padanya."Piyo, kita harus pergi dari sini!"
Mereka sungguh berbahaya, Lava tidak bisa melawan mereka.
"Pitu cepat lari di sana! Aaa!"
"Piyo!" Lava melebarkan matanya saat Piyo terkena jaring.
"Pitu cepat lari! Cepat Pitu! Jangan sampai tertangkap!"
"Tapi kau ..."
Tembakan kembali terdengar, Lava hampir saja tertembak.
"Lari Pitu! Jangan pikirkan Piyo! Cepat lari!"
Piyo bisa melihat jika para manusia itu sudah semakin mendekat.
Lava berusaha melepaskan jaring itu tapi tangannya seketika tersengat listrik.
"Aaaa!"
Piyo juga menjerit kesakitan, dia seketika tumbang dan menatap Lava dengan sayu.
"Pitu, lari ...""Tangkap dia!"
"Tangkap!"
Lava tak tahu harus melakukan apa, tapi saat melihat manusia yang semakin mendekat ia tak berdaya. "Piyo, aku akan menyelamatkanmu nanti!" Lava segera berlari dari sana diikuti tembakan-tembakan yang menuju ke arahnya.
"Makhluk apa ini!"
"Sepertinya dia alien!"
"Cepat! Kita bawa dia ke tuan!"
Piyo hanya bisa melihat Lava menjauh, dia sudah sangat lemah, ia semakin kesakitan saat di sengat lagi oleh aliran listrik."Pi-tu selamatkan diri ..."
Lava berlari kemana saja tanpa tahu arah, tangannya begitu sakit saat ini karena terluka. Ia bisa melihat tangannya sudah mengeluarkan cairan berwarna ungu. Lava memejamkan matanya sesaat. Setelah beberapa saat tangannya yang terluka kini kembali seperti semula.
Seketika Lava terjatuh. Ia sungguh sangat lemah sekarang karena sungguh sangat lelah. Dia tidak bertenaga karena belum mengisi tenaganya.
Tapi sebelum itu, Lava bisa melihat sebuah mobil mendekat ke arahnya.
"Lava! Lava! Elo kenapa! Lava! Kenapa elo pingsan gini!"
"Kita bawa masuk ke dalem mobil!"
Vote→ Comment →Follow

KAMU SEDANG MEMBACA
ALIEN (BL)
HumorTera Parama. -Siswa SMK yang lagi magang. -Suka Drakor. -Anak kesayangan Emak. -Nggak suka Lava. Phi Lava -Alien nyasar ke Bumi. -Melindungi harta berharga. -Tidak terlalu mengerti dunia manusia. -Suka Tera. Semesta itu rahasia, kehidupan didalamny...