Alien-24

292 31 2
                                    

Lava bisa melihat mereka tengah sibuk dengan urusan mereka masing-masing, jadi ia segera keluar dari sana membawa Piyo ke tempat yang lebih aman.

"Piyo, bagaimana bisa hilang?"

Padahal kendaraan itu sudah mereka sembunyikan di dalam tanah.

"Tidak tahu, Pitu! Ini gawat sekali, bagaimana kita bisa pulang ke planet Piphi!" Piyo menggerakkan tentakelnya dengan frustasi."Kendaraan itu sudah di aktifkan agar para Pitu Pitu yang lain tidak tahu keberadaan kita di bumi ini. Pitu Piyo takut jika itu di salah gunakan oleh manusia."

Lava memejamkan matanya, seketika kepalanya sakit memikirkan itu."Tenang, Piyo. Manusia pasti juga tidak akan mengaktifkan itu karena hanya aku saja yang bisa mengaktifkannya."

"Belum tentu, Pitu. Manusia itu punya seribu akal! Dia pasti akan mengotak-atik kendaraan itu. Piyo yakin pasti manusia akan mengincar kita nantinya."

Menurut analisisnya, ada beberapa manusia yang bersifat jahat, dan yang mencuri kendaraan mereka adalah manusia yang jahat.

"Tidak apa-apa, Piyo. Kita bisa cari itu, asalkan benda ini aman."Lava memegang dadanya, tampak ada cahaya warna ungu yang berada di balik pakaian itu.

Lava melihat ke arah kos'an Tera, sepertinya  malam ini dirinya tak akan berada di sana.

"Ayo, Pitu! Kita harus mencari jejaknya!"

Lava mengangguk, ia segera mengikuti ke arah mana Piyo membawanya.

* * *

Varel sungguh sangat jengah saat ini, pasalnya kesenangannya bersama Tera hancur begitu saja. Harapannya di urus dan di awasi oleh Tera sirna setelah Rendy yang mengacaukannya.

Rendy selalu saja melakukan sesuatu yang tidak perlu dan membuatnya harus menjauh dari Tera.

Seperti saat ini, sudah bagus Tera menonton di luar Rendy malah menyuruhnya untuk menonton di kamarnya saja. Sungguh keterlaluan.

Jika saja kakinya tidak sakit, ia akan menendang wajah songong milik Rendy itu.

"Inget, jangan marah. Nanti kakinya tambah sakit,"Rendy berusaha menahan tawanya, wajah Varel jelas sekali tampak sangat kesal saat ini."Lagian kenapa sih selalu aja ngikutin Tera. Kan Tera juga risih kalo di deketin kek gitu, mending sama gua aja, gua rela-relain buat ngurusin elo ini."

"Aku tidak menyuruhmu untuk mengurus ku,"

Rendy tersedak mendengar itu,"Ya ... sebagai manusia kan kita harus saling menolong, jadi sebagai manusia yang baik hati dan ganteng pastinya. Gua mau nolongin elo."

Melihat Varel yang hanya menatapnya tanpa menjawab lagi membuat Rendy menghela nafas,"Oke oke! Gua nggak akan nganggu lo lagi, tapi gua heran,"Rendy mendekat ke arah Varel membuat sang empu mundur.

"Apa yang kau lakukan?"Varel melihat ke arah lain, dia mendorong dada Rendy. Bahkan wajah Rendy sangat dekat, nafas berbau mint itu tercium olehnya.

Rendy tetap mendekat dan menatap Varel dengan penuh curiga,"Jujur sama gua, kenapa elo suka banget deket-deket sama ponakan gua? Elo ..."

Varel menaikkan alisnya, ia menatap Rendy, menunggu apa yang ingin Rendy ucapkan padanya.

"Atau jangan-jangan elo ... ada utang sama Tera ... aduh!" Rendy memegang pinggangnya yang sakit karena di dorong oleh Varel hingga dia terjatuh ke lantai."Kenapa dah, kan gua nanya beneran!"

Varel berdecak, kenapa juga ia harus meladeni orang gila seperti Rendy ini. Dia tidak pernah serius tentang sesuatu.

"Apaandah? Oren! Kenapa baring di lantai? Udah ada kasur malah mau tiduran di lantai," Tera keluar sembari berkacak pinggang.

Suara Rendy yang berteriak terdengar hingga ke kamarnya.

"Gara-gara ntu bocah, masa gua di dorong gini. Gua tanya baik-baik, dia ada utang nggak sama elu, tapi dia malah dorong gua. Encok dikit ini,"

Tera tertawa,"Emang umur nggak bisa bohong ya, Oren. Udah tua sih, makanya jatoh dikit udah encok!"

"Ya encok lah! Dari pagi sampe sore mantauin kos'an. Ngurusin ini itu, belum ada istirahat. Kan gua ngelakuin itu biar dapet duit. Untuk siapa lagi kalo bukan untuk ponakan gua yang nggak tahu diri ini, udah di kasih malah ngeledek!"

Tera cengengesan, jika Rendy sudah berbicara seperti ini, ia menjadi tidak enak."Bisa-bisa nggak di kasih duit jajan lagi nih!"

"Maaf-maaf, sini gua pijitin, jangan marah-marah ya, Oren." Tera berkedip-kedip sambil memeluk tangan Rendy.

"Nah gitu kan bagus, dari pada cuma nonton Drakor mending pijitin gua, udah pegel-pegel banget ini!" Rendy berbaring di sofa itu.

"Iya deh, bentar pake minyak urut dulu, Lava! Tolong ambilin minyak urut yang Emak ambil tadi!"teriak Tera.
Tapi tak ada sahutan yang terdengar.
"Kemana dah? Oren, Lava di mana? Kok kagak nyaut?"

"Lah?"Rendy bangkit dari baringya,"Bukannya si Lava sama elu dah?"

"Lah?! Sama gua, kapan sama gua, orang dari tadi gua di kamar sendirian aja."Tera bingung dengan ucapan Rendy ini.

"Coba cari di dapur dulu, mana tahu dia ketiduran di sono,"suruh Rendy.

Tera mengangguk, segera ia pergi ke dapur untuk memeriksa apakah ada Lava di sana atau tidak.
Sayangi sekali, tapi Tera tidak mendapati Lava saat melihat ke dapur.

"Tu anak mana sih? Di kamar kagak ada, di sini juga kagak ada? Apa dia pergi ke rumah Emak ya?" Tera bergegas kembali kedepan lagi.

"Gimana, Ra? Udah nemuin tu anak?"Rendy bertanya dengan penasarannya.

"Kagak ada, nggak ada dia di sono. Kemana ya tu anak, apa jangan-jangan dia hilang lagi!"

"Lo ngomong apa sih, Ra. Nggak mungkin Lava bisa hilang, tadi aja dia ada. Mungkin dia di kamar mandi kali,"

"Kagak ada, Oren. Gua udah ngeliat. Apa jangan-jangan bener dia ikut, Emak?"

"Kagak mungkin, kalo dia ikut Emak lu pasti dia ngasih tahu. Bentar gua telepon." Rendy segera membuka ponselnya, mencari kontak bernama Kak Epa di sana.

Panggilan terhubung tapi tidak ada jawaban, mungkin kakaknya itu tertidur karena ini memang sudah malam.

"Nggak di angkat sama Emak lu,"

Tera melipat tangan di kedua dadanya,"Tu anak kemana dah, nggak biasanya dia nggak ngasih tahu. Bikin orang khawatir aja."

Varel yang mendengar itu sedari tadi hanya mendengus, kenapa Tera mengkhawatirkan Lava. Ini tidak benar. Dia merasa tidak nyaman saat mendengar itu. Hatinya terasa panas."Tera, kenapa selalu saja memikirkan Lava ..."

Vote →Comment →Follow

ALIEN (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang