CHAPTER 22

438 21 4
                                    

Hidupku terlalu menyakitkan. Jangankan untuk bercerita, bahkan ketika aku mengingatnya saja, air mataku langsung tumpah.

-Azzalea Syafa Lorenza

°°°

Setelah kejadian itu, ternyata Papa Afzhal semakin sering meminta uang dari Bilal hanya untuk kesenangan pribadi. Bilal pun selalu memberikannya dengan alasan tidak bisa menolak, karena bagaimana pun Papa Afzhal juga sudah menjadi Papanya.

Kelakuan Papa Afzhal semakin menjadi jadi, bahkan tidak jarang Papa Afzhal memeras uang Bilal dengan jumlah yang cukup banyak. Bilal sebenarnya tidak tahu uang tersebut mau dipakai untuk apa? Ketika Bilal berusaha bertanya, Papa Afzhal malah membentak bahkan menyebut Bilal sebagai menantu yang perhitungan sama mertua sendiri.

Kring

Kring

Terdengar suara dari handphone milik Bilal.

Lea mengambil handphone Bilal yang tergeletak sendirian di atas meja. "Kebiasaan banget. Asal naro HP."

Lea nampak sedikit kaget, ternyata orang yang menghubungi Bilal adalah Papanya. Lea langsung mengangkat telepon tersebut. Tapi, ia hanya terdiam dan berusaha mendengarkan.

"Lal, Papa minta uang lagi dong, uang yang kamu kasih kemaren udah habis!" Ucap Papa Afzhal.

Mata Lea terbuka lebar, wajahnya sudah mulai memerah menahan amarah, tangannya langsung menggumpal kencang sampai urat uratnya terlihat.

"Lal, kenapa diam. Papa lagi butuh banget, cepetan kirim ke rekening biasa. Papa tunggu."

Setelah selesai berbicara, Papa Afzhal langsung menutup teleponnya dengan cepat.

Lea terdiam sejenak, amarahnya benar benar sudah tidak bisa terbendung lagi. Dengan tarikan nafas yang sudah tersendat sendat, ia langsung bergegas menghampiri Bilal di kamarnya.

Di dalam kamar, ternyata Bilal sedang sibuk bermain dengan laptopnya. Bilal nampak terkejut mendengar Lea membuka pintu kamarnya dengan sangat kencang.
"Astaghfirullah. Kenapa sayang?"

"Udah berapa kali lo ngasih uang sama laki laki itu?"

"Hah? Maksud kamu apa, sayang?"

Lea memperlihatkan isi chat Bilal dan Papanya. Didalam obrolan tersebut, terlihat berkali kali Bilal mentransfer Papanya uang bahkan ada beberapa nominal yang cukup besar. "Ini?

Bilal tidak berkutik sedikitpun, mulutnya terkunci dengan kuat, badannya langsung terdiam seakan akan ikut mematung.

"INI APA?"

Dengan gerakan cepat, Lea langsung membanting handphone Bilal dengan sekuat tenaga. Handphone itu langsung berubah menjadi banyak serpihan serpihan kecil yang berceceran di lantai.

Bilal menarik pelan tangan Lea sambil menatapnya dengan lembut. "Mas bisa jelasin, sayang."

"Lo sendiri yang udah janji sama gue, kalau lo nggak bakalan lagi berurusan sama laki laki itu."

"Mas cuma nggak enak kalau harus nolak, Mas nggak mau bikin Papa kecewa."

"LAKI LAKI B*J*NG*N KAYAK DIA NGGAK PANTAS DI KASIHANIN."

Bilal langsung terdiam, ia tidak habis pikir kenapa istrinya bisa berbicara demikian.

"Astagfirullah hal azim. Istighfar, sayang. Kamu nggak pantas bicara kayak gitu sama Papa."

"Tahu apa lo tentang dia? Asal lo tahu, bahkan kalimat b*j*ng*n pun terlalu halus untuk disematkan sama laki laki berhati iblis kayak dia.

Mendengar ucapan itu, kesabaran Bilal rasanya sudah hampir habis. Ini pertama kalinya Bilal meninggikan suaranya dihadapan istrinya.

"CUKUP, LEA. BAGAIMANA PUN JUGA PAPA ITU TETAP PAPA KAMU. DAN DI DALAM TUBUH KAMU INI MENGALIR DARAH PAPA."

"GUE NGGAK PEDULI. KALAU GUE BISA MILIH, GUE NGGAK SUDI PUNYA PAPA B*J*NG*N KAYAK DIA."

"LEA. JANGAN KETERLALUAN,"

Bilal langsung menghentikan ucapannya, tangannya refleks mengelus dadanya dengan pelan, bibirnya juga tidak henti hentinya berucap istighfar.

"Hahah! Lo bisa ngomong kayak gini karena lo nggak pernah ngerasain gimana jadi gue."

"Terus apa alasan kamu bisa sebenci ini sama Papa?"

Lea mendekati Bilal dan menatap wajahnya dengan tajam. sebuah tantangan terlihat jelas dari wajah Lea. Emosinya benar benar sudah berada di puncaknya.

"BUKAN URUSAN LO."

"Tapi, Mas ini suami kamu. Mas berhak tahu."

"Lo lupa, kita ini menikah karena dijodohin. Jadi sampai kapanpun gue gak akan pernah anggap lo sebagai suami gue."

Lea menatap kembali wajah Bilal dengan tajam. Jari telunjuknya juga ikut terangkat sambil bermain dengan kuat tepat di dadanya Bilal.

"GUE PERINGATIN SAMA LO. LO GAK USAH IKUT CAMPUR SAMA URUSAN KELUARGA GUE SEDIKIT PUN."

Setelah melontarkan kata kata tersebut, Lea bergegas keluar dari kamar Bilal. Lea bahkan kembali membanting pintu dengan sangat kuat.

Seketika badan Bilal langsung tertunduk kelantai, tulang tulangnya seakan rapuh, jari jarinya juga ikut bergetar. Air matanya ikut tumpah dikedua pipinya. Perasaan Bilal benar benar campur aduk.

Bilal langsung tersadar bahwa setan benar benar sudah menguasai dirinya. Dengan tarikan nafas yang panjang. Bibirnya seketika langsung berucap istighfar. "Astaghfirullah hal azim. Astaghfirullah hal azim."

"Jika ini termasuk ujian darimu, maka kuatkanlah iman hamba, Ya Allah."



°°°


Bersambung!

Jangan lupa Vote dan comment ya!

Pantengin terus ya, part selanjutnya!

Love you🤍

Lentara Untuk Zaujaty [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang