CHAPTER 21

399 23 2
                                    

Banyak hal yang tidak bisa aku ceritakan kepada siapapun. Walaupun kenyataannya ini terlalu menyakitkan jika harus dipendam sendirian.

-Azzalea Syafa Lorenza

°°°


Bilal menghentikan mobilnya dan turun menghampiri Lea yang sudah menunggunya di depan pagar kampus. "Assalamualaikum, Zaujaty?"

"Wa'alaikumussalam!"

"Gimana hari pertamanya, sayang? Seneng?"

"Bangettt!"

"Alhamdulillah! Mas ikut seneng dengernya."

Lea menganggukkan kepalanya sambil tersenyum sumringah di hadapan Bilal. Tanpa sadar, ternyata dari tadi banyak perempuan yang memperhatikan Bilal bahkan sebagian ada yang berani menggodanya dan mengajak berkenalan.

Lea melihat mereka satu persatu sambil menatapnya dengan tajam.  "Apa lihat lihat."

"Heh. Nggak usah kegatelan sama suami orang." Lanjut nya.

Bilal yang melihat itu hanya tersenyum melihat tingkah istrinya.

"Apa senyum senyum? Seneng? Ganjen banget jadi cowok." Ucap Lea menatap suaminya dan bergegas masuk kedalam mobil.

"Sayang, nggak usah cemburu." Ucap Bilal dengan lembut sambil mengikuti Lea masuk kedalam mobil.

Di dalam mobil, dengan tatapan yang bergejolak penuh amarah. Hati Lea masih saja terus menggerutu kesal.

"Sayang, kenapa? Masih cemburu?"

"Besok besok lo nggak usah jemput gue lagi."

"Sayang, kamu tenang aja! Mas nggak mungkin tertarik sama mereka. Lagian ngapain juga kamu cemburu, Mas ini kan sudah sepenuhnya jadi milik kamu."

Milik kamu.

Milik kamu.

Kata kata itu terus saja mengaung di telinga Lea. Detakan jantungnya semakin hilang kendali. "Hah? Bilal milik gue sepenuhnya!"

"Maksud dia apa? Kenapa dia bilang gitu? Kesannya kayak suami istri beneran, padahal kan?." Pikir Lea.

"Sayang, kok ngelamun?" Ucap Bilal menghentikan lamunan istrinya.

Mungkin kalau sendiri, Lea akan berteriak sekencang mungkin karena kesenangan. Tapi, untuk saat ini ia harus tetap berusaha menahan dirinya karena gengsi. "Apa sih, udah sana fokus kedepan, nggak usah liatin muka gue."

"Iya!" Bilal kembali fokus menyetir mobilnya.

Dipertengahan jalan mereka berdua melihat seorang pria setengah tua yang sedang dikeroyok empat orang preman berbadan kekar.

BUGH

BUGH

Kepalan tangan yang begitu kuat nyaris berkali kali mengenai wajah pria itu. Bagaimana mungkin satu orang bisa melawan empat preman sekaligus.

Bilal dengan cepat menginjak rem mobilnya dan bergegas merelai mereka. Lea juga mengikuti Bilal dari belakang.

"Hei, berhenti," ucap Bilal dan akhirnya berhasil merelai pukulan ke empat preman itu.

Bilal dan Lea nampak begitu terkejut. Mata mereka membulat sempurna, rongga mulut mereka juga ikut terbuka lebar. Badan Bilal dan Lea sempat mematung sebentar karena syok.

"Papa?" Ucap Bilal.

"Minggir, jangan ikut campur." Bentak salah satu preman.

"Tapi, dia Papa saya." Lanjut Bilal.

"Oh, jadi dia Papa anda. Kalau gitu suruh dia bayar hutang hutangnya sama Bos kami." Bentak preman.

"Hutang?" Tanya Lea yang tampak bingung.

"Iya." Jawab preman tersebut.

"Hutang apa?" Tanya Lea lagi.

"Afzhal pinjam uang sama Bos kami buat main judi. Janjinya cuma dua bulan bakalan dilunasin. Tapi, ini sudah lewat tempo dan dia tetap belum bayar juga. " Ucap Preman.

"Benar, Pa?" Tanya Bilal sedikit menoleh ke Papa Afzhal.

Papa Afzhal hanya menganggukkan kepalanya, mulutnya seakan terkunci karena sudah kesulitan berbicara, yang terdengar hanya suara jeritan kesakitan.

Lea yang mendengar itu nampak terkejut. Dengan menarik nafas yang panjang, kedua tangannya juga refleks memegang Keningnya karena menahan emosi yang sudah sulit dibendung.

"Berapa hutang Papa saya?" Tanya Bilal memecah keheningan.

"50 juta sama bunganya." Jawab preman.

Lea hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kedua tangannya sudah terkepal sangat kuat. Rasanya ingin sekali ia memaki Papanya itu karena selalu saja berbuat ulah. "Sebanyak itu?"

Bilal berusaha menenangkan pikirannya agar tidak tersulut emosi. Dengan langkah yang cepat, Bilal langsung berjalan membuka pintu mobilnya. Ia mengambil kertas kecil dan satu buah pulpen di dalam tas miliknya.

"Ini cek 50 juta. Silahkan pergi dari sini dan jangan pernah ganggu Papa saya lagi." Ucap Bilal sambil memberikan cek ditangannya.

Preman tersebut dengan cepat mengambil cek ditangan Bilal dan mengamati sejenak sambil tersenyum lebar. "Nah, kalau gini kan enak!"

Sambil mengipas ngipaskan cek ditangannya, Preman itu kembali menatap tajam wajah Afzhal. "Heh, lain kali kalau nggak punya uang, jangan ngutang. Nyusahin aja."

"Ayo cabut," ke empat preman tersebut langsung bergegas pergi dengan motornya meninggalkan mereka.

Bilal dengan cepat membantu Papa Afzhal untuk berdiri. "Nggak papa kan, Pa?"

"Nggak usah sok baik sama saya," tangan Papa Afzhal langsung menangkis tangan Bilal. Dengan langkah yang sudah berat, ia langsung naik taksi meninggalkan Bilal dan Lea.

"Dasar laki laki nggak tahu terima kasih." Teriak Lea.

"Sayang, nggak boleh gitu," Bilal langsung memegang tangan Lea.

"Lo juga, ngapain pake dibantuin segala tadi. Biarin aja dia babak belur sekalian."

"Astaghfirullah, nggak boleh ngomong gitu, sayang. Mas nggak suka."

Dengan wajah yang masih kesal, Lea langsung bergegas masuk kedalam mobil. Bilal juga mengikuti Lea dari belakang.

Selama perjalanan Lea masih tetap saja marah, ia bahkan tidak mau berbicara sepatah katapun kepada Bilal suaminya.

Sesampainya dirumah.

Setelah turun dari mobil, Lea berjalan dengan cepat memasuki rumahnya. Bilal bergegas mengejar dan menarik tangan Lea untuk menghentikan langkahnya. "Sayang, jangan marah."

Lea langsung membalikkan badannya kehadapan Bilal sambil menatap tajam. "Ingat ya. Ini terakhir kalinya gue lihat lo bantuin laki laki itu."

"Hah? Emang kenapa, sayang?"

"Gue nggak suka. Lo lihat sendiri tadi, setelah lo bantuan dia, dia main pergi gitu aja sambil marah marah lagi."

"Tapi, sayang?"

"Nurut dikit bisa nggak?"

"Iya! Mas janji, ini terakhir kalinya Mas bantuin Papa."

"Biarin aja dia nyelesain masalah nya sendiri. Biar dia kapok."

"Iya!"

Sebenarnya Bilal masih bingung. Kenapa Lea begitu benci sama Papa Afzhal? Bahkan untuk menyebut namanya saja ia nggan. Tapi, Bilal belum berani bertanya terlalu jauh karena Lea masih terlihat sangat emosi.




°°°


Bersambung!

Jangan lupa Vote dan comment ya!

Tungguin part selanjutnya ya!

Love you🤍

Lentara Untuk Zaujaty [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang