Bagian 2

692 47 3
                                    

ASAL ISTRI DAN KELUARGAKU TIDAK BOLEH TAHU 2

==================≠=============
“Aku tidak menginginkan apapun, hanya cukup seperti ini. Tidak lebih,” sahut Mentari sebelum akhirnya bibir kami bertemu.

Otakku tak bisa lagi berpikir jernih saat merasakan bagaimana reaksi Mentari dengan sentuhannya padaku. Entah sudah berapa lama aku tidak lagi merasakan perasaan berdebar seperti ini. Lalu sebuah dengung melintas dalam ingatanku membuatku menghentikan tubuh Tari yang makin merapat padaku.

“Tunggu!” kataku, dan mencoba membuat jarak diantara kami. Ada beberapa hal yang harus Mentari ketahui dengan jelas mengenai ini. Mengenai sesuatu yang akan berkembang. Kulihat wajah kami sama-sama sedang menahan hasrat.

“Apa itu?,” katanya.

“Kita harus jelas tentang ini. Aku mempunyai keluarga dan sangat menyayangi mereka. tidak ada sedikitpun niat untuk meninggalkan mereka, apalagi demi hubungan yang sedang kamu tawarkan, Mentari. Semuanya harus kita perjelas di awal, karena dalam hal ini, kamu yang akan dirugikan. Aku ingin menjalani dalam keadaan sadar,” jelasku karena ingin membuatnya sadar tentang tawarannya.

“Aku tahu. Aku tahu sejak awal,” katanya tanpa melepas kontak mata diantara kami. “Saya sejak awal sudah suka sama pak Dikta, sejak enam tahun yang lalu.”

Mataku menyipit. Menyukaiku sejak enam tahun yang lalu?

“Seleksi pegawai enam tahun lalu, Bapak yang bertindak sebagai ketua panitia tim seleksi dari kantor pusat.”

“Lalu,” tanyaku jujur masih tidak paham dengan apa yang dia katakan

“Bapak yang menyelamatkan saya dan ibu saya sewaktu ayah saya ingin menyeret kami kembali bersamanya. Itu saya, Pak.”

Aku terkejut. Jujur aku tidak begitu ingat peristiwa itu. Karena berpikir jika yang kulakukan semata karena sebagai utusan perusahaan. Kalau tidak salah ingat aku membantu dua wanita itu mendapatkan tempat tinggal aman dan memastikan pria dengan ucapan Bahasa Indonesia yang kacau tidak lagi menyakiti mereka.

“Kalau bapak bertanya kemana ibu saya, dia baik. Sekarang dia lebih berani dan ceria menghadapi hidup setelah menerima kekerasan dari suaminya sendiri selama puluhan tahun. Makanya, baru beberapa bulan yang lalu aku berani menerima tawaran pindah ke kantor pusat,” tambahnya lagi.

Aku menghela napas panjang. Ternyata itu sebabnya. Lalu kurasakan kedua tangannya mulai memijat bahu dan juga leherku.


“Tapi, dia masih Ayahmu, kan? Maksudku kalian berhubungan baik?”

“Masih, dia tetap Ayahku. Sejahat-jahatnya seorang ayah, jika berhubungan dengan anak-anaknya mereka akan berubah menjadi malaikat pelindung.”

Aku mendengar penjelasannya sambil menikmati pijatan. Ah Mentari.

“Aku sangat mencintai istriku, Mentari. Dan kamu harus tahu itu.”

“Bapak tenang saja, saya cukup sadar posisi saya, sehingga saya berjanji tidak aka nada yang mengetahu hubungan ini selain kita berdua.”

Aku menutup mata sambil merasakan pijatan yang kuterima. Satu sisi tak adil rasanya membiarkan Mentari menanggung semuanya sendiri. Wanita seperti dia harusnya mendapatkan pria yang layak jadi suaminya. Melindunginya dan menyanyanginya. Bukan pria sepertiku.

“Apa jaminannya hubungan kita tidak akan diketahui orang banyak? Karena ada beberapa kolega yang bermasalah karena memiliki affair dengan sesama rekan kerja, Dan asal kamu tahu aku tidak ingin ini menjadi masalah bagi kita.”

“Bapak bisa pegang omongan saya, jika hubungan kita ketahuan, maka itu akan menjadi akhir.”

Tak lama kurasakan pijatan Mentari berpindah ke lenganku. Ah kapan terakhir kali Dita memijatku? Aku tidak ingat. Yang ku ingat dia selalu bercerita tentang hal remeh, tentang kesulitannya mengatur urusan rumah atau kesulitannya tak bisa membagi waktunya. Hingga berimbas pada jadwal diet yang entahlah sedang dia lakukan. Entah kenapa aku merasa sesak jika pulang ke rumah. Dan pasti ada yang salah denganku.

LUKA HATI DITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang