==========
“Pak, apakah ada peluang untukku bisa menjadi istri bapak? Aku tidak akan meminta lebih, tidak akan minta disahkan secara hukum. Aku hanya meminta status hubungan kita berdua bisa sah di mata agama, agar bisa leluasa melakukan banyak hal berdua. Aku janji tidak akan membuat semuanya menjadi rumit. Aku..aku tidak ingin ada pria yang menggangguku,” ucapnya dengan penuh harap. Aku memandangnya lama. Membiarkan diriku mengagumi kecantikannya serta memuji betapa beruntungnya aku mendapatkannya.“Aku sudah bilang padamu, Mentari, aku tidak bisa memberimu status pernikahan, hanya pertemuan seperti ini yang bisa kuberikan padamu, aku tidak bisa memberikanmu lebih, setidaknya untuk saat ini, Tari. Bersabarlah sedikit. Kita sama-sama dewasa, sebuah hubungan ada baiknya diawali dengan perasaan sadar. Dan aku masih secara sadar tetap pada keinginanku jika belum sekarang waktu yang tepat untuk memberikanmu status,” jawabku pada akhirnya.
Lalu dia mulai memelukku. Aku menyukai aromanya, aku menyukai caranya memperlakukanku, aku merasa berada pada dimensi lain dari hidupku yang menjemukkan. Dari rutinitas kantor yang memuakkan dan dari urusa-urusan sepele di rumah. Pelukannya membuat aku merasa nyaman.
“Jadi, kapan aku bisa mendapatkan jawaban? Aku janji tidak akan mengganggu atau meminta lebih, Pak. Aku hanya mau lebih sering bersama Bapak dalam ikatan resmi, bahkan, aku bisa lebih berani menyenangkan Bapak jika ikatan antara kita sudah jelas, kalau masih seperti ini, aku yakin, jika Bapak juga ragu, bukan?,” sahutnya pelan. Aku bisa merasakan deru napasnya mengenai wajahku.
Akhirnya, agar tidak terjadi sesuatu yang sama-sama kami inginkan, aku mengajaknya menonton film di sebuah bioskop dekat apartemen miliknya. Kami mengatur sedemikian rupa hingga pada bagian masuk ke bioskop. Mentari lebih dahulu masuk baru kemudian menyusul aku.
Film yang kami tonton adalah jenis film fiksi ilmiah. Jenis film yang kebetulan menjadi selera kami berdua. Jika bersama Dita, maka, yang kami tonton hanya seputar drama yang ujungnya udah ketahuan. Dan tiap kali aku memintanya mengganti jenis tontonan kami, maka dia punya cara sendiri agar mendapatkan kemauannya. Nah, sekarang tahu kan, kenapa aku sangat bahagia bersama Mentari? Mentari adalah versi lain dari Dita.
Aku menontn film dengan rasa bahagia bersama Mentari, kami mengobrol hal-hal yang ringan dan sekali lagi Mentari tahu bagaimana menyenangkanku. Godaan untuk tinggal berlama-dalam dengan Mentari kembali muncul saat dia memintaku untuk menemaninya hingga malam. Dia tidak memintaku menginap, hanya memintaku tinggal hingga malam hari. Aku hanya bisa menjawab jika saat ini, belum waktunya aku mengikuti keinginannya, aku tidak boleh membuat Dita curiga. Belum saat ini.
Aku tiba dirumah pukul setengah enam sore. Seperti biasa anak-anak berlarian jika mereka melihatku datang. Aku menggendong mereka berdua dalam sekali raup. Meski badan mereka tidak begitu berisi, kata dokter mereka sehat, gizi tercukupi. Aku mendapati Dita sedang tertidur di kursi ruang tengah saat menggendong anak-anak masuk kerumah. Aku lalu mencari Bik sati dan menemukan wanita itu sedang membersihkan pekarangan belakang rumah dan menanyakan apa saja kegiatan anak-anak satu harian ini.
“Anak-anak bermain sama saya, Pak.”
“Terus? Dita ngapain?”
“Ibuk kan ada kegiatan Rw pak, ada pengobatan gratis, jadi, tadi Ibu sibuk di sana seharian.”
“Anak-anak udah makan siang, kan bi?”
“Udah pak, udah saya kasi makan.”
Aku meninggalkan Bik sati dan meminta anakku membangunkan ibunya, aku perlu bicara beberapa hal padanya. Selesai mandi aku melihat Dita akhirnya masuk kamar dengan wajah lesu. Setahun terakhir aku jarang melihatnya tersenyum bahagia. Wajahnya selalu cemberut seolah aku penyebab masalahnya.
“Pi, tadi dicariin pak Lurah, aku ka udah kasih tahu sejak minggu lalu kalau hari ini kita ada kegiatan, nah, semua pada datang suami istri, hanya aku saja yang datang sendiri.”
Aku memilih diam dan tidak mendebatnya. Akan lebih baik aku tidak memulai perdebatan dan agar akhir mingguku bisa tenang.
“Pi, tadi, Bu Karno bikin kehebohan di kompleks sebelah. Suaminya kedapatan selingkuh.”
Perasaanku mulai tidak enak.
“Wanita selingkuhan pak Karno rambutnya ditarik sama Bu Karno, kita para ibu-ibu yang lain berusaha melerai, ternyata Pak Karno udah selingkuh empat tahun sama wanita itu, dibeliin rumah pula di kompleks sebelah, mana ada anak. Heboh tadi, ya semoga aja gak masuk media.”
Aku berpura pura membuka buku bacaan tapi telingaku dapat mendengar jelas cerita DIta.
“Ya terus sebagian dari kami heboh bahas soalan ini,Pi. Tapi, aku yakin papi gak bakalan gitu, karena aku tahu, meski kita sering bertengkar,kasih sayang Papi, hanya buat keluarga kita,kan, Pi?”
Aku terhenyak. Pernyataan Dita, apakah karena dia merasakan ada yang ganjal?
Atau karena dia tahu sesuatu? Dadaku berdebar perasaanku tidak enak.
"Pi, parfum kamu ganti, ya? Eh, emang benar tadi kamu nonton bioskop? "
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA HATI DITA
RomanceDita tidak menyangka jika perkawinannya dengan suaminya, Dygta akan berada diujung tanduk setelah semua yang dia korbankan, termasuk karirnya sebagai seorang dokter. Dygta tidak menduga jika wanita yang awalnya dia cintai sedemikian hebatnya bisa be...