Bagian 12

552 38 1
                                    

Asal Istri dan keluargaku tidak boleh tahu 12

Berat badanku naik drastis semenjak memasuki trimester ketiga. Sebenarnya aku dan Mas Digta termasuk pasangan yang menunda momongan. Sebabnya ialah karena aku harus menyelesaikan Co-assku terlebih dahulu. Mas Digta melamarku tepat setelah aku menyelesaikan wisuda sarjana kedokteran. Kami melalui masa-masa menunggu waktu menikah saat aku menempuh Co-Ass, tidak mudah tapi aku berhasil melewatinya dengan baik.

Awalnya ibu mertuaku keberatan saat mengetahui alasan kami menunda memiliki anak, tetapi setelah terlewatinya waktu, akhirnya ibu mertuaku paham jika aku masih kewalahan dalam menyesuaikan diriku sebagai istri, tugas di rumah sakit, dan tugas seabrek dari dokter senior yang harus kuselesaikan.

Masa-masa akhir Co-Ass lebih parah lagi. Di akhir masa Coass aku hamil, dan saat wisuda kondisiku tidak begitu baik. Padahal aku ingat selalu meminum pil secara teratur, tapi balik lagi, sebagai orang kesehatan, aku tahu benar seberapa besar tingkat keberhasilan Pil dalam mencegah kehamilan.  Ya mungkin saja karena Kami masih berada dalam fase pengantin baru dan aku tidak menyesal menikahi pria yang usianya terpaut tiga belas tahun dariku, apalagi saat dia tahu aku mengandung anak kembar. Tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Mas Digta dan keluarga besarnya.

Diakhir semester ketiga berat badanku mencapai Sembilan puluh kilogram. Berat badan normalku sendiri di kisaran lima puluh lima kilogram, beberapa dokter yang lebih senior mengatakan semuanya wajar tetapi aku tetap wajib  mengontrol asupan makanan, karena bayi yang terlalu besar akan berakibat buruk bagi ibu nantinya.

Kedua bayi kembarku lahir dengan sehat. Aku sepakat dengan Mas DIgta, papa kembar, jika baru boleh bekerja setelah mereka sekolah. Karena ingin fokus memberi ASI ekslusif hingga dua tahun. Masalah mulai muncul saat aku mulai di serang baby blues, karena melihat papinya anak-anak tidak bisa membantu menyelesaikan masalahku, aku mencari kegiatan di luar agar dapat kembali waras saat mengurus anak-anakku. Ya tentu selain ikut senam kebugaran, aku juga menjaga pola makanku, ternyata menurunkan berat badan tidak semudah yang kuduga karena bahkan saat anak-anak berusia dua tahun, berat badanku masih diangka delapan puluh kilogram. Sungguh perjuangan yang sangat berat

Saat melakukan konsultasi dengan kawan sejawan dan dokter ahli gizi ternyata aku mendapatkan diagnose jika aku menderita Hipotiroidisme. Kondisi ini adalah kondisi penyakit yangmenyebabkan kelenjar tiroid tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sehingga metabolisme akan lebih lambat dan tubuh akan menyimpan lebih banyak lemak ketimbang yang di bakar. Saat mendengar diagnose rekan sejawatku dan dokter senior, tentu aku mengalami stress berat. Pasalnya aku tahu Mas Digta sangat keberatan dengan tubuhku. Mungkin di tahun pertama hingga tahun kedua dia masih bisa mengatakan tidak masalah, atau nanti bisa turun, tetapi lama kelamaan hal yang kutakutkan terjadi.

Saat-saat berjuang menurunkan badan menjadi saat paling menyakitkan dalam hidupku. Rasa-rasanya aku telah melakukan berbagai cara tetapi semuanya sia-sia. Lalu pengalihan itu datang, kegiatan di kelurahan yang membutuhkan bantuanku desikit demi sedikit bisa mengurangi beban pikiranku. Setidaknya saat Papinya kembar tidak di rumah aku bisa menemukan diriku yang dulu. Bisa bahagia dan melakukan apa yang aku mau. Tanpa tekanan atau tanpa merasa selalu menjadi pihak yang dipojokkan. Bahkan aku menyetujui giliran menjaga Nenek Mas Digta saat pagi hari sembari menunggu penjaga datang jam dua belas siang. Jadi sebelum datang ke tempat yoga, setelah mengantar anak-anak, aku selalu menyempatkan diriku mengantar Gina ke tempat terapi milik rekanku, dan dilanjutkan menjaga Nenek selama tiga jam hingga ART yang bertugas datang. Semuanya kujalani dengan hati gembira tanpa hambatan.

LUKA HATI DITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang