Asal Istri dan keluargaku tidak boleh tahu 31
Aku mengalami gelombang tsunami maha dasyat saat bertugas bersama Mentari beserta dua tenaga lapangan lainnya di Kalimantan. Apa jadinya jika dua minggu di Kalimantan kuhabiskan hanya berdua dengannya? Aku hanyalah pria biasa, jika terlalu sering berhadapan dengan umpan menggiurkan seperti Mentari, aku tidak yakin bisa menahan diri.
Makin hari aku makin merindukan Dita. Dalam sehari aku bisa mengirim puluhan pesan dengan beragam emosi serta ancaman. Malangnya aku tidak tahu apakah dia membacanya atau tidak. Sekali waktu aku pernah meminta Hilal menghubunginya, tentu menggunakan nomor Hilal. Terlebih dahulu aku meminta Hilal mengirim pesan, jika dia dari kantor PT. GAW, sampaikan ada informasi penting yang harus disampaikan secara langsung. Ajaibnya telfon itu diangkat dalam tiga kali deringan. Aku Bahagia bukan main saat mendengar suara Dita di telpon. Malangnya nasibku, baru beberapa detik menyapanya dengan panggilan sayang, sambungan itu terputus. Tawa Hilal yang tertahan sukses membuatku jengkel sekaligus malu.
Tak terhitung berapa kali aku menggunakan nomor baru dan menghubungi Dita disertai dengan berbagai alasan. Ternyata aku gagal dan berakhir menggenaskan. Dita sangat sulit kutemui, berbagai alasan telah kulakukan dan kucoba. Hingga yang paling menggenaskan aku pernah semalaman nginap di depan apartemennya demi melihat Dita, sayangnya aku belum beruntung. Ya Tuhan, nasibku terlalu menggenaskan. Sebenarnya bisa saja aku berpaling pada Mentari dan bahkan menikahinya secara agama, sayangnya kemauanku bersama Mentari belum dalam taraf ingin mengajaknya menikah. Aku tidak melihat sesuatu padanya. Kupikir Dita sukses mebuatku uring-uringan.
Kemana semua pesan-pesan manja yang dulu sering dikiriminya padaku?
Kemana seluruh pesan-pesan meminta ini itu yang kadang tidak pernah kulakukan hanya karena alasan lelah?
Kemana Ditaku yang dulu? Aku hanya ingin dia Kembali. Kembali padaku.
Minggu pertama kuhabiskan dengan meeting dan rapat evaluasi yang tidak bekesudahan. Emosiku naik turun tidak terkendali. Semuanya membuatku emosi, tidak bagian produksi, staf lapangan, bahkan kelakuan pimpinan cabang juga membuatku mengurut dada. Wajar jika laporan mereka seperti ini, semua yang diarahin pimpinan cabang juga cenderung ngaco. Aku yakin masih banyak hal yang belum kutemukan. Semoga ada kesempatan lain, karena jika memang benar seperti yang aku kawatirkan, maka mereka berada dalam bahaya besar.
Memasuki akhir minggu kedua ternyata hanya aku dan Mentari yang meninggalkan lokasi. Tami dan Hilal masih harus menyelesaikan beberapa tugas dengan beberapa coordinator lapangan. Selama kami bersama sebisa mungkin aku membatasi interaksi. Kuakui selain menarik, Mentari juga sangat professional dalam hal pekerjaan. Tidak hanya penampilannya saja yang cantik, kepribadiannya juga menarik. Sayangnya kami bukan jodoh, dan selama aku masih bisa bertahan, dan aku selalu berdoa untuk itu, aku tidak akan menghianati pernikahanku.
Namun rencana tinggallah rencana, karena saat kami duduk berdua di dalam pesawat menuju Jakarta meninggalkan Balikpapan, Bahasa tubuh Mentari sama sekali tidak membantuku. Sepanjang perjalanan dia selalu mampu membuatku terus memperhatikannya. Herannya aku juga sangat sulit berpaling darinya. Belum lagi tangannya yang selalu Kembali memegang kedua tanganku bahkan setelah kulepas. Akhirnya aku menyerah karena sia-sia saja, toh dia akan tetap melakukan apapun yang diinginkannya. Apakah ini karena sudah berbulan-bulan aku tanpa Dita? Oh…come on, Dit, pulanglah. I need you.
Sesampainya aku di rumah, bom berikutnya ternyata telah menungguku. Ada Ibu dan juga kedua adikku di rumah. Tidak biasanya mereka datang tanpa pemberitahuan. Kalau sudah begini aku tahu pasti si kembar cicak yang mengadu. Dasar pengkhianat. Padahal uang tabunganku sudah habis terkuras karena membelikan mereka berdua tas, sedangkan Dita belum pernah sekalipun kubelikan tas. Biasanya dia akan membeli kebutuhannya dari gaji bulanan yang telah kuberikan.
“Kemana istrimu Dygta? Gak ada pasangan normal model begini, ayo kamu cerita ke ibu deh,”ucap Ibu saat aku akhirnya duduk bergabung di ruang tengah setelah mandi dan tentu saja memberiku waktu menyiapkan rentetan kebohongan lainnya.
“Bu, kan sudah aku bilang, Dita sekarang mulai sibuk, dia udah mulai bekerja, pegang perkataanku beberapa bulan lagi, pasti Dita akan berkunjung ke rumah, hanya udah gak bisa bantuin di rumah lagi, kan udah ada Ashyunti dan Nia romadona,”jelasku perlahan. Aku berusaha sedikitpun tidak menampakkan gelombang emosiku pada Ibu dan kedua adikku.
“Iya, tapi, istri mana yang ninggalin rumah lama gini, Dygta? Kamu ini mau mainin Ibu-mu ya? Kualat kamu, nanti !”
“Ibu, Dygta jujur, Dita memang lagi gak bisa diganggu, kerjaan dia bukan seperti orang kebanyakan, bahkan aku diminta tidak mengganggunya lebih dulu sebelum dia mengijinkan,” dustaku meyakinkan. Kupikir aku sangat berbakat jadi aktor kawakan tanah air. Lagipula hampir semua teman di kantor pernah mengatakan jika wajahku mirip dengan Evan Sanders.
“Kalau gitu coba kamu buktikan ke ibu, telpon Dita sekarang juga. Ayo, coba telpon dia.”
Mampus. Dasar wanita.
“Ibu, kami bukan anak kecil, please, ibu percayakan saja semuanya padaku, lagian ibu bertingkah seperti ini malah tidak membuatku nyaman sama sekali,”keluhku padahal dalam hati jantungku sudah jumpalitan.
“Lah terus kenapa adekmu bilang waktu itu, ada wanita datang ke rumah ini? Siapa dia?”
Awas kalian.
“Bu, itu stafku di kantor, ada kerjaan, makanya dia datang, nganterin hp kalau gak salah. Ibu tahu sendiri gimana kerjaanku lagi padat-padatnya sekarang.”kilahku
“Alah, kok bisa hp dia yang pegang, hp itu benda paling pribadi Dygta, ibumu ini boleh tua, umur bentar lagi enam puluh, tapi ibu gak bodoh.”
Ya, siapa bilang ibu bodoh. Tentu aku hanya berani berucap dalam hati. Lalu saat perbincangan kami berlangsung a lot, ada bunyi ketukan pintu hingga membuat adikku Chaca bergegas membuka pintu rumah. Saat itu aku masih berbincang dengan Ibu, saat senyum di wajah adikku bahkan membuatku bergidik ngeri.
“Abang, ada staf jadi-jadian nganterin hp abang lagi tuh. Cieee, Eh ibu mau liat orangnya nggak?”
Aku kehabisan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA HATI DITA
RomanceDita tidak menyangka jika perkawinannya dengan suaminya, Dygta akan berada diujung tanduk setelah semua yang dia korbankan, termasuk karirnya sebagai seorang dokter. Dygta tidak menduga jika wanita yang awalnya dia cintai sedemikian hebatnya bisa be...