Bagian 11

519 44 1
                                    

Asal Istri dan keluargaku tidak boleh tahu 11

“Tolong kamu kasih tahu ibumu yang tidak muda lagi ini, Digta. Kenapa istrimu jadi tidak bisa ibu hubungi? Salah ibu apa sama dia?”keluh Ibu padaku. Karena semua obrolan kami semalam, aku jadi memutuskan akan datang ke rumah sebelum ke kantor. Jarak rumahku ke rumah ibu hanya ditempuh kurang lebih tigapuluh menit jika tanpa macet. Dan beruntung bagiku, aku bisa sampai di kompleks perumahan ibu tepat waktu sesuai perkiraanku.

“Bu, Dita lagi gak bisa ngantar Gina ataupun Nenek lagi, mulai sekarang Ibu yang wajib gantian dengan Caca atau Cica buat ngurusin Gina sama Nenek. Lagipula kita kan punya Asunti sama Nia ramadona, dua orang pekerja professional yang katanya Ibu pekerjakan, mana mereka?,” selidikku.

“Mereka datangnya siang sampai malam, wajar kan, kalau pagi ibu jadi panik gini? Mana adikmu Gina selalu teriak-teriak kalau pagi, pusing ibu dibuatnya. Umur ibumu udah tua gini, udah waktunya kamu buat senang, masa cuma buat yakinin istrimu datang tiap pagi aja kamu gak bisa?,”tambah ibu lagi. Kali ini dengan sikap panik yang tidak dibuat-buat.

“Gak bisa lagi, Bu. Dita sibuk, jadi selama beberapa bulan ke depan gak bakalan bisa, ini keputusanku, lagian, kemana Chaca sama Cica? Mereka hanya tinggal irumah, belum ada anak yang mesti dijaga, mereka berdua yang harusnya datang menjaga dan merawat Gina atau Nenek, apa ibu tidak merasa ini keterlaluan?”

“Digta, Dita bukan orang lain, kita keluarga, apa salahnya ibu meminta dia yang handle, ini bukan sesuatu yang baru bagi dia, iya kan? Atau dia ngeluh sama kamu, ya? Jadi kamu sampai bantah ibu seperti ini? Iya?”

“Nggak gitu, Bu. Digta hanya ingin ini berlaku adil, kami punya anak, dan Dita juga wajib mengurus anak-anak, dia juga punya kesibukan sendiri, sekali sebulan boleh lah ibu manggil dia, selama ini berapa kali seminggu Ibu minta bantuan DIta?”koreksiku mulai melihat tinggkah Gina yang membuang semua barang barang dalam kamarnya. Adikku ini, usianya dua puluh tahun, tapi tingkahnya masih seperti anak kecil usia tujuh tahun. Ada sebuah kejadian traumatis menyangkut Gina yang tidak ingin kuingat ataupun bicarakan lagi.

“Kamu mudah bicara Digta, bukan kamu yang jadi ibu dengan semua keruwetan di kepala Ibu. Bahkan adik-adikmu caca dan cica jarang jenguk Ibu.” Keluhnya lagi. Kupandangai Gina dan mencoba memanggilnya dengan panggilan sayangku. Sontak adik kecilku itu berbalik dan berlari memelukku. Nanti aku akan mewati mereka agar lebih sering berbagi tugas dengan Ibu.

“Kita ke klinik ya? Ini waktunya kamu terapi, Mama kembar lagi gak bisa datang, oke?” seruku pelan. Perlahan Gina tersenyum dan memelukku erat.

“Gak mau. Mau mama kembar.”rengeknya

“Mama kembar lagi sibuk Gina, jadi Papa kembar yang datang. Akhir mingu aku bawa kembar ke sini, gimana? Jadi kalian bisa main. Deal?.”tawarku. dan ternyata Pancinganku berhasil kulihat ia melompat dan mengambil tas kesayangannya di lemari.

Saat berjalan menjauhi kamarnya, kulihat Ibu sedang duduk di sofa ruang tengah dan memijat kepalanya.

“Nenekmu ngompol lagi Digta, dan ibu tidak tahan masuk ke dalam kamarnya, ibu nunggu Asunti yang bersihin, biasanya kalau ada Dita, dia yang ngerjain. Kenapa susah sekali sih kamu cari orang yang bisa kerja dan tinggal di rumah bantu ibu? Ibu udah kewalahan nyari orang yang mau tinggal buat jagain Nenekmu sama Gina.”

LUKA HATI DITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang