Asal Istri dan keluargaku tidak boleh tahu 27
Aku pulang dalam keadaan hati yang babak belur. Betapa panjang rasanya waktu hari ini. Mulai dari kejutan kedatangan Mentari, obrolan di rumah Ibu, Sepupu Dita, hingga insiden di apartemen Dita. Saat meninggalkan apartemen Dita, aku berjanji tidak akan pernah lagi datang ke apartemen itu dalam waktu dekat. Mengingat insiden menjelang petang tadi membuatku malu sekaligus marah. Belum pernah rasanya menerima pengusiran seperti itu seumur hidupku. Sebelum meninggalkan apartemen Dita, aku menuliskan pesan singkat untuknya.
{Keterlaluan kamu Dit. BTW, Terima kasih atas penolakan sore ini. Aku tahu kamu ada di dalam}
Aku tiba di rumah pada malam hari. Suasana rumah sangat sunyi. Aku duduk di sofa ruang tengah dalam keadaan badan luar biasa lelah. Tidak kusangka banyak hal terjadi hanya dalam waktu satu hari. Kulipat kedua tangan di belakang kepala, berharap bisa meredakan keruwetan dan sakit yang kurasakan dalam waktu bersamaan. Ada sedih yang kurasakan saat menyadari begitu banyak ruang kosong yang tercipta setelah Dita tidak lagi di rumha. Rasa rasanya berbeda jika tidak ada dia yang mengatur rumah. Rasanya begitu sakit saat menyadari usahaku mengatakan diriku baik-baik saja adalah pengalihan sempurna terhadap kenyataan yang kualami.
Aku lalu menyalakan lampu taman dan berlanjut menyalakan lampu teras. Makanan buatan Bik Sati sudah tersedia di meja makan. Di samping piring makan telah tersedia jeruk yang tidak lagi hangat. Dulu, entah bagaimana caranya air jeruk hangat selalu bisa hangat di atas meja dengan jam kantorku kadang tidak menentu. Bagaimanapun kondisi kami, apakah itu bertengkar atau dalam keadaan baik-baik saja, semua kebutuhanku terpenuhi. Sesungguhnya Dita hanya punya beberapa kekurangan dan aku menjadikan kekurangan itu menutupi ribuan kebaikan yang dimilikinya.
Setelah makan, dan membersihkan diri aku ingat jika besok harus segera mengunjungi Mentari. Sampai beberapa minggu yang lalu aku masih merasakan kedamaian saat sendiri. Menikmati semuanya tanpa bising dan tanpa gaduh. Lambat laun aku sadar jika semua itu hanya bagian terkecil dari diriku. Bukan apa yang aku mau terjadi selamanya dalam hidupku. Aku harus mengakhiri hubungan kami jika tidak ingin kehilangan keluargaku. Jauh dari dalam lubuk hatiku, aku tidak ingin Dita tahu. Tidak ingin. Aku tidak ingin Dita tahu apapun tentang Mentari.
Sepertinya aku bermimpi saat membuka mata dan aku melihat Dita yang sedang berbalik menghadapku dalam tidur nyenyaknya. Bibirnya setengah terbuka. Dita tak pernah bisa tidur dalam keadaan bibir tertutup. Kadang jika aku menyinggungnya, mulutnya akan cemberut dan berbalik menyerangku dengan dengkuranku yang membuatnya sulit tidur. Sungguh kelegaan yang sangat amat dalam kurasakan saat mendekap dia dalam pelukanku.
Rambutnya tergerai indah mengenai bantalku. Aku memeluk dan membaui aromanya yang sudah lama kurindukan. Dita seempuk yang kuingat, aku rela dia tidak menurunkan berat badannya asal dia di rumah bersamaku dan juga anak-anak. Ternyata sesuatu dalam diriku bereaksi saat merasakan Dita dalam pelukanku. Akhirnya setelah sekian lama sang King bangun tanpa perlu perantara maupun media.
Dadaku berdebar kencang saat merasakan Dita makin mengetatkan pelukannya padaku. Tanpa menunggu lama segera kuselesaikan tugasku sebagai suami yang beberapa bulan ini tak pernah kuminta. Entah apa sebabnya jika melihat Dita keinginan untuk memelukknya tidak seantusias di awal-awal, dan aku bahagia antusias itu datang bertepatan dengan keberadaan Dita dalam pelukanku. Ya aku bahagia, sangat bahagia.

KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA HATI DITA
RomansaDita tidak menyangka jika perkawinannya dengan suaminya, Dygta akan berada diujung tanduk setelah semua yang dia korbankan, termasuk karirnya sebagai seorang dokter. Dygta tidak menduga jika wanita yang awalnya dia cintai sedemikian hebatnya bisa be...