Asal Istri dan keluargaku tidak boleh tahu 13
Mimpi buruk
Memasuki bulan kedua Bik Sati datang padaku dengan kabar jika minggu ini, Dita ingin anak-anak tinggal denganku selama dua minggu. Karena ada pelatihan yang ingin dia ikuti. Aku menyetujui tanpa banyak protes. Karena ini kali pertama Dita menitipkan anak-anak.
Lagipula aku bisa memanggil dua adik-adikku yang belum memiliki anak. Caca dan juga Cica. Cukup dengan bayarin tas incaran mereka, masalah beres. Meski aku yakin, nanti akan jadi boomerang lagi, karena Ibu juga membutuhkan bantuan kedua adikku untuk menjaga Gina juga Nenekku. Ah..kenapa urusan ini berasa ribet?
Biasanya seminggu dua kali aku selalu menyempatkan menjemput Gina lebih dahulu, urusan Nenek, aku belum bisa membantu banyak. Sedikit banyaknya, aku jadi tahu aktifitas Dita sebelum akhirnya menjemput anak-anakku di sekolahnya. Jangan salahkan aku, karena DIta yang mengatakan padaku, jika masalah mengantar Gina dan menjaga Nenekku sebelum Penjaganya datang adalah urusan sepele, lagipula dia memang tidak memiliki kegiatan.
Aku sedang melihat gallery yang berisi fotoku dan anak anak. Lima kali pertemuan di akhir minggu hanya ada aku, anak-anak beserta asisten rumah tangga yang dipekerjakan Dita. Beberapa kali aku sering melirik ke arah lift, berharap, jika secara tiba-tiba -ini perumpamaan aja- atau bisa saja DIta juga sedang bersembunyi di suatu tempat sedang mengintipku menjemput anak-anak. Ya kan? siapa yang tahu?
Lagipula kenapa wanita harus memiliki mode baper sih? Mode yang kata Rima, sekertarisku, adalah mode yang sering tidak bisa diprediksi kapan datang dan perginya. Ada yang menyimpannya lama, ada pula yang hanya sebentar.
Aku baru saja turun dari mobil saat getar pada saku celanaku membuyarkan lamunan. Ternyata dari Mentari
{Pak, Bapak malam ini datang jam berapa?}
Aku membaca pesan Mentari dua hingga tiga kali sebelum membalasnya.
{malam ini ada urusan Tari. Besok malam aja. Kalau perlu kutemani sampai bobo}
{Ah…yang bener? Kemarin aja baru di pegang dikit, udah kaget 😒}
{Masa iya?😅}
{Mulai ngeles lagi nih, si Bapak}
{Anggap aja karena belum terbiasa} kilahku
{Bilang aja kalau takut kebabblasan}
{Dikit. Anyaway, kamu tunggu beberapa bulan ke depan ya, biar kita gak salah langkah}
{Yakin tahan?}
{Apanya?😋}
{nahan diri}
{Dikit sih. Makanya kamu jangan terlalu menggoda dong. Kasihani aku🙏}
{Hahahahahahaha, segitunya, lagian, mudah kok, hanya butuh beberapa kata, kita udah sah. Bapak bisa tinggal, dan nginap 😋😋😋😋😋}
{Sabar ya, aku juga pengen. Hanya belum saatnya Tari. Aku punya anak, punya keluarga, makanya, semua hal wajib dipikirin matang-matang. Jangan minta aku ingatin janji kita, ya}
{ iya sayang}
{Oke udah dulu ya, see you besok, Mentari }
Kututup Chat dengan Mentari lalu menengok obrolan chat Andita prajanu Sajena
{Pi…pipa bocor, nungguin papi beresin gak bakalan nih}
{Uti Pup lagi, Ibu nangis karena liat Uti Pup, Gina Teriak teriak gak jelas, how wonderfull live keluarga suamiku}
Aku tersenyum membacanya, lalu kembali menggulir percakapan ke bawah
{Pi, pak lurah nyariin nih, kamu udah setaun absen kegiatan RT RW, jangan Taunya hanya nyumbang duit aja}
{Bahasa inggris Manik dapat 100, ini ikut Papinya, nih. Pinter}
{kayaknya aku harus rajin Yoga deh pi, BB ku gak mau turun-turun nih, padahal udah sepedaaan juga tiap sore, masih 90 kg, udah lima bulan juga, help}
Aku menarik napas membaca chatnya Dita beberapa bulan lalu, chat yang berisi alasan kenapa Dita baper lalu memutuskan keluar dari rumah.
{Pi aku tahu kamu malu punya istri gemuk, sabar ya. Lagi usaha ni}
{Caca sama cica sakit, aku ke rumah mereka dulu. Bisa ya, adik kamu kembar sakitnya juga janjian?}
{Pi, bisa nggak aku liburan? Pengen berlibur selama seminggu, sendiri gitu. Tapi, pasti nggak mungkin, ya? Anak-anak gimana? Gina? Uti? Kamu?}
{Kamu jarang banget balas WA-ku Pi. Sekalinya balas Cuma Oh, Ok. Sip. Atau baik. Ini tuh bukan jaman SMS yang ngitung tarifnya pake karakter}
{papi, popok buat duo damanik. Malam mereka masih ngompol, Saldo gopayku habis, bangking eror. Beliin please}
Lalu pesan terakhir sebelum dia meninggalkan rumah
{Mas, sampaikan ke Ibu, bahwa aku belum bisa bantuin mereka. bilang aja aku lagi pulang kampung. Jangan lupa Gaji Bi Sati dan tukang kebun dibayar mingguan, tiap bulan beliin mereka beras juga sembako. Bayar sampah tiap bulan, kalau gak bayar, sampah bakalan numpuk depan rumah. Listrik diisi tiap minggu 500ribu, jauhin garam dari Bik Sati, dan aku pasti balik rumah selama masih aku yang jadi ratunya. No worries}
Aku menghembuskan napas Lelah saat hpku tiba-tiba saja mati karena kehabisan daya. Segera kupacu langkahku menuju pintu masuk rumah. Lalu langkahku terhenti saat sadar jika sejak tadi semua lampu rumah mati.
Sial, aku lupa mengisi token listrik. Hari yang indah. Sangat indah.
======
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA HATI DITA
RomanceDita tidak menyangka jika perkawinannya dengan suaminya, Dygta akan berada diujung tanduk setelah semua yang dia korbankan, termasuk karirnya sebagai seorang dokter. Dygta tidak menduga jika wanita yang awalnya dia cintai sedemikian hebatnya bisa be...