Bagian 9

476 37 2
                                    

Asal istri dan keluargaku tidak boleh tahu 9

Makan bubur pagi hari dengan hati lapang seperti sekarang ini ternyata membawa dampak baik bagi moodku. Sebelum pukul delapan aku bisa tiba di kantor sesuai jadwal. Ah melegakan rasanya. Saat tiba di kantor beberapa kepala bagian menyapaku dengan senyum manisnya. Semoga mereka benar ikhlas. Lagipula aku selalu memperlakukan mereka sebaik yang aku bisa bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun. Aku ingat benar  bagaimana rasanya jika kena marah atasan untuk sesuatu yang tidak kita lakukan. Jadi, aku menjaga agar tidak melakukan hal yang serupa.

Perusahaan tempatku bekerja adalah PT GAW. Perusahaan ini adalah salah satu perusahaan tambang penghasil Emas terbesar kedua di Indonesia. Fokus  adalah perusahaan kami adalah menghasilkan adalah emas biji murni, hingga ke proses pencetakan emas batangan.  Biasanya perusahaan kami banya menerima pesanan dari luar jika itu masih dalam berbentuk biji murni, sedang pesanan dalam bentuk batangan, lebih banyak kami terima dari perusahaan dalam negri. Baik itu perusahaan milik negara maupun swasta. Tiap akhir bulan selalu ada pertemuan yang mengharuskan beberapa dari kami terlibat.

Jadi, sampai sini, paham kan, bagaimana pentingnya sebuah penampilan dalam pekerjaanku? Seringnya jika ada pertemuan atau rapat penting, aku pasti menjadi salah satu orang yang ikut andil bersama beberapa manager lainnya bersama dewan  direksi beserta pimpinan tertinggi. Di usiaku yang sekarang, dengan pencapaianku, banyak yang menaruh harapan besar padaku. Jadi, apakah aku salah jika berharap pada Dita? Aku berharap ia bisa mengimbangiku. Aku berharap dia membuatku jadi skala prioritas diatas segalanya, termasuk apa yang aku mau serta kebutuhanku.

Tapi, hasilnya? Ya seperti yang aku alami sekarang. Bukannya memperbaiki dirinya, dia malah pergi meninggalkan rumah. Memangnya apa yang diharapkannya? Aku akan mengemis dia kembali? Aku mengemis karena gak bisa apapun tanpanya? Aku bakalan mengerti dengan semua kelemahannya dan menangis memanggil dia pulang? Oh tidak.

“Pak, minggu ini ada acara kumpul sama manager dan kepala bagian, katanya membicarakan persiapan ulang tahun perusahaan lima bulan lagi, apa bapak ikut?”tanya Dita padaku saat dia masuk ke ruanganku membawa draft yang harus ku koreksi dari kantor cabang.

“Liat nanti, ya, Tari. Tapi, malam ini, aku bakalan singgah ke apartemen kamu, ada yang mau aku omongin,” sahutku pelan sambil mengulum senyumku untuknya. Ya seperti biasa, Mentari menyambut dengan tatapan matanya yang menggoda disertai senyum yang memikat.

Setelah Mentari keluar dari ruangan, aku menerima panggilan dari atasanku tentang proses pembukaan sebuah klinik perusahaan. Nantinya klinik akan dibuka juga di tiap cabang. Ada banyak demonstrasi mengenai kegiatan penambangan yang tidak ramah lingkungan , dan tentu jika dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi citra perusahaan. Sebagai manager bidang perencanaan dan evaluasi ini penting karena hasil perencanaan tim kami akan berdampak pada pelaksanaan program, dan jika aku dipanggil seperti ini, maka, tidak lama lagi pekerjaan baru akan menanti.

“Ada bagian penting yang selama tiga bulan ini di godok oleh divisi SDM kerjasama para manager tambang di area. Habis istirahat makan siang, kamu baca hasilnya, aku butuh masukan segera, biar sekalian lusa kita laporin progresnya ke pimpinan, lebih cepat lebih baik, Ya.”

“Siap pak. Segera saya laksanakan.” Jawabku menutup percakapan kami siang itu.

Malam harinya aku kembali bermesraan dengan Mentari. Tak banyak hal yang aku lakukan karena sebisa mungkin aku menahan diri tidak melakukan tindakan yang lebih jauh. Meski sesekali tanganku jahil padanya. Lagipula, pria mana yang tidak mau?

“Pak, sampai kapan sih, kita gini?”

“Lah? Kan sudah kubilang, Tar, aku belumbisa janjiin kamu apapun, meski, aku pengen banget kamu selalu ada buatku.”

“Padahal aku gak minta banyak, lo. Hanya mau kita resmi secara agama aja, biar bapak bisa bebas ke sini atau nginap sekalian.”

Aku melihatnya sepintas dan merasa ini saatnya aku berbicara dengannya.

“Tari, sebenarnya istriku pergi dari rumah, tapi bukan karena hubungan kita, ada sesuatu yang membuat istriku harus pergi dan baru akan kembali ke rumah tahun depan,” kataku luwes. Tanganku masih bertengger di pinggangnya. Aromanya sangat menenangkan. Ah..ujian ini sangat berat..belum lagi belaaian Tari yang sangat menggoda iman.

“Terus? Apa ini petanda baik, Pak? Kenapa bapak tidak tinggal di sini?"tanyanya gembira

“Tari, aku masih tetap pada keputusanku, bahwa aku tidak mau hubungan kita ketahuan oleh keluargaku, apalagi istriku. Selamanya ini adalah aturan mainku, aku punya anak dan punya karir, Tari. Aku tidak mau itu rusak. Jadi, aku mohon kamu pahami ini.” Tuturku lugas.

“Jadi, apa inti pembicaraan ini?”tanyanya menyelidik

“Emmm.. aku ingin mulai pelan-pelan sebenarnya, gimana kalau bulan depan kita mulai makan bareng dulu sama kedua anakku? Aku ingin liat reaksi mereka saat mengenalmu, gimana?”

LUKA HATI DITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang