Asal Istri dan keluargaku tidak boleh tahu 10.
Mataku menatap Mentari dengan ekspresi serius yang tidak dibuat. Aku serius ingin mengenalkan Mentari pada anak-anakku. Bukan. Tujuanku bukan ingin dengan segera melegalkan status kami. Hanya, aku ingin melihat bagaimana dia memandang aku jika sepaket dengan anak-anakku. Apakah dia masih menyukaiku, atau ada hal-hal lain yang perlu aku tahu setelah aku mengatakannya.
Dan reaksi Mentari di luar dugaanku. Aku melihatnya berdiri dan berjalan memutar beberapa kali di hadapanku. Kira-kira apa yang dia pikirkan?
“Jujur, ya, Pak. Aku sama sekali tidak masalah dengan pertemuan dengan anak-anak. Tetapi, jujur, untuk saat ini, hmmm…..aku rasanya belum saatnya, Pak. Tetapi, saat bapak butuh bicara serius, mengenai hubungan kita, aku perlu memperjelas beberapa hal. Pertama jika pertemuan itu terlaksana, akan sulit buat bapak menjelaskan ke istri bapak, jika anak-anak secara tidak sengaja mengungkitnya. Aku jujur menganggap itu bukan masalah, tetapi, bagaimana dengan bapak? Bukannya Bapak, masih tidak ingin hubungan ini ketahuan?”
Aku mengelus dagu tanda paham penjelasan Mentari. Ada benarnya. Terlalu cepat jika itu kulakukan. Lagipula, tak ada status yang kutawarkan padanya. Bisa saja menjadi buahsimalakama jika hubunganku dengan Mentari ketahuan.
Lalu langkahnya perlahan mendekatiku. Tak ada yang bisa menolak jika seorang wanita sudah memprovokasimu sekuat ini. Kami bahkan saling memahat dalam pelukan. Aku mengikuti ritmenya. Kami sama-sama saling membutuhkan. Lalu sebuah dengung serupa aliran listrik membuatku tersentak kaget dan melepaskan Mentari.
Mentari juga ikut terkeju. Napasku masih memburu. Lalu aku kembali menerimanya duduk disampingku. “Maaf aku mengejutkanmu, kupikir aku kelelahan, sudah saat aku pulang,” putusku akhirnya setelah memberinya kecupan pada dahi.
Mentari tak banyak berucap saat melepasku pergi. kami berkomunikasi melalui Bahasa tubuh. Dan aku tahu dia paham apa yang aku rasakan tanpa menjelaskannya, dan aku senang dia tak pernah mengejarku.
Saat tiba di rumah, aku tertegun sejenak. Lampu rumah dan ruang tengah masih nyala. Tungguh, apakah itu Dita? Hahahaha. Ini bahkan belum seminggu. Dia kembali? Memprcepat langkah, segera kutekan angka-angka pada pintu masuk rumah agar pintu rumahku segera terbuka.
Hanya butuh beberapa langkah saat aku melihat tukang kebun dan Bik Sati masih berada di rumah. Tidak biasanya mereka masih tinggal hingga jam Sepuluh malam.
“Bapak kok baru pulang? Ini loo pak…”
“Ada apa Bi?”
“Sewaktu saya tiba di rumah, bapak lupa matiin setrika, alasnya hangus pak, untung gak koslet, bapak juga lupa mengunci pintu, TV di dapur kita hilang, dan hampir semua barang-barang di dapur di gondol maling, Pak. Reskuker, oven ibu, beberapa alat dapur, Saya tidak menyimpan nomor bapak, hanya nomor Ibu. Saat saya menghubungi Ibu, katanya, Ibu belum bisa hubungin bapak, jadi aku diminta nunggu bapak pulang dari kantor. Gitu katanya.”
Seketika tanpa mendengar penjelasan Bik sati lebih lengkap aku memeriksa kamar dan lega tidak ada yang hilang. Kuduga, mereka tidak punya banyak waktu merusak kode pintu kamar. Dalam rumah ini, selain pintu masuk rumah, kamar utama, kamarku dan DIta, sengaja kami pasangi kunci seperti ini demi keamanan. Barang-barang di ruang tengah aman, mungkin saja maling ini tidak ingin mencolok, karena ukuran TV kami lumayan besar untuk diangkut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA HATI DITA
RomanceDita tidak menyangka jika perkawinannya dengan suaminya, Dygta akan berada diujung tanduk setelah semua yang dia korbankan, termasuk karirnya sebagai seorang dokter. Dygta tidak menduga jika wanita yang awalnya dia cintai sedemikian hebatnya bisa be...