Bagian 24

553 40 0
                                    

Asal Istri dan keluargaku tidak boleh tahu 24

“Maksudku, ini seolah tidak nyata, aku… bang Tarno bercerai? Jujur saja saat mendengarnya, aku merasa tidak percaya dengan apa yang kudengar. Ini….”tuturku masih dengan mimik tidak percaya.

“Kamu saja tidak percaya, bagaimana denganku? Kami hidup sebelas tahun, hanya karena masalah sepele, dia memintaku…..” kulihat wajahnya sendu. Entah apa yang bercokol di kepalanya. “Aku yang salah, karena jika apa yang kulakukan pada Ratih, juga menimpa anak perempuanku, aku tidak akan pernah memaafkan siapapun itu,”sambungnya lagi.

“Maaf sebelumnya Bang, tapi, apakah sebagai keluarga, aku boleh tahu?”

“Aku pernah melakukan kekerasan pada Ratih, hanya sekali. Hanya sekali setelah aku juga kedapatan menduakan dia, kupikir momen itu adalah momen terburuk selama hidupku, aku ingat setelah malam itu aku tidak bisa tidur, dan berusaha berlaku baik pada Ratih dan berjanji pada diriku sendiri agar menjadi pria lebih baik lagi demi keluargaku. Ternyata, yah, seperti yang dilihat, inilah aku sekarang.”

Kurasa napasku ikut tertahan mendengar penuturan pria yang kuanggap sangat berwibawa ini.

“Jadi, keesokan harinya dia langsung mengurus perceraian?”tanyaku lagi.

“Tidak. Perceraian datang di saat yang tidak aku duga, aku merasa kami baik baik saja selama lima tahun setelah kejadian itu, yah anakku empat dan kami bahagia, Ratih adalah satu-satunya wanita buatku, dulu hingga sekarang, mungkin juga nanti.”

Entah kata apa yang bisa menggambarkan wujud kesakitan yang terpancar dari Bang Tarno. Aku tidak bisa mendefenisikan dengan kata-kata. Bercerai?

“Saranku, jika besok-besok kamu berdebat tentang sesuatu dengan Dita, mengalah tidak akan membuatmu hina, mengalah tidak akan membuatmu turun pangkat, mengalah pada istri tidak akan membuat apapun berkurang dari dirimu, istrimu wanita yang bertarung nyawa melahirkan anak-anakmu di muka bumi, mengurusmu, mencukupi kebutuhanmu, aku baru tersadar saat semuanya sudah terlambat, dulu aku egois, sangat egois, bahkan persoalan nafkah saja aku membatasinya, kalau ingat kelakuanku dulu, aku….yah, seperti itulah, aku harap kamu bisa belajar dariku Dygta. Kamu pria baik dan aku yakin bisa membahagian Dita.”

Aku hanya bisa terdiam dan sesekali membenahi posisi dudukku.

“Padahal Ratih sudah bersedia tidak kunafkahi secara baik, bersedia menerima semua kekurangan, aku menyesal saat dia memberi peringatan terakhir, aku menganggapnya sepele. Dan yang paling membuatku sakit hati, karena dia berjodoh dengan seorang pria. Yah… Ratih berhasil mendapatkan pria yang menyayangi anak-anakku seperti anaknya, dan seseorang yang tidak pernah kusangka sebelumnya.”

“Hah? Dia menikah lagi? Lebih dulu menikah?.” Entah kenapa bagian terakhir ini sangat sulit kuterima dengan akal sehat.

“Saat pertama kami bertemu setelah berpisah selama beberapa minggu, aku masih yakin jika Ratih pasti akan kembali karena aku tidak pernah memberinya uang atau sesuatu secara berlebih. Kenyataannya, saat dia memutuskan pergi, ternyata saat itu dia telah memiliki pekerjaan dan kurasa dia memang telah siap meninggalkanku. Pria itu datang di saat yang tepat dan mampu menarik perhatian anak-anakku.”

LUKA HATI DITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang