Bagian 29

525 33 0
                                    

Asal Istri dan keluargaku tidak boleh tahu 29

Waktu menunjukkan pukul delapan saat aku tiba di kantor. Aku gelisah menunggu kedatangan sekretarisku, ingin memeriksa langsung kebenaran sebelum menghadap ke pak Pria secara langsung.

“Kapan disposisi ini datang, Rena?”tanyaku sembari memeriksa lembaran di tanganku.

“Baru kemarin pak, sebenarnya hari jumat udah keluar, hanya bukan nama bapak awalnya. Setau saya pak Tagor, mungkin ada pertimbangan lagi dari Pak Pria, Pak.”seru Rena padaku.

Dengan Langkah tergesa aku berjalan meninggalkan ruanganku dan menekan angka dua belas. Lantai para dewan Direksi berada di lantai dua belas. Aku ingin mengetahui alasan penunjukkanku.

Aku mengetuk ruangan Pak Pria saat melihat respon dari sekretarisnya yang menunjukkan seolah aku telah ditunggu lama menggunakan tangan kanannya yang menunjuk kea rah pintu ruangan Pak Pria.

“Silahkan duduk, pak Dygta. Bagaimana kabarnya?”

“Baik. Sangat baik,” jawabku

“Pasti udah liat disposisi saya ya?”

“Udah, Pak.”

“Jadi, kantor cabang kita butuh pengawasan khusus, agar masalah internal kemarin gak terulang lagi. Hal-hal detail pasti udah Pak Dygta baca, jadi, sejauh ini ada yang kurang atau perlu saya perjelas?”

“Jadi, gini, Pak, hmmm…” ucapanku terhentu. Aku membutuhkan waktu lima detik setelah menyaksikan sendiri wajah atasanku yang terlihat sangat yakin dengan pilihannya. Sejujurnya yang membuatku tidak nyaman adalah karena wanita yang menjadi pendampingku. Meski aku telah memutuskan ikatan kami, besar kecilnya dengan kebersamaan kami akan membuka peluang baru.

“HHmm?” suara pak Pria terasa mengintimidasiku. Inilah salah satu kelebihan Pak Pria. Dia mahir membuat siapapun tidak bisa menolak keinginannya. Seharusnya jika Mentari pintar, dia bisa mendekati Pak Pria.

“Eeee maksud saya, saya ingin meminta ijin dari Bapak untuk mengambil beberapa file tentang kantor cabang, dan merangkum hal-hal yang diperlukan nantinya. Oh iya, apa tidak sebaiknya Bapak juga ikut bersama saya?”

“Saya memang berencana kesana, tapi setelah  menangani pembukaan klinik perusahaan, setelah ini selesai, baru akan meninjau kondisi di lapangan, gimana? Masih ada yang ingin ditanyakan?”

“Sudah cukup, Pak.”

“Oh iya, kamu diijinkan membawa satu staf engginering dan bagian yang kamu anggap sangat dibutuhkan di lapangan, beri pada Tira Namanya biar segera jadi suratnya.”

“Baik pak, terima kasih.”

Aku berjalan pelan setelah meninggalkan ruangan Pak Pria. Salah satu pimpinan dengan mimik wajah yang sulit dibaca. Aku curiga jika besok-besok ada kebakaran, mungkin dia masih akan memasang tampang wajah yang lumayan mengerikan, ya, ini bukan saja hasil penilaian pribadiku, karena  beberapa dari kami para manajer sepakat dengan kesimpulan itu.

Awal pertama kali melihat Pak Pria saat dia bergabung lima tahun yang lalu di perusahaan, aku sudah merasa jika keberadaannya akan membawa dampak yang sangat baik bagi perusahaan. Saat mendengar nama Sabda Pria Pamungkas, jari-jariku gatal ingin mengulik serta mengetahui latar belakanganya.

Pria Sabda Pamungkas usia empat puluh lima tahun. Lulusan magister pertambangan salah satu universitas terbaik di Indonesia. Lima tahun yang lalu dia pernah menjabat sebagai komisaris independen di salah satu BUMN milik pemerintah. Dan itu membuktikan jika pengalaman dan koneksi yang dimilikinya bukan kaleng-kaleng. Sedikit lebih tinggi dariku, tapi dengan kulit yang lebih gelap. Harusnya dengan garis wajah tegas seperti itu, jabatan seorang TNi atas sejenis polisi akan lebih cocok baginya.

Tapi, bagaimana caraku menghindari Mentari? Ya Tuhan. Perjalana Dinas selama dua minggu. Ini sama saja dengan bunuh diri. Kecuali  jika aku bisa memilih staf yang bisa mencegahku memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya. Tak lama kemudian aku segera mengirim pesan buat Dita.

{Aku harap selepas dari Kalimantan dua minggu yang akan datang, kamu udah di rumah, Miss you Dita. Realy Miss you. Jangan membuatku menunggu lama}

----------------------------

Aku menatap pantulan wajahku di cermin. Hari ini adalah hari pertamaku mulai bekerja. Jujur saja jika dilihat dari postur badanku yang belum berubah banyak karena baru sanggup menurunkan sembilan kilogram. Aku masih punya tugas menurunkan lima belas hingga dua puluh  kilogram lagi jika ingin semua ini berhasil.

Sejauh ini aku selalu memilih metode diet deficit kalori serta melakukan olahraga teratur. Kurasakan beberapa pakaian mulai terasa longgar dan beberapa baju lama bisa kukenakan. Aku menyesal tidak bisa membawa seluruh baju yang bisa kupakai.

Grup tim inti telah dibuat sejak beberapa hari yang lalu. Setidaknya inilah pertama kali kami bertemu langsung. Awalnya aku was-was jika saja dalam grup itu ada Mas Dygta yang juga ikut bergabung, nyatanya kekhawatiranku tidak terbukti. Hanya tim inti beserta beberapa pimpinan  berwenang yang turut bergabung.

Rencananya kami akan melakukan pertemuan terbatas dengan pimpinn beserta tim inti. Selain perkenalan secara langsung, ada beberapa hal yang ingin disampaikan pada kami, termasuk beberapa kontrak beserta hak dan kewajiban. Awalnya aku takut mendengar kata hak dan kewajiban. Aku takut jika ada hal yang mangatur tentang pasangan suami istri tidak bisa bekerja dalam satu perusahaan. Tapi, balik lagi sama penegasan dr. fadli, Jika masalah personalku telah disampikan ke pimpinan, dan mereka tidak masalah sepanjang bukan pegawai tetap, karena jika itu pegawai tetap ada beberapa prosedur yang wajib dilakukan, salah satunya klaim asuransi buat para anggota keluarga.

Kami  bertujuh telah berkumpul  di lantai dua belas saat sebuah sosok yang aku yakin sebagai pimpinan yang akan kami temui dalam rapat kali ini masuk dan segera memperkenalkan dirinya serta menjawab semua pertanyaan dengan santai.

“Oh jadi yang namanya dr. Ditha, ini ya, Fad?”

Loh  ada apa ini? Perasaanku tidak enak. Apakah sepupu dr. Fadly memang seperti ini?

=======

LUKA HATI DITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang