Sepanjang perjalanan, Ody memutuskan untuk diam meski Ody tahu Noah beberapa kali meliriknya. Ody memakukan pandangannya pada jalanan yang padat karena hujan turun dengan cukup deras malam itu. Sementara Noah tampak sedang memutar otaknya untuk membuka pembicaraan dengan Ody.
Entah bagaimana, Ody bisa terdampar di dalam mobil Noah seperti ini, kembali menghirup aroma parfume nya, duduk bersebelahan bahkan menatap wajahnya dengan begitu dekat. Kalimat 'kita gak perlu bertemu lagi' kemarin malam benar-benar sudah tidak berlaku lagi malam ini. Seketika Ody menyesali apa yang baru saja terjadi, seharusnya tadi aku bersikeras untuk pulang sendiri, tidak begitu saja mengiyakan ajakan Noah !! Teriaknya dalam hati.
"Apa kamu kedinginan?" Noah melirik Ody yang sedari tadi melipat kedua lengannya didepan dada. Sejujurnya, Ody memang sangat kedinginan tapi Ody tak menyangka Noah akan menyadari itu.
"Nggak..." Ody menjawab singkat tanpa menatap Noah sedikitpun sambil meluruskan lengannya. Oh sial ! Aku pikir dia gak memperhatikan ini ! Geramnya dalam hati.
Noah segera melepaskan cardigan yang melekat di tubuhnya dan menutupi bagian atas tubuh Ody. Kali ini, Ody baru menatap Noah dengan tatapan tak setujunya.
"Gak perlu, No."
"It's okay..." Noah kembali fokus pada jalanan dan tidak mempedulikan Ody yang tampak mendengus kesal karena tingkahnya. Meski sebenarnya, Noah yang malam itu kurang sehat juga merasa tubuhnya begitu kedinginan.
"Apa kamu marah dan kesal karena pembicaraan kita kemarin malam?" Noah mencoba mencari tahu sikap diam Ody sejak bertemu dengannya. Noah hanya merasa kurang nyaman jika Ody mendiamkannya seperti ini. Noah menerka, diamnya Ody mungkin karena kesal padanya, namun Ody mencoba memendam.
"Nggak..."
"Saya pikir kamu kesal dan marah hingga mendiamkan saya." Noah melirik Ody sekilas untuk menangkap ekspresinya, namun Ody masih tetap diam dan tak memberikan reaksi apapun. Jika sudah seperti ini, Noah cukup frustrasi menghadapi silent treatment yang diberikan Ody padanya.
"Tolong turunkan saya di ujung jalan ini." Ody berkata pelan sambil melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 22.50. Ody berpikir, malam ini lebih baik dirinya menginap di apartement Raff karena belum mau bertemu Mami. Jelas saja, permintaan Ody membuat Noah yang sibuk memanuver mobilnya sedikit terkejut.
"Kamu mau mampir ke suatu tempat atau mau membeli sesuatu?"
"Nggak...saya hanya mau turun di ujung jalan ini."
"Kenapa?"
"Saya hanya mau turun di ujung jalan ini, tepat setelah lampu merah." Ody bicara lebih spesifik, berharap Noah mengerti lalu mengabulkan permintaannya.
"Kenapa? Jika memang kamu perlu pergi ke suatu tempat, saya akan temani."
"Saya hanya mau turun, bukan perlu pergi ke suatu tempat atau apapun itu."
"Ody, saya harus tahu alasannya. Saya gak bisa menurunkan kamu begitu saja, di pinggir jalan dengan kondisi hujan dan semalam ini. Saya bertanggung jawab atas kamu karena saya yang meminta kamu untuk pulang dengan saya." Noah berkata pelan, berusaha menahan diri agar tidak lepas kendali. Noah berharap Ody diam, tidak melawan atau mendebatnya karena Noah tidak mau meledak dihadapan Ody.
"No, it's okay...kamu gak perlu berlebihan karena saya hanya ingin turun di ujung jalan ini. Kamu gak perlu merasa tanggung jawab karena saya yang memutuskan untuk pulang dengan kamu. Saya...."
"Ini bukan tentang berlebihan, tapi saya benar-benar tanggung jawab atas kamu. Saya khawatir dan saya gak akan membiarkan kamu turun selangkahpun dari mobil saya." Noah memotong Ody dengan nada yang begitu tegas dan terdengar ada kemarahan disana. Ody yang merasa kalah hanya bisa menghembuskan nafasnya kesal. Noah segera menepikan mobilnya karena dirinya merasa perlu bicara dengan Ody.

KAMU SEDANG MEMBACA
Peluh Untuk Pulih
RomanceOdy tak pernah menyangka bisa sedekat ini dengan Noah, senior yang diam-diam dikaguminya sejak SMA. Ody merasa bahagia, seolah mimpinya saat remaja menjadi nyata. Namun, kebahagiaan itu ternyata semu-Noah masih menunggu Nalla, mantan tunangannya yan...