Ody berjalan beriringan dengan Barry menuju basement. Hari ini, mereka akan mengunjungi Victory Bank untuk menghadiri meeting General Manager. Ody berjalan di belakang Barry sementara Barry sedang sibuk berbincang dengan seseorang di ponselnya. Ody sebenarnya masih dongkol pada Barry karena kejadian di lift tempo hari, namun Barry sepertinya tidak merasa bersalah sedikitpun.
"Jalan kamu sangat lambat." Barry bergumam sambil memasukkan ponsel ke saku celana katunnya. Ody menghentakkan stiletto nya kesal lalu berjalan mendahului Barry. Barry hanya menyeringai melihat sikap Ody yang sepertinya masih dongkol.
"Hei kamu mau kemana?"
"Will be better, saya dan kamu pisah mobil. Saya akan ikuti kamu dari belakang." Ody berkata sambil merogoh kunci mobil di dalam shoulder bag nya. Barry dengan cepat menarik lengan Ody menuju mobil, jelas saja hal ini membuat Ody terkejut dan segera melepaskannya.
"Kenapa kamu tarik lengan saya?"
"Lebih baik kita satu mobil. Saya pikir kamu gak akan bisa mengimbangi cara menyetir saya."
"Oh ya?" Ody berkata dengan nada yang begitu ketus. Sikap ketus Ody cukup membuat Barry merasa sedikit kesal. Tanpa ba bi bu, Barry langsung membuka pintu mobilnya dan menarik lengan Ody untuk masuk. Ody rasanya ingin meledak menghadapi sikap Barry yang menurutnya sudah melewati batas.
"Jangan merepotkan dan jangan membuat kepala saya pusing karena ocehan kamu. Jangan memancing saya untuk berdebat dan Jangan membuat saya kesal. Pakai safety belt kamu." Barry berkata datar sambil memanuver mobilnya keluar area VG. Nada bicaranya datar, namun cukup membuat Ody kebakaran.
Semakin hari, Ody merasakan ketidak cocokkan berpartner dengan Barry. Barry terlalu freak menurut Ody, dia selalu ketus, moodnya berubah-ubah, bicara seenaknya dan hari ini, Ody merasa dia sudah melewati batas karena memaksanya untuk pergi dengan satu mobil yang sama.
Dalam bekerja, Ody dan Barry sering kali diminta untuk mengambil keputusan bersama, sehingga menurut Ody komunikasi dan hubungan baik perlu terjaga antara mereka. Tetapi lihatlah, selama 2 bulan ini Ody selalu bergesekan dengan Barry, Barry terlihat tak suka pada Ody meski Ody tak pernah membuat kesalahan apalagi merepotkannya saat bekerja. Awalnya Ody mencoba mengerti sikap Barry, namun perlahan Ody malas karena Barry semakin hari semakin mengesalkan. Barry seolah menjadi ujian hidup bagi Ody dalam perjalanan karirnya selama ini.
Ody memberengut sepanjang perjalanan. Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut Ody karena Ody sangat tidak berminat bicara lagi dengan Barry. Tiba-tiba saja ponsel Ody bergetar dari shoulder bag nya, tertulis nama Danendra Noah dilayarnya.
"Hai, No. Bisa...okay...saya on the way menuju Victory Bank...ya...okay...bye...see you." Ody kembali menyimpan ponsel di dalam shoulder bag nya. Seketika mood Ody berubah selepas mendengar suara Noah di telepon. Dari ujung matanya, Ody melihat Barry tersenyum kecil sambil meliriknya. Ody langsung kembali memasang tampang memberengutnya.
"Kamu sudah lama mengenal Noah?"
"It's not your business."
"Saya bertanya serius."
"Saya sudah lama tahu Noah. Tapi baru sekitar 6 bulan ini saya mengenal dia. Kenapa?" Ody berkata dengan senewen, membuat Barry sedikit curiga.
"Do you like him?" Barry bertanya pelan, namun mengundang tatapan terkejut dari Ody. Ody tak menyangka Barry akan bertanya seperti itu, kenapa dia terkesan sangat ingin tahu urusan personal ku? Bisik Ody dalam hatinya.
"Maksud...nya?"
"Ya...saya lihat sepertinya kamu menyukai Noah."
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Peluh Untuk Pulih
RomanceOdy tak pernah menyangka bisa sedekat ini dengan Noah, senior yang diam-diam dikaguminya sejak SMA. Ody merasa bahagia, seolah mimpinya saat remaja menjadi nyata. Namun, kebahagiaan itu ternyata semu-Noah masih menunggu Nalla, mantan tunangannya yan...