11 : Black Manor

221 16 0
                                    

Sally selamat dari tahun ketiganya. Ada begitu banyak hal yang terjadi, mulai dari kisah percintaannya, hubungan dengan orang baru, dan bahkan kedatangan seseorang yang tidak pernah ia bayangkan. Kakinya melangkah berat, dibawanya begitu banyak koper turun dari kendaraan muggle yang biasa disebut Taxi.

Dia merogoh kantongnya untuk menemukan sebuah kunci. Setelah menemukannya, dengan perlahan ia membuka pintu rumah tua itu. Grimmauld Place malam itu terlihat sangat sibuk, begitu banyak orang berlalu lalang namun tak ada satupun dari mereka yang menyadari keberadaan Sally.

Di lantai dua, si peri rumah mengintip kebawah. Tak lama setelah Sally membuka pintu, dia disambut oleh peri rumah keluarga black—Kreacher. "Nona.. selamat datang kembali, Kreacher sudah menunggu.." sambutnya.

"Bisa tolong bantu aku bawakan barang barangku?"

"Tentu saja Nona."

Rumah ini masih terawat begitu baik, tidak ada setitik debu yang menempel di perabotan kuno itu. Hal pertama yang terlihat setelah membuka pintu adalah lukisan Orion Black dan Walburga Black, Nenek dan Kakek Sally yang terlihat begitu menawan. Rahangnya keras menunjukan ketegasan, namun air muka kedua orang tersebut menggambarkan ke anggunan, seperti ciri khas keluarga Black pada umumnya.

Sally menaiki tangga itu, suara berdecit yang dihasilkan kayu tangga yang mulai rapuh itu tidak menghentikan rasa penasarannya, ada sekitar 7 kamar yang salah satunya adalah kamar sang ayah. Tertulis di pintu itu nama ayahnya, "Regulus Black's Room."

Sally membuka kamar itu perlahan, aroma maskulin yang ia yakini aroma ayahnya mengeruak. Masih tersimpan rapat di ruangan itu bahkan saat empat belas tahun sudah berlalu. Sapu terbang tersusun rapi di dalam lemari kaca. Baju baju dengan warna dominan hitam mengisi penuh lemari itu. Disudut lain terdapat nakas dengan foto sang ayah sambil memegang piala kejuaraan Quidditch. Sebelah kanan foto itu terdapat foto ayah dan ibunya yang berpelukan mesra, Sally tersenyum.

Dia kembali keluar dari kamar sang ayah, mengeksplor lebih jauh ruangan lain di rumah itu. Sampailah dia di kamar kakeknya, dimana terdapat lukisan besar yang menempel di dinding. Itu adalah pohon keluarga Black yang selalu dibicarakan. Dari keturunan murni keluarga Black hingga penyihir yang hanya memiliki setetes darah Black berada disana. Namun hampir setengah dari lukisan mereka hangus seperti habis dibakar. Beberapa kerabatnya yang lukisannya hangus antara lain, bibinya Andromeda Black yang menikahi muggle, dan Sirius Black yang mengkhianati keluarga Black. Sally tersenyum lagi begitu melihat dirinya ada di daftar tersebut. Posisinya berada paling bawah, Sally Black tertulis dibawah lukisannya.

Sally kemudian turun ke dapur, dimana ia menemukan Kreacher yang sibuk menghangatkan susu. Sally duduk di salah satu kursi, masih memandangi foto foto yang tersusun di rak. Disebelah meja makan terdapat piano tua yang masih terawat, tentu saja ini berkat kesetiaan peri rumahnya. Sally menekan beberapa tune piano. Jarinya memainkan satu lagu dan berguman mengikuti nada.

Rumah kosong itu dipenuhi nada nada merdu yang dihasilkan Sally. Kreacher memberikan segelas susu hangat kepada Sally.

"Senang melayani keluarga Black lagi, Kreacher senang mendengar anda kembali."

"Kau merawatnya dengan baik, terimakasih."

"Kreacher ingin tahu, apakah anda akan menetap disini mulai sekarang?"

"Ya." Balas Sally singkat.

"Kalau begitu Kreacher ingin mengembalikan ini kepada anda." Kreacher mengeluarkan sebuah kalung dari jentikan jarinya.

"Kalung Slytherin? Bagaimana kau bisa memilikinya?" Dahi Sally berkerut saat menerima kalung itu.

"Kreacher menerimanya, Tuan Regulus menitipkannya.. Kreacher berfikir bahwa mungkin sudah saatnya Kreacher mengembalikannya."

"Ayah? Tapi kenapa?"

"Tuan Regulus meminta Kreacher menghancurkannya, tapi Kreacher hanyalah peri bodoh yang lemah. Kreacher tidak bisa menghancurkannya, dengan cara apapun. Jadi Kreacher hanya menyimpannya selama ini, menunggu anda datang."

"Akan kusimpan ini untuk sekarang, terimakasih."

———

Tinggal beberapa hari di Black Manor kadang membuat Sally sedikit ketakutan. Pasalnya rumah itu begitu besar, sangat besar untuk ditinggali seorang diri. Tapi Draco sering kali mampir, sekedar menemani Sally atau menumpang makan. Seperti saat ini, Draco dan Sally duduk berdua di meja makan. Memakan makanan bersama. Kujamin Bibi Narcissa akan marah. Bibiku tidak hobi memasak, jadi ia akan marah saat ia sudah masak begitu tulusnya dan anaknya malah makan di rumah orang lain.

Draco mendengus, "Malfoy Manor terlalu sepi, aku tau kau bukan orang yang berisik. Dan bahkan ketika kau tinggal disana kau juga hanya diam membaca buku, tapi sekarang malah terasa lebih sepi."

"Jadi intinya kau merindukanku ya?" Sally tertawa kecil.

"Tidak, biasa saja sebenarnya. Ibu yang merindukanmu, katanya dia rindu menyisir rambutmu."

"Suruh saja bibi menyisirmu."

"Sudah, tapi katanya rambutku jelek karena pendek. Sudah kuduga kalau ibu lebih menganggapmu sebagai anak daripada aku yang putranya sendiri." Bibir Draco maju beberapa senti, ia cemberut.

"Bukankah malah menguntungkan? Kau akan jadi putra satu satunya kalau aku tidak ada." Tawa Sally pecah.

"Ah sudahlah, aku lelah berbicara denganmu."

Kedua piring mereka bersih, makan malam telah usai. Draco merapikan penampilannya, mengusap ujung bibirnya dengan sapu tangan.

"Ngomong ngomong, kau lenggang besok?" Tanya Draco.

"Sepertinya iya, kenapa?"

"Mau menonton Piala Dunia Quidditch bersama? Ayah mendapat tiketnya dari kementrian, diundang secara pribadi. Tamu naratama."

"Ya deh, sipaling punya koneksi." Draco tersenyum mendengarnya.

"Jadi?" Tanya Draco kembali, memastikan.

Sally diam beberapa waktu, berfikir serius. "Boleh."

Draco mengepalkan tangannya senang, "Oke ku jemput pagi buta ya!"

Malam itu, setelah Draco kembali, Black Manor sepi kembali. Sally kembali sendirian, kakinya menuntunnya kembali ke kamarnya. Ia menggunakan kamar sang ayah, Sally merindukannya. Aroma sang ayah yang maskulin selalu menyambutnya begitu ia melangkahkan kakinya kedalam. Sally tersenyum tipis, setidaknya dia tau wangi ayahnya. Itu kemajuan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang