43. Katie Bell.

65 8 0
                                    

Sally dan Draco memasuki Three Broomsticks dengan sikap yang tenang. Dari luar, mereka tampak seperti pasangan muda yang ingin menikmati waktu bersama. Draco dengan tangan yang nyaman di bahu Sally, dan senyum tipis terukir di wajahnya. Namun di balik kedok itu, ada misi yang jauh lebih gelap yang menunggu mereka. Sang Pangeran Kegelapan telah memberikan tugas yang mematikan, dan mereka hanya pion dalam rencana besar ini—rencana untuk membunuh Albus Dumbledore.

Mereka duduk di sudut yang agak tersembunyi, memastikan tak ada yang memperhatikan mereka terlalu lama. "Kita harus berhati-hati," gumam Sally, matanya menyapu seluruh ruangan. "Semua ini tergantung pada ketelitian kita."

Draco mengangguk sambil melepaskan jaketnya. "Aku tahu. Tapi kita tidak punya banyak waktu. Kita harus menemukan cara untuk menyerahkan ini kepada orang yang tepat."

Sally tersenyum tipis. "Aku akan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana." Ia bangkit dari tempat duduknya. "Aku akan pergi ke kamar mandi sebentar."

Draco hanya mengangguk, meski sorot matanya tampak penuh kecemasan.

Saat Sally berjalan menuju lantai atas, ia hampir tak menyadari keberadaan Harry, Hermione, dan Ron yang tengah duduk di salah satu meja di dekat pintu masuk. Matanya bertemu sejenak dengan Harry yang memandangnya penuh curiga. Namun, Sally mengabaikan mereka dan melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi di lantai atas, berusaha menjaga fokus pada misi.

Saat memasuki kamar mandi, Sally melihat Katie Bell dan temannya yang tengah berbincang di depan cermin, tawa kecil terdengar dari percakapan ringan mereka. Sally melirik mereka sejenak sebelum masuk ke salah satu bilik. Dari dalam, ia membuka tasnya dengan hati-hati, mengeluarkan kotak kecil yang sudah ia beli beberapa minggu lalu dari Borgin and Burkes. Di dalamnya terletak sebuah kalung opal terkutuk, kalung yang konon bisa membunuh siapa pun yang menyentuhnya tanpa perlindungan.

Tangannya gemetar sedikit saat ia menyentuh kotak itu, mengetahui betapa berbahayanya barang ini. "Ini untuk Dumbledore," bisiknya pada dirinya sendiri, meyakinkan bahwa ini adalah langkah yang diperlukan.

Saat ia keluar dari bilik, kotak kecil itu jatuh dengan sengaja dari genggamannya ke lantai, menciptakan suara yang menarik perhatian Katie Bell.

"Hati-hati!" seru Katie, memperingatkan Sally. "Kau menjatuhkannya."

Sally tak menoleh, ia pergi begitu saja mengacuhkan peringatan Katie.

Katie menunduk untuk mengambil kotak itu. Namun, sebelum sempat menyentuhnya, temannya menarik tangannya. "Tunggu! Lihat itu," ujarnya sambil menunjuk tulisan di atas kotak yang kecil tapi jelas.

"Diberikan kepada Albus Dumbledore sebagai ucapan terima kasih."

Katie menatap kotak itu dengan ekspresi khawatir. "Apa ini? Apa yang sedang terjadi?" bisiknya, sebelum dengan cepat menoleh ke arah pintu yang baru saja dilewati Sally.

"Menurutmu kita serahkan saja ke Profesor Dumbledore?" Leanne—teman Katie menyarankan.

"Tapi bukankah kau penasaran dengan isinya?" Katie tersenyum jahil. Mereka berdua memandangi kotak itu sambil berjalan keluar Three Broomstick. Jejak kaki mereka mengotori putihnya salju hari itu.

"Jangan menyentuhnya Katie, kurasa ini bukanlah hal yang seharusnya!" Leanne memperingati. Namun rasa penasaran Katie ternyata lebih besar. Tangannya membuka kotak itu, mereka begitu terpukau dengan bentuk kalung yang begitu cantik dan mempesona.

Seakan terhipnotis kecantikan kalung itu, tangan Katie terjulur menyentuhnya. Seketika, Katie terbang ke udara... dengan anggun, kedua lengannya terentang, seolah-olah dia akan terbang. Namun ada sesuatu yang salah, sesuatu yang aneh... Rambutnya tertiup angin kencang, tetapi matanya tertutup dan wajahnya sama sekali tidak berekspresi... Kemudian, enam kaki di atas tanah, Katie menjerit keras. Matanya terbuka lebar tetapi apa pun yang bisa dilihatnya, atau apa pun yang dirasakannya, jelas-jelas menyebabkan penderitaan yang luar biasa.

Leanne berteriak ketakutan. Ia menoleh dan mendapati Harry, Ron, dan Hermione yang berjalan tak jauh dari mereka. "Aku sudah memperingatkannya untuk tak menyentuhnya!"

Ron dan Hermione berusaha membantu sementara Harry berlari untuk menemukan seseorang, menabrak Hagrid dan membawanya kembali ke kelompok itu.

Hagrid membawa Katie segera ke Hospital Wings untuk mendapat perawatan. Sementara Snape—yang tak sengaja berada di dekat sana juga ikut membawa kalung dengan sihir agar tetap aman.

Sally dan Draco menyaksikan semuanya dari jendela Three Broomstick. Draco menghela nafas, tangannya gemetar dan wajahnya tampak gusar. Rasa bersalah terlihat menghantamnya begitu keras. Sally menggenggam tangan Draco dan mengelusnya, mencoba menyalurkan kehangatan.

"Malang sekali!" Sally terlonjak saat mendapati Profesor Slughorn berdiri di sebelah mejanya sambil ikut memandangi luar.

"Ah, Black! Senang bertemu denganmu." Slughorn tersenyum ramah kepada Sally. Tangannya terjulur untuk mengajaknya berjabat tangan.

"Profesor." Sally membalas jabatan tangannya.

"Kau tau, aku dahulu suka membuat pesta kecil yang berisi murid murid favoritku. Black tentu saja akan selalu menjadi favoritku. Datanglah, dan kau bebas membawa pasanganmu." Slughorn menatap Sally dan Draco dengan senyum jahil. "Dua remaja yang penuh cinta!"

Sally tersenyum tipis, mencoba menutupi kegelisahan yang merayap di benaknya. "Terima kasih, Profesor. Kami akan mempertimbangkannya," jawabnya dengan sopan.

Draco, yang masih tampak terguncang, hanya mengangguk kaku. Rasa bersalahnya jelas terpampang di wajahnya, meskipun dia berusaha menyembunyikannya di balik sikap tenangnya.

"Baiklah, baiklah. Sampai jumpa nanti, Black!" kata Slughorn, sebelum melangkah pergi dengan langkah ringan.

Begitu Slughorn menjauh, Sally menghela napas panjang, melepaskan genggaman tangannya dari Draco dan kembali menatap mata Draco. "Kau harus tenang," bisiknya kepada Draco. "Kita tidak bisa membiarkan siapa pun curiga."

Draco memalingkan wajahnya dari jendela, menghindari tatapan Sally. "Aku tidak yakin bisa melanjutkan ini... Membawa benda itu... Aku tak tahu akan berakhir seperti ini, Sally."

"Sudah terlambat untuk mundur," Sally memperingatkan, suaranya tegas namun lembut. "Kita berada di jalan ini bersama, Draco. Kita harus melakukannya."

Draco menggigit bibirnya, jelas masih dihantui oleh insiden yang baru saja mereka saksikan. Sally meraih tangannya lagi, kali ini lebih lembut, memberinya waktu untuk meresapi kata-katanya.

"Kita akan berhasil melalui ini," bisik Sally, meskipun dalam hatinya, dia pun tak yakin.

Mereka berdua terdiam, kembali mengamati keramaian yang berlalu-lalang di luar jendela Three Broomsticks. Di luar, salju yang turun perlahan menutupi jejak kaki, menyelimuti jalanan dengan lapisan putih yang damai—kontras dengan kekacauan batin yang mereka rasakan di dalam hati mereka.

 Di luar, salju yang turun perlahan menutupi jejak kaki, menyelimuti jalanan dengan lapisan putih yang damai—kontras dengan kekacauan batin yang mereka rasakan di dalam hati mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang