34. Lestrange Manor.

109 7 0
                                    


Sally duduk di sudut ruangan yang gelap, tangan gemetar dan wajah pucat. Matanya kosong, seolah-olah seluruh dunianya telah runtuh di hadapannya. Bayangan wajah Sirius, terakhir kali ia melihatnya, terus menghantuinya. Setiap kali ia menutup mata, ia bisa melihat Sirius terjatuh, terhisap ke dalam asap putih itu. Dia bisa mendengar tawa Bellatrix menggema di dalam kepalanya, seolah-olah kematian Sirius adalah hiburan belaka.

Tangannya terangkat perlahan. Dalam cahaya redup ruangan itu, Sally seakan bisa melihat darah di jari-jarinya—darah yang tidak ada, namun terasa begitu nyata baginya. Dia mencoba menggosoknya, namun semakin ia menggosok, semakin darah itu tampak nyata di pandangannya. Kegagalan menyelamatkan Sirius terasa seperti dosa yang mengotori dirinya. Dan sekarang, di sini dia, di Lestrange Manor, bersama pembunuh pamannya—dan lebih buruk lagi, Bellatrix Lestrange adalah bibinya sendiri.

Pintu ruangan terbuka dengan kasar, dan Bellatrix masuk dengan senyum puas yang mengerikan. "Kau di sini," katanya, suaranya penuh kegembiraan yang dingin. "Aku senang kau tetap di tempatmu. Tentu saja, kau adalah bagian dari keluarga Lestrange dan Black. Kau tahu mana yang benar, bukan?"

Sally hanya menatapnya, masih berusaha menghapus darah khayalan dari tangannya. "Dia mati... karena aku," bisiknya, suaranya hampir tidak terdengar.

Bellatrix terkekeh, lalu mendekat dengan langkah anggun namun menakutkan. Ia berjongkok di depan Sally, menyentuh dagunya dengan tangan yang dingin dan keras. "Sirius? Dia bukan apa-apa, Sally. Hanya seorang pengkhianat. Kematian Sirius bukan sesuatu yang harus kau sesali. Dia menghina nama kita. Kematian itu adalah harga yang wajar untuk pengkhianatan."

Sally mengerjap, perlahan mengangkat pandangan matanya yang kelam ke arah Bellatrix. Kata-kata itu menggema dalam pikirannya, meresap dengan cara yang aneh. Pengkhianat, pikirnya. Sirius adalah pengkhianat... tapi dia adalah pamannya. Dia datang untuk menyelamatkan Harry. Itu benar, bukan?

Namun, semakin lama dia mencoba mempertahankan pikiran itu, semakin samar kebenaran terasa. Otaknya terasa kabur, seperti kabut tebal yang menutupi pikirannya. Semua terasa salah, tapi ia tak tahu apa yang benar. Perkataan Bellatrix terasa masuk akal dalam kekosongan pikirannya yang kebingungan.

Bellatrix melingkarkan tangannya ke leher Sally dengan lembut, namun mengekang. "Kau harus ingat, Sally, keluarga adalah segalanya. Dan orang-orang yang mengkhianati keluarga kita tidak pantas mendapat belas kasih. Kau Black. Kau kuat. Dan itu berarti kau harus menyingkirkan emosi lemah itu. Kematian Sirius seharusnya menjadi pelajaran bagimu—pengkhianat selalu menemui ajalnya."

Sally tidak merespon. Kata-kata Bellatrix bergema di kepalanya, tetapi tidak ada yang tampak nyata lagi. Keheningan yang mencekam dan gelap memenuhi pikirannya. Setiap emosi yang ia rasakan, rasa sakit, kemarahan, dan kehilangan, seakan diredam oleh suara Bellatrix yang terus menanamkan pikiran bahwa kematian Sirius adalah hal kecil—bahkan sesuatu yang sudah seharusnya terjadi.

"Kau tidak perlu merasa bersalah, sayang," lanjut Bellatrix, suaranya merendah dengan penuh rayuan dingin. "Dia bukan siapa-siapa lagi. Kau harus bersama kami. Keluarga yang sebenarnya. Kami akan melindungimu, menjagamu. Lupakan dia."

Sally ingin berteriak, tapi tidak ada suara yang keluar. Tangannya masih gemetar, tapi tidak lagi terlihat darah di sana. Entah bagaimana, perkataan Bellatrix merasuk ke dalam dirinya. Mungkin ini benar, pikirnya. Mungkin kematian Sirius tidak seharusnya mempengaruhiku.

Bellatrix tersenyum, seakan melihat kekosongan di mata Sally sebagai tanda kemenangan. "Kau mengerti, bukan? Kau adalah darah murni. Kau punya kekuatan yang besar di dalam dirimu, Sally. Bersama kita, kau akan belajar menguasai kekuatan itu, untuk menggunakannya dengan baik."

Sally merasakan tarikan dalam dirinya. Sesuatu yang dalam, api hitam yang pernah ia kendalikan dengan susah payah, mulai menghangatkan kulitnya. Ia merasa hilang, namun kekuatan itu terasa begitu nyata, begitu menggiurkan.

THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang