55. The Ring and Fire.

51 6 0
                                    

Regulus dan Sally melangkah cepat menembus lorong gelap Malfoy Manor, suara langkah mereka terpantul di dinding batu yang dingin. Sally bisa merasakan kegelisahan ayahnya, yang kali ini tak lagi berusaha menyembunyikan perasaan sebenarnya. Ekspresi marah dan tegang yang terpancar dari Regulus membuat dada Sally sesak; ia tahu pertemuan ini bukan hal yang bisa dianggap remeh. Terlebih, permintaan Voldemort yang mendadak untuk membawa Sally bersamanya semakin membuat kecemasan mereka memuncak.

Sally mencoba menenangkan dirinya, tetapi sulit ketika ia melihat ayahnya tampak lebih muram dari biasanya. Ia tak pernah melihat Regulus dengan sorot mata sekeras ini, bahkan saat ia pertama kali mengetahui bahwa Sally telah menjadi Death Eater. Saat itu, ayahnya menatapnya dengan kecewa, tetapi tetap berusaha melindunginya dengan segala cara. Namun kini, ketegangan yang terpancar darinya berbeda—ada amarah yang terpendam, amarah yang menakutkan sekaligus menunjukkan tekad untuk melindunginya apapun yang terjadi.

Begitu mereka tiba di depan pintu besar yang mengarah ke ruang utama, Regulus berhenti sejenak dan menatap Sally. "Apa pun yang terjadi, kau hanya perlu menjawab secukupnya. Jangan memperlihatkan ketakutanmu padanya," katanya dengan suara rendah namun tegas. Ia menggenggam tangan Sally erat, seakan berusaha memberikan kekuatan pada putrinya dan pada dirinya sendiri.

Sally mengangguk pelan, mencoba menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. Pintu besar itu akhirnya dibuka oleh salah satu pelayan setia keluarga Malfoy, memperlihatkan ruangan yang dipenuhi oleh para Death Eater yang sudah menunggu. Di ujung ruangan, Voldemort duduk di kursinya bersama nagini yang selalu melilit disekitar Voldemort, menatap Regulus dan Sally dengan tatapan tajam yang membuat suasana semakin menekan.

Dengan pandangan yang dingin, Voldemort memberikan isyarat kepada para Death Eater untuk mundur, menyisakan hanya dirinya, Regulus, dan Sally. Setelah ruangan itu kosong, Voldemort berdiri, melangkah perlahan mendekati mereka. Sally bisa merasakan udara semakin berat setiap kali Voldemort mendekat, dan ia merasa cengkeraman tangan ayahnya mengerat sebagai tanda protektif.

"Regulus temanku," Voldemort membuka pembicaraan dengan nada yang tenang namun mengancam. "Kau membawanya, seperti yang kuperintahkan."

Regulus menunduk dengan tegang. "Seperti yang kau minta, tuanku."

Tatapan Voldemort beralih pada Sally, memperhatikannya dengan intensitas yang membuat Sally merasa seperti ditelanjangi, rahasia terkelamnya dipermainkan di depan matanya. "Sally," ucapnya pelan, namun dengan nada dingin yang membuat bulu kuduk Sally meremang. "Aku ingin berbicara denganmu... secara pribadi."

Sally menahan napas, menatap ayahnya sejenak dengan penuh keraguan. Regulus tampak marah, tetapi ia tahu perintah Voldemort adalah mutlak. Dengan tatapan yang sulit diterjemahkan, Regulus melepaskan genggaman tangan Sally dan mundur, meninggalkan putrinya bersama Voldemort.

Ketika Regulus keluar, Voldemort melangkah lebih dekat, menunduk sedikit untuk memastikan bahwa Sally memerhatikan setiap kata yang diucapkannya. "Aku tahu, Sally," katanya, senyumnya berbahaya. "Aku tahu tentang apa yang telah kau lakukan. Tentang Horcrux yang kau hancurkan."

Darah Sally terasa membeku, dan ia merasakan jantungnya berdetak kencang. Voldemort menyipitkan matanya, memperlihatkan ekspresi kemarahan yang hampir tak terkendali. "Aku tak mengerti maksud anda, Tuanku."

Voldemort tertawa nyaring. Tawanya memenuhi seluruh ruangan kosong itu. Membuatnya semakin mengerikan. "Oh putriku yang manis, apakah kau meremehkan seberapa besar kekuatanku?"

Sally mencoba mempertahankan wajah tenangnya meski hatinya berdegup semakin cepat. Tawanya Voldemort menyiratkan bahwa ia telah mengetahui jauh lebih banyak daripada yang Sally duga. Kekuatan dan pengaruhnya merasuk ke setiap sudut ruangan, membuat Sally merasa terjebak dalam cengkeraman yang tak terlihat.

Voldemort melangkah lebih dekat, membuat jarak di antara mereka semakin sempit. "Kau pikir aku tidak merasakan saat satu demi satu bagian jiwaku dihancurkan?" suaranya semakin dingin dan tajam, memancarkan amarah yang hampir membakar.

Sally menggigit bibirnya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku benar benar tak mengerti tuanku."

Voldemort menggeram marah, ia maju beberapa langkah kedepan. Menyentuh wajah Sally kasar. "Kesabaranku juga ada batasnya!" Nagini melilit dibawah sana, sensasi dingin nan aneh menyentuh kaki telanjang Sally. "Kutunjukan padamu apa yang terjadi pada pengkhianat!"

Jari dingin Voldemort menyentuh dahi Sally. Sekelebat ingatan atau seperti ilusi masuk dengan paksa. Sally tercekik napas ketika penglihatan itu menyergap pikirannya. Seperti dipaksa memasuki mimpi buruk, ia melihat adegan-adegan mengerikan yang terjadi begitu nyata di depan matanya—keluarganya, ayahnya, dalam keadaan tersiksa. Regulus tergeletak tak berdaya, tubuhnya penuh luka, berjuang melawan kutukan yang diletakkan Voldemort padanya. Sally ingin berteriak, ingin memohon agar semua ini berhenti, tetapi ia tak mampu mengeluarkan suara. Rasa dingin dari jari Voldemort di dahinya seperti mencengkeram jiwanya, menariknya lebih dalam ke dalam penglihatan yang mencekam.

Ingatan itu begitu kuat dan mendominasi, sampai Sally tak lagi tahu apa yang nyata dan apa yang hanyalah ilusi. Suara Voldemort bergema di kepalanya, "Kau lihat, Sally? Inilah yang akan terjadi jika kau mengkhianatiku. Kau tak akan bisa melakukan apa apa, sementara keluargamu hancur di depan matamu. Ini adalah takdirmu jika kau melawanku."

Ketika Voldemort akhirnya menarik jarinya dari dahi Sally, ia tersadar dengan napas terengah-engah, tubuhnya gemetar. Namun, matanya menatap Voldemort dengan kepedihan yang mendalam. "Jangan... jangan sakiti ayahku," bisiknya nyaris tak terdengar, suaranya gemetar oleh ketakutan yang baru.

Voldemort tersenyum tipis, puas dengan efek yang diberikan pada Sally. "Aku tidak perlu menyakiti Regulus, Sally... selama kau tetap patuh padaku."

Dia kemudian mengeluarkan sebuah cincin hitam yang berkilau aneh di tangannya. Voldemort memegangnya di depan Sally, pandangannya tajam. "Kenakan ini. Anggap ini sebagai lambang kesetiaanmu padaku, pengganti Horcrux yang telah kau hancurkan. Cincin ini akan melindungimu... namun ingatlah, kau tak boleh melepaskannya. Selamanya."

Sally memandang cincin itu dengan tatapan ragu, tetapi ia tahu bahwa ia tak punya pilihan lain. Jika itu adalah cara untuk menjaga keluarganya tetap aman, ia akan menerima apa pun yang harus ia lakukan. Dengan tangan yang gemetar, ia mengambil cincin itu dari tangan Voldemort dan memasukkannya ke jari. Sensasi dingin menyusup dari cincin itu, menjalar ke seluruh tubuhnya, seolah menjadikannya bagian dari Voldemort sendiri.

Pikirannya semakin kacau, kilas balik seluruh adegan seakan menerpa tubuhnya yang hampir tumbang. Cedric yang memohon padanya sebelum mati, Pandora yang mengatai Sally bahwa ia tak layak hidup, Draco yang kecewa dan marah karena Sally tak selalu ada di saat terburuknya, hingga Ayahnya yang berkata bahwa Sally adalah monster. Semuanya kacau, Sally bahkan tak tau apakah ingatan itu nyata atau ilusi belaka.

Api hitam dalam dirinya mengamuk, merespons kehancuran mental yang Voldemort coba tanamkan. Nyala api itu melingkupi tubuhnya, berderak dan membakar setiap inci kegelapan yang berusaha menelannya. Rasa sakit yang tak terkatakan meledak dalam tubuhnya, tetapi Sally tak lagi merasa takut. Seiring api itu berkobar semakin besar, rambutnya yang hitam berkilau berubah menjadi kemerahan, hampir seperti bara api yang hidup. Pupil matanya bersinar tajam, seolah-olah api hitam telah menjadi bagian dari jiwanya, membakar semua ilusi yang mengikatnya.

Voldemort melepaskan cincin yang terpaut di jari Sally. Seakan baru bangun dari mimpi buruk, Sally tersadar. Nafasnya terengah engah. Ia jatuh tergeletak. Namun wajahnya kebingungan. Voldemort menyeringai. Sally bahkan tak ingat ia menjadi sebuas itu. Voldemort berjongkok, menatap Sally yang masih tergeletak. Sally yang kebingungan pingsan saat Voldemort menyodorkan tongkatnya. Dan Sally melupakan kejadian itu begitu saja. Seakan dirinya dan Voldemort tak pernah bertemu malam itu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang