10 : Kerabat tidak terduga

207 18 0
                                    


Sally sangat bahagia hari itu, hubungannya dengan sang pujaan hati semakin hari semakin dekat. Dia mengetahui banyak fakta baru, salah satunya adalah laki laki itu suka sekali membuatkan kotak makan siang. Yang akan mereka makan bersama di pinggir Danau Hitam.

Kedekatannya dengan laki laki lain ternyata mendorong hubungannya dengan Draco menjauh. Tempat Draco di kehidupan Sally tanpa ia sadari digantikan oleh Cedric. Yang mana Sally sangat menyukainya. Setidaknya Cedric lebih baik dari Draco yang kerap menjahati beberapa murid lain.

Sally melangkahkan kakinya gembira, ia baru saja pulang dari perpustakaan. Menghabiskan waktu dengan Cedric sambil membaca buku. Mengerjakan berbagai tugas, hingga saling mencoret perkamen satu sama lain dengan kata kata penuh cinta. Cedric kembali lebih dulu karena ia dicari oleh beberapa temannya, sedangkan Sally pergi ke asramanya sendirian.

Sally tentu kerap dihantui oleh si hantu jahil Peeves, tapi Sally menganggap itu sebagai bantuan karena telah menemani Sally pulang ke asrama.

Di sosok kejauhan, dia melihat Hermione dan Harry dengan baju lusuh penuh dengan tanah. Bibir Sally sedikit terangkat, dia berfikir kesialan apa lagi yang dialami mereka. Sally mencoba mengikuti dua orang yang terlihat buru buru. Kebiasaan Draco yang menular ke Sally adalah mengikuti orang diam diam lalu menyebar rumor di kemudian hari.

Dua orang itu sepertinya bertemu seseorang, seorang laki laki berambut panjang yang lepek. Bajunya terlihat lusuh dan postur tubuhnya bungkuk. Sally sedikit mendengar pembicaraan mereka.

"Kau bisa menaiki Buckbeak, akan baik untuk sementara waktu jika kau tidak terlihat." Hermione menyerahkan rantai yang melilit di leher Hippogriff itu kepada pria itu.

"Kabari aku selalu, Sirius."

Dunia seakan berhenti berputar, nafas Sally tercekat. Kepalanya mendadak kosong saat mendengar nama yang disebutkan Harry. Sally ingin memastikan pendengarannya, maka dari itu dia keluar dari persembunyiannya. Lorong itu cukup sepi hingga orang yang sedang berbincang itu akhirnya menyadari keberadaannya.

"Black?! Apa yang kau lakukan disini!" Hermione terkejut melihat kedatangan Sally.

"Sirius..?" Tubuh Sally kaku saat menyebut nama itu. Sirius Black, laki laki itu mendekati Sally.

"Wah, coba kulihat. Wajah yang begitu mirip dengan Regulus Black dan mata yang begitu mirip dengan Pandora. Bukankah ini keponakanku tersayang?" Sudut bibir Sirius terangkat, yang bukannya terlihat ramah malah terlihat begitu mengerikan di mata Sally.

"Bukankah kau menikmati hidupmu? Sementara aku menderita di Azkaban karena ulah sahabat terbaik ayahmu. Sudah kuduga, keputusanku meninggalkan keluarga ini sudah benar. Ayahmu dan temannya itu orang yang menjijikkan."

Amarah menguasai seluruh tubuh Sally sampai ia gemetaran, "JANGAN BERBICARA TENTANG AYAHKU DENGAN MULUT KOTORMU!" Sally membentaknya.

Harry dan Hermione nampak mundur beberapa langkah, ini jelas bukan masalah yang bisa mereka ikut campuri.

"Bukankah kau yang paling menyedihkan disini? Azkaban adalah hukuman untuk orang yang mengkhianati keluarganya!"

PLAK! Orang itu menampar Sally. Sudut bibirnya seketika langsung mengeluarkan darah. Harry maju beberapa langkah kedepan untuk berjaga jaga jika Sirius melakukan hal lain.

"Kau akan meminta maaf kepadaku jika tau kebenarannya!" Mata Sirius terlihat sangat penuh amarah.

"Kebenaran?! Kebenaran tentang apa? Tentang kau yang mengkhianati keluarga dan menjadi aib keluarga?!" Sally tak kalah berapi api. Raut mukanya bengkak, matanya berair dan badannya masih sangat gemetar penuh amarah.

"Kebenaran bahwa ayahmu mati sia sia!" Seketika telinga Sally mendengung, kepalanya pusing karena amarah yang meluap. Namun kata katanya terasa habis, ia kalah telak.

"Maaf mengganggu kalian, tapi kurasa kau harus pergi sekarang Sirius. Kementrian akan datang sebentar lagi." Hermione menimpali, mencoba menghentikan perdebatan mereka semua.

Sirius akhirnya menurut, ia pergi dari sana tanpa melirik sekalipun kearah Sally yang tetap memandangnya penuh amarah.

———

Sally menangis di sepanjang lorong menuju asrama, pipinya bengkak dan sudut bibirnya berdarah. Perhatian semua orang menuju kearahnya saat ia memasuki ruang duduk Slytherin. Draco dan beberapa anak laki laki lainnya yang sedang bergurau menghentikan kegiatannya. Draco beranjak dan berlari ke arah Sally.

Pipi Sally disentuh oleh tangan hangat Draco, "Ada apa?"

Tangisan Sally pecah lagi, Draco dengan sigap langsung memeluknya. Laki laki berambut pirang itu tak ingin menjadi pusat perhatian semua orang yang nantinya akan menjadi bahan gosip. Dibawanya tubuh gemetar Sally yang masih menangis, naik ke atas menuju kamarnya. Draco tentu memiliki kamar pribadi, Lucius membayar lebih untuk itu.

Diturunkanlah Sally sesaat setelah Draco menutup pintu, "Menangislah, keluarkan semua air matamu. Jika sudah habis, kau mau cerita? Kalau terlalu berat maka tidak usah, aku mengerti."

Pipi Sally kembali di elus, "Pipimu bengkak kau tau? Apa si sialan Diggory itu yang melakukannya kepadamu? Sudah kuduga dia bajingan."

Sally tertawa mendengarnya, masih dengan air mata yang memenuhi sudut matanya. "Aku bertemu kerabat, kerabat yang jahat." Badan Sally mulai tenang, tubuhnya tidak gemetar hebat seperti tadi.

"Kerabat? Siapa?"

"Black lain." Sally menunduk.

"Tidak mungkin! Sirius Black ada di kastil?! Dan dia yang menamparmu?!?! Haruskah ku panggilkan ayah? Kau tidak apa apa? Apa yang dia katakan?" Draco melempar pertanyaan bertubi tubi.

Alih alih menjawab, Sally menghela nafasnya. "Kupikir aku akan pulang liburan ini, ke rumahku. Black Manorku."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang